Chapter 24

1550 Kata
"Bryan?" ucap Reina kaget. "Iyah, lo ngapain masih di sini. Bel pulang sekolah udah bunyi setengah jam yang lalu kan? Kenapa nggak pulang?" tanyanya. "Gue emm... gue nunggu angkot," jawab Reina ragu. "Jam segini jarang ada angkot. Apalagi hujan kayak gini. Biar gue anterin ya " tawar Bryan yang di balas gelengan kepala oleh Reina. "Nggak usah Bry, makasih. Ntar juga angkotnya lewat kok," Bryan berdecak, "Ck. Lo jadi cewek keras kepala banget sih. Ini itu hujan apa lagi hujannya nambah deres nggak akan ada kendaraan lewat Rein. biar gue yang nganter lo pulang. Oke?!" paksa Bryan, Gadis itu hanya mengganguk pelan. Bryan segera menarik lengan Reina agar mendekat kearahnya. Cowok itu pun merentangkan jaketnya di atas kepalanya dan Reina. Gadis itu tak menolak karena dia tau cowok itu melakukannya agar dirinya tidak kehujanan. "Ayo," ajaknya. Bryan membukakan pintu penumpang di sebelahnya. Setelah mendapati Reina yang sudah masuk dan duduk manis di kursi penumpang. Dia memutari mobilnya memasuki mobil dan duduk di kursi pengemudi. Sebelum dia menjalankan mobilnya dia mengambil jaket cadangan di kursi belakang yang selalu dia bawa untuk berjaga-jaga. "Nih pakek, lo kedinginan gue takut lo masuk angin," ucapnya sambil menyodorkan jaket itu kehadapan Reina. Gadis itu menerima jaket dan menangkupkan pada tubuhnya yang mulai menggigil. Tak berapa lama mobil pajero putih itu pun melesat membelah lebatnya hujan siang hari ini. Suasana di dalam mobil begitu hening. Bryan yang tengah fokus mengemudi sedangkan Reina menatap keluar jendela. "Rumah lo mana?" Tanya Bryan. "Perumahan permata blok C nomor 10," jawab Reina. Mobil Bryan sudah berhenti tepat di pelataran rumah besar Reina. Hujan sudah sedikit mereda hanya ada grimis tipis yang masih setia menguyur bumi. "Bener ini rumah lo?" "Iya. Makasih ya udah mau nganterin gue pulang," "Sama-sama, Rein. kalau lo butuh apa-apa lo bisa minta tolong gue." Reina hanya tersenyum. "Gue boleh minta nomor kontak lo?" Tanyanya pada gadis di sebelahnya. Reina mengangguk, "Boleh kok." Bryan tersenyum dan menyodorkan ponselnya pada Reina. Gadis itu segera mencatatkan nomornya disina dan mengembalikan benda pipih itu pada Bryan. "Lo mau mapir dulu?" tawar Reina. "Lain kali aja," tolak Bryan halus sambil tersenyum lebar sampai lesung pipinya tercetak jelas di wajahnya. "Oke kalau gitu gue turun," Reina segera melepaskan jaket milik Bryan namun tangan cowok itu mencegahnya. "Pakek aja dulu. Masih agak gerimis ntar seragam lo basah. Gue anterin kedalam ya?" Reina menggeleng, "Nggak usah Bry, cuma grimis dikit, kok." "Kalau gitu jaketnya tetep di pakai ya " Reina hanya mengangguk lalu mulai turun dari mobil Bryan. Sebelum masuk rumahnya gadis itu melambaikan tangan pada cowok berlesung pipi itu. Bryan membalas lambaian tangan Reina dan sedetik kemudian mulai meninggalkan pelataran rumah Reina. *** Jam menunjukan pukul 15.45 namun empat cowok itu masih enggan beranjak pergi. Benar mereka berempat memutuskan untuk membolos pada jam terakhir melarikan diri dari mata pelajaran B.inggris. mereka berempat sedang berada di kamar Adam. Tempat tujuan setiap bolos pelajaran yang paling aman adalah di rumah Adam. Karena disinilah mereka berempat terhindar dari omelan orang tua. Karena kedua orang tua Adam selalu pergi keluar kota untuk mengurus pekerjaan. Sehingga hanya ada satpam dan Art yang berada di rumah menemani cowok yang sedikit tertutup itu. Abi melihat sebuah bingkai foto yang menampakan sosok anak kecil tengah tersenyum menghadap kamera dengan gigi ompong di bagian depan. Dia tersenyum melihat bingkai foto itu dan megambilnya dari atas nakas. "Dam, ini siapa?" tanyanya sambil tersenyum jail pada Adam. "Bukan gue," ucap Adam bohong masih sibuk dengan game di ponselnya. "Bukan lo gimana orang di sini ada tulisanya kok 'Restu Adam Pamungkas 5 tahun'" Abi membaca nama itu dengan keras dan jelas yang membuat Adam menoleh kearahnya. "Bi,taroh nggak!" ucapnya galak. Abi hanya tersenyum jail,"Adam lucu deh, sejak kapan nih foto ada disini?" Adam tak berniat menjawab pasalnya yang meletakkan foto itu adalah Mamanya seminggu yang lalu. Adam sempat menolak karena foto itu terlalu aib banginya. Karena dalam foto itu dirinya berusia 5 tahun mengenakan kaos oblong kebesaran sampai menutupi celana pendek yang di kenakan, topi yang di arahkan kebelakang dan tentuntnya memamerkan gigi ompong di bagian depan. Benar-benar memalukan buat Adam. Namun karena ancaman sang mama dia menuruti kemauan mamanya. Adam selalu menurut dengan kata sang mama karena dia adalah anak tunggal. Itu sebabnya dia berusaha tidak membuat sang mama kecewa dengannya. Adam melotot seram kearah Abi yang masih cengengesan melihat foto itu. "Bi, taroh atau gue hajar lo!" ancam Adam galak. "Iya iya Adam sayang galak banget deh," ucap Abi sambil meletakan bingkai foto itu kembali ke atas nakas. Rama yang duduk di single sofa melihat keributan yang dibuat kedua sahabatnya itu hanya melirik sekilas sambil menggelengkan kepalanya. Abi bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Davin yang sedang terlelap di atas ranjang. "Ini Davin tidur atau mati sih betah banget merem," ucapnya asal. "Mulut lo nyet kalau ngomong asal nyeplos aja." Adam yang selonjoran di atas karpet pun menyauti ucapan Abi yang super asal. "Iya habis tidur betah banget sejak nyampek disini sampai sekarang belum bangun, apa jangan-jangan dia keblabasan ya?" "Dia lagi banyak pikiran nggak usah di ganggu," kini giliran Rama yang bersuara. Abi hanya mengangguk tanda mengerti dia memutuskan ikut merebahkan tubuhnya di samping Davin yang masih memejamkan matanya. Selang beberapa menit hening tiba-tiba Abi mengangetkan kedua sahabatanya. "Ini jam berapa?" tanyanya panik dengan suara yang lumayan keras posisinya sekarang sedang terduduk di atas ranjang. Adam dan Rama yang tengah bersantai sontak kaget dengan suara keras dari Abi. "Bi, lo bisa pelan nggak sih kalau ngomong. Gak usah ngagetin juga kali," Adam mulai kehilangan kesabarannya. Rama yang masih duduk di sofa pun hanya memandang sahabatnya dengan sebal, "Jam 4 kenapa?" sahutnya di sofa. Setelah mendapat jawaban dari Rama, Abi menguncang badan Davin dengan keras agar cowok itu membuka matanya. "Davin, Vin bangun," Davin mengliat dalam tidurnya. Dia memandang Abi dengan mata masih terpejam,"Lo apa-apaan sih. Ganggu orang tidur aja," sentaknya pada Abi karena telah berani mengganggu tidurnya. "Heh lo tuh gak sadar apa ini udah jam 4 sore lo nggak jemput Reina?" Davin melebarkan matanya saat nama gadis itu keluar dari mulut Abi. "Astaga," ucapnya kemudian bangun dari tidurnya. Menyaut jaketnya dan segera meninggalkan teman-temannya yang masih memandangnya bingung. "Vin, pakek mobil gue, di luar masih hujan," teriak Rama. Davin segera berbalik dan mengambil kunci mobil Rama di atas nakas. Dia kemudian berlalu, sesampainya di pelataran rumah Adam, dia segera memasuki mobil milik sepupunya dan menstater mobil itu menancapkan gas sangat kencang tak perduli jalanan yang licin akibat air hujan yang deras beberapa menit yang lalu. Davin mengendarai mobil Rama dengan perasaan resah. Dia mengkhawatirkan gadis itu, takut jika Reina kenapa- kenapa pasalnya cuaca sedang gerimis. Beberapa menit sudah cowok itu membelah jalanan. Dia sekarang telah sampai di pos keamanan sekolahnya. Davin tak menemukain Reina disana, dia malah menemukan Pak Sapto satpam sekolahnya. "Loh mas Davin kok balik lagi?" tanyanya saat mengetahui Davin sedang celingukan mencari Reina. "Pak tadi liat cewek nungguin di halte depan nggak, atau yang nunggu di parkiran?" tanyanya pak Sapto. "Aduh mas banyak banget cewek yang nunggu di depan halte, apa lagi yang nunggu di parkiran juga banyak mas," "Bukan itu pak. Dia anak kelas sebelas, dia nggak terlalu tinggi, putih,rambutnya panjang tergerai, trus manggul tas warna mocca. Trus satu lagi yang jelas dia cantik," ucapnya panjang lebar menyebutkan ciri-ciri Reina kepada satpam itu. "Aduh mas maaf bapak nggak tau. Setau bapak anak kelas sebelas udah pulang semua. Kalau mas nyari anak kelas dua belas baru aja bubar," jawab pak Sapto. Davin berkacak pinggang perasaannya resah saat ini. "Yaudah pak makasih," setelah mengucapkan itu Davin kembali menancapkan gas, dengan cepat mobil sedan itu melesat meninggalkan area sekolah. Tujuan terakhir Davin adalah rumah gadis itu. Sepanjang jalan dia berdoa semoga Reina tidak kenapa-kenapa. Davin sampai di rumah Reina. Dia memencet bell rumah itu berulang kali. Sampai pintu di depannya tertarik ke belakang dan memunculkan sosok Beni yang memandang heran kearah Davin. "Ngapain lo hujan-hujan kesini? Bukannya tadi udah ketemu Reina ya pas pulang? Lo kangen adik gue?" Tanya Beni berondongan. "Reina ada bang?" Davin tak menjawab pertanyan Beni dia memilih bertanya tentang keberadaan Reina apakah gadis itu ada di rumah atau tidak. "Ada, lo mau ketemu?" Davin mengangguk cepat. "Bentar." Beni kembali masuk kerumahnya. Tak beberapa lama suara langkah kaki terdengar di telinga Davin. "Ngapain lo kesini?" suara gadis itu membuat Davin berbalik badan. Davin menatap Reina dengan pandangan khawatir. "Tadi pulang sama siapa?" tanyanya khawatir. "Bukan urusan lo," jawab Reina ketus. "Rein,maafin gue, gue nggak jemput lo karena tadi ada urusan," "Urusan bolos?" tebak Reina to the point. Davin hanya diam di tempatnya. Memandang manik hitam milik Reina lekat. Ada rasa kecewa yang tersirat di balik manik hitam itu. "Mending lo pulang deh, lo udah tau kan kalau gue baik-baik aja," kini nada Reina tidak seperti biasanya. Dia berbalik dan masuk kedalam rumahnya. Namun tangan Davin mencekal lengannya kuat. "Maafin gue udah buat lo nunggu." setelah mengucapkan itu Davin segera pergi meninggalkan Reina yang masih membalikan badannya. Seolah tidak perduli dengan kepergian Davin gadis itu masih setia dalam posisi membelakangi cowok dingin itu. Reina kecewa sangat kecewa karena Davin telah berjanji padanya beberapa hari lalu. Jika saat pulang sekolah ataupun berangkat cowok itu yang akan menjemputnya. Namun tadi Davin tak mengantarnya pulang memberinya kabar saja tidak. Bukan karena hal sepele Reina marah kepada cowok itu. Tapi karena menurut Reina, Davin tidak bisa menepati janji yang dia buat sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN