Chapter 23

1924 Kata
Bel istirahat pun terdengar di penjuru sekolah. Kelas XI IPA 4 segera berhamburan keluar setelah selesai mengerjakan ulangan sejarah yang bikin mereka puyeng. "Gila tadi soalnya dikit tapi jawabannya panjang banget kayak ular anaconda," ucap Abi yang masih duduk di bangkunya. "Ketara banget lo nggak belajar ya kemaren," Tanya Adam yang duduk di belakangnya. "Gue belajar?" Abi menggantungkan perkataannya dan tertawa, "kalau gue belajar kelas kita nggak ada yang dapet nilai jelek dong," ucapnya asal. Rama yang berada di sampinya pun hanya menggeleng pelan melihat tingkah sahabatnya itu. Suasana menjadi hening sekarang. "Kalau aja Negara kita nggak dijajah mungkin pelajaran sejarah nggak akan ada," ucap Abi lagi. Namun nampaknya para sahabatnya tidak memperdulikan ucapannya. Adam yang sibuk dengan gamenya. Rama yang sibuk dengan ponselnya dan Davin yang tengah tidur di samping Adam. "Kacang mahal," ucapnya lagi namun percuma tetap tidak aja sahutan. Dia kesal dan segera melangkahkan kakinya pergi meninggalkan teman-temannya. Kantin sangat ramai setiap jam istirahat berlangsung. Namun nampaknya tiga orang cewek sudah menikmati bakso di depannya masing-masing. Mata Reina melihat sekeliling kantin namun dia tidak menemukan orang yang dia cari. "Nyari siapa sih, Na?" Tanya Gilsya di sampingnya. "Pasti nyari Davin," ucap Ara asal namun benar kenyataannya. "Dia kok nggak kelihatan ya, apa nggak masuk ya?" Tanya pada teman-temannya namun matanya masih mencari di sekitar kantin. "Tumben lo panik saat Davin nggak ada di samping lo, biasanya juga lo males banget di deketin dia," cibir Ara pada Reina. Reina hanya diam dengan cibiran Ara, dia masih mencari keberadaan Davin. sampai matanya medapati orang yang mungkin tau keberadaan cowok itu. Reina melambaikan tangannya kearah cowok yang baru masuk ke dalam kantin. "Abi!"ucapnya sambil teriak kearah cowok itu. Yang di panggil pun langsung berjalan menghampiri meja Reina dkk. Abi duduk di sebelah Ara yang tengah menikmati makan baksonya. "Ada apa umi?" ucapnya enteng kepada Reina di depannya. Sontak Ara yang berada di sampingnya pun tertawa keras. "Hahaha dasar cowok sebleng," ejeknya pada Abi. Cowok itu hanya mencebikkan bibirnya. Reina dan Gilsya pun menahan tawanya. "Umi umi,lo kira gue istri lo apa?" ucap Reina yng berada di depannya. "Yah habis lo manggil gue abi yauda gue panggil lo umi, kan abi gandengan sama umi," ucapnya panjang lebar. "Abi itu kan nama lo, masak lo lupa nama lo sendiri,sih" ucap Reina memperjelas. "Oh iya sorry, Na." Abi cengengesan di samping Ara. "Davin kemana ya bi?" "Cie tumben nyariin abang ganteng, lo udah suka ya sama dia?" selidik Abi pada gadis di depannya. "Ehh nggak gitu, gue takut dia nggak masuk kan hari ini tadi dia ada ulangan," elaknya boong padahal Reina sedang mencemaskannya. "Kayaknya lo nggak pinter boong deh, Na." ucapan Abi barusan membuat pipi Reina memanas. Abi mengetahui kebohongannya. Ara dan Gilsya yang sedari tadi menikmati makannya pun melihat kearah Reina. "Ngapain kalian liatin gue?" Ara dan Gilsya menggeleng secara bersamaan lalu kembali pada kegiatan masing-masing. "Dia ada di kelas lagi tidur," lapornya pada Reina. "Ohh trus kok lo tumben ke kantin sendiri? Rama sama Adam kemana?" Tanya Reina karena tidak menemukan Rama dan Adam di samping Abi tadi. "Gue ngambek sama mereka, gue ngomong nggak ada yang nyaut," curhat Abi sedih. "Lo baperan sih jadi cowok," ejek Ara menimpali. Dia masih sibuk dengan semangkok bakso di depannya. "Ada tapi nggak dianggep itu sakit,Ra." lagi-lagi Abi mengucapkan kata itu dengan nada yang di buat sesedih mungkin. "Dasar korban drama," ucap Ara spontan. "Gue di kelas nggak di anggep, gue disini malah di bully. Kalian tuh kenapa sih sama gue." Abi berdiri akan beranjak dari duduknya Ara yang berada di sampingnya pun melihat kearah Abi. "Gitu aja lo ngambek pakek acara pergi segala, sorry sorry," ucapnya meminta maaf. "Siapa yang pergi orang gue mau pesen makan, gue laper. Habis itu gue kesini lagi," ucap Abi seraya pergi memesan makanan. Reina dan Gilsya yang melihat perubahan wajah Ara yang terlihat kesal akibat ucapan Abi pun tersenyum lebar. "Nggak waras emang," ucap Ara lalu kembali menghambiskan baksonya. *** Rama melihat sekelilingnya dia tidak menemukan Abi di sampingnya. Dia menoleh ke belakang yang mendapati Adam yang masih asyik dengan gamenya. Sedangkan Davin masih telelap dalam tidurnya. "Dam, Abi kemana?" tanyanya pada Adam. "Orang dia duduk sama lo nanyanya ke gue. Mana gue tau," ucapnya yang masih menatap layar ponselnya yang berubah posisi menjadi miring itu. "Gue ke toilet dulu," pamitnya pada Adam yang sibuk sendiri itu. Rama melangkahkan kakinya menuju toilet laki-laki yang berada di pojokan lantai dua ini. Namun saat hendak masuk dia tak sengaja menabrak seorang dengan sangat keras. "Sorry," ucapnya sambil memandang orang yang dia tabrak. "Nggak apa santai aja," ucap cowok itu dengan mendongakkan wajahnya. Rama kaget saat melihat siapa cowok yang dia tabrak tadi. Cowok itu pun juga sama kagetnya dengan Rama. Dia membulatkan matanya sempurna. Dan kemudian tersenyum pada Rama yang masih menatapnya tak suka. "Hai,Ram," sapa cowok itu ramah. "Ngapain lo disini?" Tanya Rama dengan nada tak sukanya. "Gue baru pindah kesini," ucapnya masih dengan nada yang bersahabat. "Kenapa lo balik ke indo lagi? Mau apa lo ?" Rama terus-terusan melontarkan pertanyaan kepada cowok itu, "Gue nggak ada maksud apa–apa, gue cuma pengen balik ke tempat di mana gue berasal," ucap cowok itu menjelaskan. "Lo nggak usah bohong, lo pasti akan buat Davin terpuruk kan, dengan lo kembali kesini?" tuduh Rama sengit. "Udah gue bilang gue udah ikhlas, Ram!"ucap cowok itu mantap. "Mulut lo bilang gitu tapi hati lo masih dendam." Rama terus menuduh cowok itu. Cowok itu hanya menggelengkan kepalanya lemah. "Terserah lo, Ram. kalau lo mikir gitu. Gue balik kesini bukan untuk kayak apa yang lo pikirin. Dan inget satu lagi gue udah tau semuanya. Kalau lo mau nuduh gue jelek terserah itu hak lo," setelah mengucapkan itu cowok itu berlalu meninggalkan Rama yang masih berdiri mematung di tempatnya. Rama mengambil ponselnya dan mencari nama yang tersimpan di ponsalnya. Setelah menemukan nama yang akan dia telvon dia segera menghubinginya. "Lo dimana?" "..." "Oke gue kesana," Setelah berhasil menghubungi orang itu Rama pergi menjauh dari toilet dan segera menemui orang yang dia telvon tadi. *** Rama melangkahkan kakinya lebar dan cepat menemui teman-temannya yang sudah berada di rooftop. Dia membuka pintu itu dan langsung menghampiri para sahabatnya disana. "Dia disini," lapornya kepada Davin. Davin menoleh kearah datangnya Rama. Menatap Rama sejenak seolah tau siapa yang dimaksud Rama barusan. "Lo tau dari mana?" "Gue nabrak dia di toilet tadi," jelasnya pada cowok dingin itu. Adam yang berada di sebelah Davin pun ikut keheranan dengan laporan Rama. "Lo salah orang kali," ucapnya yang langsung di jawab gelengan kepala oleh Rama. "Itu beneran dia," "Trus ngapain tuh anak disini?bukannya dia ada di Aussie?" Tanya Abi yang sudah bergabung dengan mereka kembali setelah acara makannya dengan geng Reina. "Gue nggak tau tujuannya kesini apa," ujar Rama. "Kalau dia disini bararti..." Adam menggantungkan ucapannya. Yang membuat ketiga sahabatnya memandangnya penuh arti. "Kemungkinan besar iya," Rama menjawab penuturan Adam dengan mantap. "Mereka berdua kenapa sih balik lagi kesini. Belum cukup apa nyawa satu orang hampir jadi korban," Ucap Abi berapi-api. Davin menundukan kepalanya matanya menatap kosong kelantai. "Mereka masih dendam ke gue," ucapnya lirih. "Sebelum terjadi sesuatu lagi kita harus jaga-jaga,Vin." Ucap Rama yang langsung di balas anggukan setuju oleh kedua sahabatnya yang lain. Davin menggangguk, "Gue nggak mau kehilangan orang yang gue sayang lagi," setelah mengucapkan itu Davin pergi dari rooftop meninggalkan para sahabatnya. "Jangan sampai kedatangan mereka membuat Davin jatoh lagi. Dia baru aja bisa ngelupain smuanya dan gue nggak akan tega liat sodara gue terpuruk," Rama menutarakan semua ucapannya dengan nada tegas. "Gue juga nggak mau Davin kayak kemaren-kemaren. Dia udah mulai ngelupain semua dengan adanya Reina."Adam ikut menimpali. "Kita harus cari cara supaya mereka nggak ngelakuin hal kelewatan kayak 2 tahun lalu," "Apa caranya?" Tanya Abi. Rama menggeleng lemah dia sendiri belum tau apa yang harus dia lakukan. Jam pelajaran terakhir di kelas 11 Ipa 2 adalah Sejarah yang membuat Reina bosan dan suntuk. Walaupun dia murid yang memiliki predikat pintar namun dia juga manusia bisaya yang mempunyai rasa bosan. Terlebih lagi pikiranya sekarang terpecah yang membuat dia tidak konsen. Pikiran Reina sedari tadi memikirkan Davin, cowok jutek bin dingin itu seharian tidak menemuinya. Tidak memberi kabar berupa chat singkat yang selalu dia kirimkan setiap harinya. Reina sadar bahwa dirinya bukan siapa-siapa dari cowok itu. Tapi hal kecil yang di lakukan Davin setiap hari pada Reina membuat kebiasaan tersendiri. "Ngapain gue mikirin dia ya. Inget Rein lo tuh bukan siapa-siapanya Davin. lagian Abi bilang kalau cowok itu baik-baik aja lagi tidur. Nggak lagi sakit," ucap Reina pada dirinya sendiri. "Tapi kenapa gue kepikiran trus ya," gumamnya sendiri. Reina trus berjalan di koridor yang sudah mulai sepi karena para murid sedang KBM itu. Langkahnya terhenti saat matanya melihat seorang cowok yang dia lihat seminggu yang lalu. Cowok itu berjalan kearah Reina dia juga terkejud saat matanya melihat Reina yang berdiri beberapa meter di depannya. "Loh Reina," ucapnya tepat di depan Reina. "Bryan. Lo ngapain di sini?" Tanya Reina dengan wajah keheranan. "Gue pindah kesini Rein," ucapnya dengan memamerkan lesung pipinya. "Lo anak baru? Kelas berapa?" "Iya gue baru pindah tadi pagi. Gue kelas 11 Ipa 3" "Lo anak ipa juga?" Tanya Reina antusias. "Iya Rein," senyum Bryan merekah yang di jamin akan membuat siapa saja yang melihatnya akan kagum dengannya. Benar Bryan tak kalah tampan dengan Davin and the geng. Dia memiliki lesung pipi di kedua pipinya yang membuat daya tarik tersendiri untuk kaum hawa. "Kita tetangga kelas dong," ucap Reina kegirangan. "Oh iya? Lo kelas apa?" "11 Ipa 2, sebelah kelas lo," ucapnya dengan mata berbinar. "Wah gak nyangka kita bisa ketemu lagi. Bahkan satu sekolah tetangga kelas lagi," ucap Bryan turut senang bisa bertemu dengan Reina. "Trus ngapain lo di luar kelas bukannya masih jam pelajaran?" Tanya cowok itu lagi. "Gue lagi bosen di kelas mangkannya gue keluar," jawab Reina jujur. "Lo gak boleh gitu. Orang tua lo nyekolahin lo susah-susah malah lo disini males malesan," tutur Bryan pada Reina. "Iya juga sih," "Yauda yuk barengan ke kelas," ajak Bryan sambil tersenyum pada Reina. Reina menurut dan berjalan di samping Bryan. Reina berdiri menunggu Davin di parkiran seperti biasanya. Namun gadis itu belum menemukan cowok yang dia tunggu dari tadi. Motor Davin pun tak terlihat di parkiran. Reina juga sudah menghubunginya namun nihil cowok itu tak ada kabar. "Ini kemana sih si Davin," keluhnya. Reina masih melihat kesekeliling area parkir itu tetap saja tak ada tanda-tanda Davin muncul. "Bang Beni pulang sore lagi. Masak gue nungguin disini sampek bang Beni selesai les sih," Reina celingukan masalahnya parkiran sudah mulai sepi hanya kendaraan yang mungkin milik anak kelas 12 yang mengikuti jam pelajaran tambahan. "Mobil Rama, Motor Adam sama Abi juga nggak ada, apa mereka pulang duluan ya?" Pikir Reina. Akhirnya dengan kedongkolan di hatinya Reina memutuskan berjalan ke halte depan sekolah. Mencari kendaraan umum yang bisa mengantarkannya pulang. 15 menit sudah gadis itu menunggu angkutan umum namun nampaknya kemalangan sedang berpihak padanya. Langit yang tadinya cerah seketika menjadi mendung. Awan kelabu yang pekat nampaknya akan siap mengguyur penduduk bumi siang hari ini. "Mau hujan lagi." Reina gelisah di tempatnya. Tak berapa lama grimis pun menemani kesendirian Reina. "Yahh grimis,"ucapnya sedih. Dia melihat ke jalanan yang sepi hanya ada suara hujan yang mulai deras. Reina bersendekap menahan dinginya hawa hujan yang semakin deras itu. Angin pun mulai mengibaskan surai hitamnya. Reina mulai khawatir saat sebuah mobil berhenti didepannya. Namun tak berapa lama pengemudi mobil itu pun turun menghampiri Reina yang masih ketakutan. Reina masih belum melihat wajah cowok yang menghampirinya karena wajahnya dia lindungi dengan jaket yang di tudungkan di atas kepala. "Kenapa belom pulang?" tanyanya sambil melepas tudung jaket itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN