Chapter 15

1101 Kata
Jam menunjukan pukul 20.00. Namun Reina masih belum bisa memejamkan matanya. Dia terbangun dari rebahannya menatap keluar balkon kamar. Dia berjalan dan duduk diatas kursi yang ada disana. Menikmati suasana malam Ibu kota yang tampak cerah hari ini. Dia memandang keatas melihat ribuan bintang yang berkelip elegan tanpa bulan yang terlihat. Matanya terpejam, dia teringat akan kejadian yang perna dia lakukan bersama orang yang berarti di hidupnya. 2 tahun lalu "Bintang itu menurut lo apa?" tanya Devan pada Reina. "Bintang itu adalah ciptaan Tuhan paling setia," jawab Reina sambil memandang bintang di langit sana. "Setia gimana?" "Iya, dia setia buktinya dia selalu bersama bulan, walaupun kadang bulan nggak ada di sampingnya. Dia juga setia dengan malam walau terkadang orang tak mengetahui di balik awan gelap bintang selalu disana. Walau kehadiranya tak perna di anggap tapi dia tetap berada di tempat yang sama," jelas Reina yang membuat Devan tersenyum. "Kalau gitu lo jadi bintang ya biar gue jadi bulan," ucap Devan memandang Reina. Reina mengalihkan pandangannya, "Lah kok gitu?" "Biar lo setia trus sama gue," "Lo ngomong apa sih," tukas Reina sedikit kaget. Devan mengacak singkat puncak kepala Reina, "Hahaha becanda aelah," Tak terasa setetes air mata meluncur mulus di pipi kanannya. Dia kembali teringat akan kejadian itu. "Gue kangen lo, apa lo juga kangen gue? Apa lo disana jadi bulan? Tapi gue disini tetep jadi bintang lo yang selalu nunggu lo," gumamnya, buliran air mata yang sedari tadi dia tahan agar tidak turun dengan deras. Kini sudah membasahi kedua pipinya. Beni yang sudah berada di belakang Reina hanya menatap punggung adiknya dengan sendu. Dia bisa merasakan bagaimana perasaan Reina selama ini. Kehilangan sosok orang yang berharga di hidupnya. Walau bukan pacar tapi Reina selalu berharap agar cowok itu memiliki perasaan yang sama. Dan sampai detik dimana cowok itu meninggalkan Reina tanpa kabar begitu saja dan juga tentang perasaan yang dia sembunyikan ke gadis itu selama ini. "Kalau lo suka adek gue lo bilang," ucap Beni pada Devan. "Gue takut bang, takut dia jauhin gue. Dia pernah bilang kalau dalam persahabatan dia nggak mau ada perasaan. Dan gue nggak mau kehilangan adek lo bang," jelas Devan. "Kalau lo pendem sendiri kapan dia tau perasaan lo?" "Biar nanti gue sendiri bang yang bilang ke dia kalau gue uda siap. Tapi lo janji jangan bilang ke Reina kalau gue suka sama dia," jawabnya. "Iya gue janji." ucap Beni. Percakapan itu muncul kembali dalam pikiranya. Beni terdiam memikirkan setiap hal yang pernah di ceritakan Devan dulu padanya. "Gue tau dik, perasaan apa yang dia simpen selama ini, tapi gue uda janji sama dia agar nggak ngasih tau lo, sebelum dia ngasih tau lo sendiri dari mulutnya. Dia nggak mau lo pergi saat tau semuanya. Maafin gue dik, gue yakin suatu saat lo akan tau jawabanya dan akan melupakan semuanya," gumam Beni lirih lalu pergi meninggalkan Reina yang masih menatap langit sambil menangis. *** Kelas 12 Ipa 4 sudah penuh oleh para penghuninya. Suasana hening terasa di kelas itu sekarang. Lantaran jam pertama adalah ulangan Matematika. Para murid sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang membaca buku paket, ada yang fokus dengan soal di catatan masing-masing, ada juga yang menghafalakan rumus-rumus. Namun tidak dengan keempat makhluk Bad boy penghuni kelas itu. Iya mereka hari ini masuk kelas karena ada ulangan, alhasil mereka berempat tidak membolos pagi ini. Berbeda dengan murid lainya yang nampak tegang saat menghadapi ulangan. Davin, Rama, Adam dan Abi sangat santai seoalah tidak akan terjadi apa-apa nantinya. Abi yang sibuk bermain game di ponselnya menggerutu saat mendapati dirinya kalah. "Lah gila emang nih lawannya. Mainnya keroyokan, ah nggak asik." Rama yang duduk di sebelahnya hanya melirik Abi sekilas lalu sibuk dengan ponselnya. "Heh kalau nggak bisa maen nggak usah maen, main game aja baperan lo," ucap Adam yang duduk di belakangnya. "Yee serah gue dong gue yang ngegame kok lo yang sensi," cibir Abi tak mau kalah. "Heh kutu cacing lo kira suara lo yang dari tadi ngomel nggak ngebuat kita budeg apa. Berisik tau," sentak Adam tak suka. "Lah, kadas kecoa ngegas kalau ngomong. Santai dong." ucap Abi tak mau kalah. "Lagian lo udah nggak pinter kenapa nggak belajar malah main game, kalau nilai jelek nyalahin gurunya." ceramah Adam kesal pada Abi. "Percuma gue belajar Matematika dengan mati-matian tapi nilai gue selalu pas-pasan dan ujungnya gue remidial," ujarnya jujur. "Mangkannya lo tu belajar biar nggak remedial, ah susah bener kalau di bilangin." kini Adam kesal sendiri karena Abi masih ngeyel dengan sarannya. "Lo berdua pada bisa diem nggak. Berisik!" ucap Davin dingin dengan kepala yang di letakkan diatas meja dengan wajah menghadap ketembok dan matanya terpejam. Rama menoleh kearah Davin yang duduk di belakangnya lalu menatap dua sahabatnya yang tengah berdebat. "Lo berdua nggak usah debat sesama otak udang harus saling menghormati," ucap Rama santai lalu beralih menatap ponselnya. "Ck. Sepupu sama aja udah dingin omongannya pedes lagi," cibir Abi kepada Davin dan Rama. "Sekali lagi lo ngoceh, gue hajar lo pulang sekolah nanti," ucap Davin ketus dengan posisi yang sama tanpa menatap Abi. Adam yang mendengar itu pun tertawa tanpa suara. "Mampus" ucapnya dengan gerakan bibir. Wajah Abi seketika pucat akibat ancaman Davin. Karena dia tau jika cowok itu sudah kesal dia tak pernah main-main dengan ucapannya. Karena takut dia akhirnya memilih diam sambil menunggu Bu Wina memasuki kelas. 5 menit kemudian terdengar suara bel tanda berlangsungnya pelajaran dimulai. Davin mengangkat kepalanya malas setelah mendengar ucapan salam di depan pintu kelasnya. "Oke anak-anak sesuai janji saya kemarin hari ini kita ulangan, semua buku harap di masukan dalam tas. Yang hanya ada di meja hanyalah alat tulis. Tanpa alat penghitung," jelas Bu Wina di depan kelas. Tangannya sudah memegang soal ulangan. "Saya bagikan soalnya dan disini ada 5 soal yang akan kalian kerjakan. Untuk jawaban kalian bisa taroh di lembar kosong yang sudah ibu sediakan. Mengerti semua," "Mengerti, bu," Seruan para murid kompak sekali sama seperti suara anak TK. Davin melihat soal yang sudah berada di depannya. Meneliti satu persatu soal yang tertulis di kertas itu. Sudut bibirnya terangkat keatas. Lalu dia mulai menulis semua jawabanya di kertas kosong yang sudah tertera namanya di pojok atas. Adam yang melihat Davin yang dengan santainya menjawab semua soal itu dengan mudah, hanya bisa menatap dengan keheranan. Davin melangkahkan kakinya menuju meja guru saat semua soal sudah dia kerjakan. Mengumpulkan jawabanya dan mulai melengang pergi meninggalkan kelas. Bu Wina menerima kertas yang diberikan Davin dengan keheranan. Seisi kelas tak percaya melihat Davin sang Badboy sanggup menjawab semua soal itu. "Lah si Davin cepet banget kayak ngitung 1+1 aja," ucap Abi yang melihat Davin keluar kelas. Rama dan Adam pun keheranan melihat sahabatnya itu sudah keluar kelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN