Chapter 9

1201 Kata
Davin tak berjalan kearah kelasnya yang berada di pojokan. Namun berbelok menuju tangga yang menghubungkan kerooftop. Abi dan Adam yang mengejarnya kebingungan dengan langkah cowok itu. "Lah Davin nggak ke kelas?" tanya Abi heran di tengah berlarinya. "Udah lo diem aja, yuk kejar si Davin keburu loncat dari lantai atas dia," ucap Adam serius. Sampai di rooftop Davin duduk di bangku panjang yang menghadap ke jalanan. Dia melihat suasana ibukota di pagi hari ini yang selalu ramai. Dua orang yang tadi mengejar Davin telah sampai di rooftop dengan nafas yang masih terengah-engah. Adam terlebih dulu menghampiri Davin. Dia duduk di samping cowok itu yang sekarang memandang lurus ke depan. "Kok kesini sih, Vin? Katanya mau tobat gak bolos lagi?" Tanya Adam memberanikan diri. "Tiba-tiba badmod," jawab Davin seenaknya. "Lo kenapa pergi gitu aja sih, Vin. pas ketemu Reina ngomong sama Rama tadi?" Tanya Abi yang sudah duduk di kursi yang dekat dengan tembok pembatas. Tak ada jawaban dari Davin. Cowok itu terus memusatkan pandangannya. "Lo cemburu liat Rama sama Reina?" kini giliran Adam yang bertanya. "Nggak!" jawab Davin ketus. "Jelas sekarang lo bertanya-tanyakan, kenapa Rama bisa kenal Reina bahkan kelihatan sangat akrab, padahal Reina murid baru dan Rama juga baru masuk hari ini." sambung Adam lagi. Davin tak menjawab dia masih diam membisu. "Yakin lo gak pengen tahu? Bukannya Reina sekarang jadi guru privat lo ya? Otomatis dia juga deket sama lo, mustahil kalau lo gak ada perasaan, Vin," Davin masih diam tak bergeming. Reina memang menjadi guru privatnya namun semua belum dia lakukan. Kegiatan belajarnya baru akan di lakukannya hari ini. Davin memang dua hari ini bersama Reina sepulang sekolah tapi dia sama sekali tidak memiliki perasaan pada gadis itu. "Vin, kenapa diem? Lo suka Reina?" Selidik Adam. Cowok itu menatap Davin lekat. "Nggak, gue pergi karena nggak mau jadi penonton doang," ucapnya datar. Adam tau jika Davin berbohong, cowok itu dari awal sepertinya suka dengan Reina. Terlihat saat dia gigih membujuk Reina untuk menjadi guru les privatnya beberapa hari yang lalu. "Kalau lo suka sama Reina. Ungkapin keburu di rebut orang. Bukannya lo juga harus move on?" Davin hanya diam. Mencerna setiap kata yang Adam katakan. Tapi jujur untuk saat ini Davin tak memiliki perasaan pada gadis itu. Karena mungkin Davin belum mengenal Reina lebih dekat. Jadi wajar jika perasaan suka atau sebagainya belum tertera di hati Davin. Namun dia juga tidak menutup kemungkinan jika suatu saat nanti Tuhan membalikan perasaannya. *** Davin sudah berdiri di samping motornya. Mata elangnya tak henti-hentinya mencari sosok yang dia cari sedari tadi. Bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Namun cowok itu belum juga menemukan gadis yang dia cari. Sampai pandangan matanya berpusat kepada seorang cowok yang sangat dia kenal tengah berjalan beriringan dengan gadis yang dia cari sedari tadi. Mereka adalah Rama Dan Reina. Davin membuang nafasnya kasar melihat kejadian itu. Cowok itu menegakan tubuhnya saat kedua orang itu mulai melangkah kearahnya. Davin melihat kedua orang itu dengan pandangan datar. Sedetik kemudian cowok itu bersuara "Lo udah janji mau balik sama gue," ucapnya dingin. Reina menatap Davin malas, dia teringat saat istirahat tadi Davin menemuinya di kelas dan mengatakan bahwa dirinya hari ini harus mulai menjadi guru privat cowok itu. Dia menoleh kearah Rama meminta persetujuan dari cowok dia untuk pulang dengan Davin. Seoalah mengerti arti tatapan Reina. Rama mengangguk pelan sambil tersenyum tipis kepada gadis itu. "Kalau gitu gue balik duluan, hati-hati ya," Pamit Rama sambil mengelus puncak rambut gadis itu lembut. Davin yang mengetahui hal itu hanya menatapnya datar. "Gue duluan,Vin," Pamit Rama kepada Davin. Yang di pamiti pun hanya mengangguk sekilas. Setelah Rama menjauh dan sudah pergi dengan mobilnya Davin langsung menyuruh Reina menaiki motornya. Davin menaiki motornya disusul Reina setelah itu cowok itu menstater motornya dan pergi dari area sekolah. Sepanjang perjalanan kedua orang itu hanya diam. 15 menit sudah mereka membelah padatnya jalanan ibu kota siang ini. Motor Davin sudah berhenti di pelataran rumah besarnya. "Masuk!" perintah cowok itu dingin. Reina tak menjawab dia hanya diam menuruti perintah cowok dingin yang tengah berjalan di depannya. Davin berhenti di depan pintu bercat abu-abu, kamarnya. Cowok itu menujuk kearah ruang keluarga di lantai dua dengan dagunya. "Tunggu disana." ucapnya masih dengan nada dingin. Reina hanya mengangguk dan menuruti perintah cowok itu. Gadis itu duduk di sofa ruang keluarga, matanya melihat sekeliling ruangan di lantai dua, rumah itu terlihat sepi. Sepertinya mamanya Davin sedang pergi. Reina melihat pintu kamar di pojok ruangan yang bercat sama seperti pintu kamar Davin, tapi bedanya di depan pintu itu terlihat sebuah tulisan seperti bentuk gravity dengan sebuah nama yang tertera disana. Dia hendak membaca tulisan yang terpajang, namun agak kesulitan karena bentuk huruf yang tak beraturan. Gadis itu memicingkan matanya dan siap mengeja, namun kegiatannya terhenti karena terdengar suara pintu yang terbuka. Reina menoleh kesumber suara dia melihat Davin yang keluar dari kamar dengan membawa setumpuk buku di tangannya. Davin sudah mengganti seragamnya dengan kaos putih tanpa lengan, yang bergambarkan anjing sedang menjulurkan lidahnya, dengan celana hitam polos selutut. Davin meletakkan tumpukan buku itu di meja. Reina yang melihat tumpukan buku yang baru saja di letalan Davin pun terheran, dia menoleh kearah Davin. Cowok itu mendudukan pantatnya di sofa yang berhadapan dengan Reina. "Kita belajar segini banyaknya?" ucapnya keheranan dengan menunjuk buku di meja dihadapannya. Davin mengangguk. "Vin, lo nggak pa-pa? Banyak banget tugas lo," ucap gadis itu masih terheran. "Bawel, bantuin gue buat nyelesaian tugas itu," ucap Davin ketus. "Nih tugas dari kelas satu ya, Vin, seambrek banget. Lo males banget deh jadi cowok ngvak nyadar apa lo cucu pemilik sekolah tapi males banget kayak gini." Reina masih mengomel tak jelas. Davin memutar bola matanya malas mendengar gadis di depannya yang tengah mengomel. "Bawel lo, bantuin gue nyelesaiin tugas itu, kalau gue nggak bisa nyelesaiin gue nggak bakalan bisa ikut ulangan," Reina melebarkan matanya. Mencerna perkataan Davin sebentar. "Yakali gue yang nyalin. Ini tugas lo ya,gue disini cuma guru yang bimbing lo, bukan babu!" protes Reina galak. Davin menatap Reina datar, "Kalau gitu bantuin gue nyari jawaban, gue yang nyalin ke buku tulis," Ucap Davin sambil menyodorkan buku paket bertuliskan sejarah kehadapan Reina. Gadis itu menerima buku dari Davin dan membuka halaman yang tertulis di buku catatan Davin. Reina mulai menuliskan halaman mana saja yang menjadi jawaban atas soal yang tertera di buku tulis Davin. Kemudian menyodorkan tulisan itu pada cowok itu. "Itu jawaban dari soal lo yang halaman 143, setelah itu lo kerjain soal halaman 156 dan halaman yang lainnya, lo harus bisa nyari jawabannya sendiri," jelas Reina panjang lebar. Davin hanya menganggukan kepalanya menurut atas perintah Reina dan mulai menyalin jawaban. "Lo musti sering-sering baca buku sejarah, Vin. Biar ngerti dimana jawaban atas soal lo itu," oceh Reina tanpa lelah. "Kalau lo sering baca gue yakin lo pasti gampang nemuin jawabannya," ucap Reina lagi namun cowok di hadapannya hanya diam sibuk menyalin jawaban. Reina melirik cowok di depannya sekilas. Wajah Davin tengah serius menatap buku paket yang berisi jawaban atas soalnya. Wajah Davin begitu tampan saat tengah mengekspresikan tampang seriusnya. Lah kenapa gue natap dia seoalah kagum gini, tapi emang ya cowok ngeselin ini ganteng juga. Tapi wataknya berubah-ubah, Batin Reina yang masih menatap wajah serius di hadapannya. "Vin," panggil Reina pada cowok di depannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN