Chapter 8

1035 Kata
Mereka tiba di sebuah taman yang tampak sedikit sepi. taman itu memiliki danau buatan di tengah area taman. Rama mengandeng lengan Reina lembut mengajaknya duduk di bangku panjang pinggir danau. "Mau es cream?" tanya Rama sambil tersenyum. Dengan girang Reina menjawab, "Mau, yang biasa, ya," Rama mengangguk paham apa kesukaan gadis itu, "Coklat dan vanilla kan?" "Yup, bener," ucap Reina sambil mengacungkan ibu jarinya kearah Rama yang sudah melangkah pergi. Rama kembali dengan kantong plastik ukuran sedang berwana putih yang dia tenteng. Reina tau jelas Rama tidak membelikan es cream saja melainkan beserta cemilannya. "Nih." Rama menyerahkan es cream rasa coklat kepada Reina "Makasih" Reina menyambut es cream itu dengan senang dan lansung memakannya. Hening untuk beberapa saat. "Gimana Rein??" tanya Rama tiba-tiba. Reina menoleh kearah Rama ia menautkan alisnya, "Gimana apanya?" "Sama Devan, lo uda janji mau ngenalin gue ke dia," ucapan Rama membuat Reina berhenti dari kegiatannya, dia menundukkan kepalanya sambil menarik nafas dalam. Mengerti dengan tingkah Reina yang aneh, Rama pun kembali bersuara. "Ada apa, Rein? Cerita ke gue?" pinta Rama lembut sambil menatap bola mata Reina. "Gue nggak tau dia dimana," ucap Reina lirih. Dia menahan air matanya agar tidak jatuh untuk saat ini. Rama mengerutkan dahinya, "Maksud lo?" "Dia pergi nggak tau kemana, padahal terakhir kita ketemu dia janji mau jagain gue dan nggak akan pergi. tapi apa, sejak di kelulusan itu dia nggak dateng. Dia menghilang soalah di telan bumi," ucap Reina, tak terasa air mata yang sedari tadi dia tahan akhirnya menetes membasahi pipinya. Rama segera menghapus airmata gadis itu. Dia dari dulu tak tega jika gadis di sampingnya menangis apa lagi gara-gara seorang cowok. Rama yang selama ini menjaga Reina agar tidak menangis malah harus melihat gadis itu menangis karena cowok bernama Devan. Reina dulu sempat dekat dengan cowok bernama Devan itu, waktu dia duduk di bangku SMP sampai pada akhirnya cowok itu menghilang sampai sekarang. Dan bodohnya lagi sampai sekarang Rama belum tau siapa cowok bernama Devan, bagaimana rupa cowok itu sampai berani-beraninya membuat gadis yang dia jaga menjadi seperti ini. "Lo tenang ya, gue janji jika nanti dia balik ke lo, gue cowok pertama yang akan buat muka dia babak belur," ucap Rama serius sembari menggenggam tangan mungil Reina. Reina hanya mengangguk pelan dan memeluk cowok itu lagi. Reina selalu merasa aman saat berada bersama Rama cowok itu selalu bersikap dewasa, selalu memberinya ketenangan. Sahabat dari kecilnya itu selalu berusaha melindunginya dengan caranya sendiri. "Ayo pulang udah mau malam," Ucap Rama lirih tepat di telinga Reina yang masih berada dalam pelukannya. *** Mobil sedan hitam terlihat memasuki gerbang sekolah. Mobil itu berhenti setelah berhasil mendapatkan tempat di parkiran Sma Dwija. Seorang cowok dengan paras tampan dan alis tebal yang menghiasi wajahnya, tampak terlihat di balik pintu pengemudi. Dia segera keluar dari mobil dan memanggul tas biru dongkernya di bahu sebelah kiri. Cowok yang memiliki tubuh tinggi atletis itu menghampiri tiga orang cowok yang juga tengah duduk di sebelah area parkir. "Wihhh bro, apa kabar lu?" sapa salah satu cowok dengan tatanan rambut sedikit berjambul, Adam. Cowok yang di sapa pun tersenyum tipis sambil mengulurkan tangannya menyalimi para sahabatnya, "Baik." ucapnya singkat. Dia adalah Rama. "Balik keindo kapan lo?" Tanya cowok berjambul lebih tinggi dari pada Adam, dia Abi. "Kemarin, tapi gue nggak masuk ke kelas cuma ke sekolah sebentar abis itu ada yang harus gue urus lagi," ujarnya menjelaskan. "lo lama banget ijinnya, kita semua kangen tau," ucap Abi dengan nada alaynya. Rama hanya tersenyum tipis melihat tingkah konyol sahabatnya itu. Dia kangen juga dengan candaan sahabat-sahabatnya yang mampu membuat dia selalu terhibur. "Gimana kabarnya?" kini giliran cowok dengan bola mata coklat itu yang mengeluarkan suara, setelah sedari tadi hanya diam, Davin. Seoalah tahu maksud dari pertanyaan cowok itu, Rama menjawab dengan nada sendu, "Masih sama." Davin menghembuskan nafasnya kasar. Rasa bersalahnya kini terngiang kembali di benaknya. Batinnya hancur sekarang. Seolah rasa sesak yang selama ini dia tahan kembali kambuh Dia mengusap wajahnya kasar seolah frustasi. Dia bingung sekarang tak tau harus berbuat apa. Rama mengusap bahu cowok itu, "Semua pasti baik-baik aja," ucap Rama meyakinkan. Davin hanya mengangguk pelan. Seolah ucapan Rama adalah semangat baru untuknya. Bangun dari keterpurukan yang masih sering menimpanya. "Udah, Vin, lo harus sabar. Mungkin emang gini takdirnya. Jangan salahin diri lo sendiri. Yakin semua akan baik-baik aja, kita tetep berdoa yang tebaik buat dia." kini giliran Adam yang ikut meyakinkan Davin. Davin tersenyum tipis. "Kita bakal selalu doain yang terbaik," Timpal Abi. Davin tersenyum lebar mendengar semua kata yang terucap dari bibir para sahabatnya. Ucapan yang membuat Davin sedikit terhibur sekaligus bersyukur memiliki sahabat seperti meraka. Sahabat yang selalu memberi dukungan dan semangat untuk Davin. "Udah nggak usah sedih lagi malu diliatain fans lo tuh," Ucap Abi menghibur. Mereka semua terkekeh pelan. "Mau ke kelas atau bolos nih?" Tanya Adam. "Kelas aja gue mau tobat," jawab Davin singkat sambil berdiri hendak meninggalkan sahabatnya. Rama tersenyum melihat Davin sekarang sudah ada niatan belajar lagi setelah sekian lama cowok itu tak memperdulikan tentang sekolahnya. Keempat cowok itu berjalan ke koridor yang akan membawa mereka ke kelasnya. Namun saat akan menaiki tangga suara seoarang cewek menghentikan langkah mereka. "Rama," panggil gadis itu ramah. Yang di panggil menoleh ke sumber suara. Rama melihat gadis dengan tubuh mungil tengah tersenyum manis di belakangnya. "Reina," ucapnya. Davin menoleh saat nama gadis itu keluar dari mulut Rama. Dia menatap kearah Reina yang tengah tersenyum kepada Rama. "Lo baru dateng ya?"tanyanya pada cowok beralis tebal itu. "Iya gue baru dateng, lo sendiri?" jawab Rama sambil melempar pertanyaan pada Reina. "Sama aja gue juga baru nyampek ini tadi, Bang Beni kesiangan," jawab Reina. "Kenapa nggak telvon gue biar gue jemput tadi," "Alah nggak usah Ram, makasih. Lagian nggak kepikiran sampek situ buat ngerepotin lo." ucap Reina. Mengetahui bahwa hanya menjadi penonton sekarang, Davin segera berjalan pergi meninggalkan Rama dan Reina yang asik ngobrol sendiri. Abi dan Adam yang kebingungan akibat Davin yang pergi begitu saja dengan wajah sedikit kesal segera menyusul cowok itu. "Ram, Na, gue sama Abi duluan ya. Davin kayaknya ngambek," ucap Adam, disampingnya Abi sudah melangkahkan kaki pergi menyusul Davin. Rama kebingungan dengan tingkah para sahabatnya saat ini. "Oke ntar gue nyusul," ucapnya. "Ke kelas yuk." Ajak Rama pada Reina yang di balas anggukan kepala.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN