Chapter 14

1191 Kata
Motor Davin sudah terparkir manis di pelataran rumah besar Reina. Cowok itu mengikuti gadis yang berjalan mendahuluinya. "Assalamualaikum, Nana yang manis pulang" teriak Reina setelah berhasil memasuki ruang tamu. Davin yang terkejud dengan suara Reina pun mendecak kesal. "Lo cewek nggak sopan kalau teriak gitu," ucapnya dingin. Reina menoleh dan langsung mengeluarkan cengiran kudanya. "Hehehe udah kebiasaan," "Lain kali jangan gitu walaupun dirumah sendiri." Reina hanya mengangguk mengerti dengan ucapan Davin. "Yuk lah keruang keluarga aja," ajaknya yang langsung di ikuti cowok itu. Reina melihat Beni yang sedang menonton film action dengan serius. nampaknya Beni belum mengetahui keberadaannya saat ini. Ide jailnya pun terlintas di pikirannya. Reina mengambil majalah yang terletak diatas nakas diruang keluarga dan melemparkannya tepat di kepala Beni. Beni kaget dan membalikan badannya. Menemui sosok Reina yang nyengir kuda dengan Davin disebelahnya yang hanya memandangnya dengan tatapan datar. "Adek terkutuk lo Na. bisa-bisanya abang lo sendiri lo timpuk pakek majalah. Sakit tau," tukas Beni kesal. "Abis Reina udah teriak di depan nggak ada yang nyaut sih. Kan kesel," "Lo itu nggak malu apa. Ada calon pacar kelakuan lo selalu aja diluar batas. Tuh Davin pasti ilfeel liat lo," ujar Beni asal jeplak. Davin mengkerutkan dahinya kemudian tersenyum tipis. "Ehh bodo amat lah Reina mau kekamar dulu," pamitnya kepada Beni. Reina langsung menuju tangga yang menghubungkan ke lantai dua. Letak kamarnya berada. Beni melirik Davin yang masih berdiri ditempatnya sedari tadi. Davin masih menatap datar Beni didepannya. "Lo ambeyen ya berdiri mulu dari tadi" ucapnya pada Davin. "Duduk sini," ajaknya. Davin mengangguk dan duduk di single sofa sebelah Beni. "Habis dari mana aja kalian?" Tanya Beni pada cowok di sebelahnya. Tatapannya mengintrogasi sekarang. Berbeda dengan Davin yang masih mempertahankan wajah tenang dan datarnya. "Belajar bareng," ucapnya santai. "Lo jangan macem-macem sama adek gue ya. Inget perjanjian waktu itu awas lo lupa." ancam Beni dengan wajah seriusnya. "Iya bang nggak akan lupa." Beni hanya menganggukan kepalanya. Tak beberapa lama terdengar suara langkah kaki yang menghampiri mereka. Sonya yang tengah berjalan kearah mereka pun terkejud akan adanya Davin. Davin tersenyum sebentar saat pandangannya bertemu sonya. "Loh bang ini siapa?" tanyanya pada Beni. Davin bangkit dari duduknya dan mencium punggung tangan Sonya. "Davin tante temannya Reina." jawabnya ramah. "Ohh temenya Reina, lah Reinanya kemana?" tanya Sonya yang tidak menemukan anak gadisnya. "Masih di kamar tante ganti baju." Sonya ber'oh'ria setelah mendapat penjelaskan dari Davin. Sonya melihat meja diruang itu yang kosong hanya ada setoples makanan ringan disana."Bang ini temennya adik nggak diambilin minum sih. Kamu kok tega banget gitu. Kan kasian Davin," omel Sonya pada putranya. Beni memutar bola matanya malas dan berdiri akan mengambil minum. Namun suara Davin terdengar menghentikan langkanya. "Nggak usah bang gue mau balik,kok," ucap Davin menghentikan kegiatan Beni. "Loh kok keburu balik aja sih. Nggak nunggu Reina dulu nih?" Tanya sonya menahan cowok itu untuk pergi. Davin tersenyum, "Nggak tante, saya mau pamit ada urusan mendadak," "Iya udah kalau gitu, lain kali main lagi kesini,ya," ucap Sonya. "Pasti tante, kalau begitu saya pamit dulu," ucapnya sambil mencium tangan Sonya. Kemudian melirik Beni yang masih berdiri, "Gue balik dulu bang," "Iya, hati-hati," ucap Beni singkat. "Assalamualaikum," ucap Davin sebelum pergi meninggalkan ruang keluarga. "Waalaikumsalam," Setelah kepergian Davin dari rumahnya Sonya dan Beni menonton film yang tadi ditonton Beni. Suara langkah kaki terdengar menuruni tangga. Reina sudah berganti baju santai sekarang dan melihat Beni yang masih melihat film dan juga Bundanya yang sudah ada disana. Mata Reina memicing mencari keberadaan Davin namun tidak ditemukan. Reina menghampiri kedua orang tersebut dan langsung duduk di sofa bersama Beni. "Lah bang, Davin kemana?" tanya Reina. "Pulang," jawab Beni singkat. "Kok nggak pamit ke aku?" "Emang lo siapanya minta di pamitin," ucap Beni ketus. Reina berdecak mendengar jawaban Beni. Dia melihat Bundanya yang sibuk dengan ponselnya. "Loh Bunda pulang sejak kapan?" tanyanya pada sang bunda. "Tadi pas ada temen kamu disini," jawab Sonya. "Bunda tau Davin?" sonya mengangguk sekilas masih asyik dengan ponsel ditanganya. Reina menatap bundanya sebal karena bundanya tidak merespon dengan serius. "Davin ganteng ya, Na. bunda jadi pengen jadiin mantu aja deh dia," ucap Sonya asal yang mebuat Reina melotot. Beni yang di sampingnya pun terkekeh melihat ekspresi adiknya. "Bunda apa'an sih, Reina masih kecil Bun, Bang Beni tuh Bunda suruh cepat cari pacar jomblo lama banget," "Lah Na kenapa gue yang kena," "Emang sih udah tua nggak laku-laku" ejek Reina dengan menjulurkan lidahnya. Beni langsung melingkarkan lengan kekarnya di leher Reina berpura pura mencekiknya dengan lengan kekarnya itu. "Dasar adik laknat," ujarnya. Reina hanya tertawa di balik lilitan lengan abangnya. Sonya yang melihat kedua anaknya itu pun hanya tersenyum. Ada saja hal yang akan kedua anak itu lakukan jika sudah berkumpul seperti ini. Yang akan menimbulkan masalah kecil yang akan menciptakan tawa. Bahkan sampai dengan aksi saling mengambek satu sama lain. Tapi hal itu tidak berlalu lama. Dan mereka akan kembali baikan. Memang begitulah keadaan keluarga Herlangga yang sangat harmonis dan kompak. *** Davin baru saja tiba di sebuah café milik Adam sahabatnya. Dia memarkirkan motornya di sebelah mobil Rama dan Abi yang sudah datang dahulu. Dia menarik pintu café tersebut dan mulai melangkahkan kaki kedalam. Mencari para sahabatnya berada. Davin menemukan mereka di pojok ruangan itu tempat favorit mereka kumpul. Dia menghampiri ketiga sahabatnya yang sudah berkumpul disana. "Dari mana aja lo, Vin?" Tanya Abi pada sahabatnya yang sudah duduk di sofa sebelahnya. "Ada urusan," jawab Davin cuek. "Paling juga habis les privat sama Reina," ujar Adam spontan. Davin tak membalas ucapan Adam dia memilih diam. Dia menyenderkan punggungnya di punggung sofa, matanya terpejam. Davin lelah hari ini. Setelah dia berkutat dengan rumus-rumus beberapa jam lalu yang membuat otaknya mendidih. Adam dan Abi hanya melirik Davin sekilas. Seolah tau kebiasaan cowok jutek itu saat otaknya mulai lelah berpikir. Mereka berdua melanjutkan acara makan mereka yang tertunda. Rama yang berada di depan Davin melihat wajah tegas cowok itu dengan intens. Davin adalah orang yang pandai menutupi kesedihannya. Namun rasa kehilangan dan bersalahnya membuat semua sifat asli seorang Davin berubah. Kejadian menyedihkan yang datang bertubi-tubi membuat cowok dengan manik coklat itu terpuruk. Merubah hidupnya dengan hal-hal yang bisa membuat dia melupakan masa lalunya. Rama tersenyum tipis. Dia berdoa agar sahabatnya yang tak lain adalah sepupunya akan segera melupakan kejadian menyedihkan itu. Lebih tepatnya mengiklhaskan semuanya. 'Gue yakin lo bisa'. Gumamnya dalam hati. "Ehh Ram, gimana nih buat acara kita mau buka usaha distro?" Tanya Abi di tengah makannya. "Gue ngikut aja," "Apa nggak pas kita mau lulus aja. Soalnya kalau kita bukanya pas kita kelas 11 kayak gini pikiran bakal pecah deh," timpal Adam. Rama mengangguk sambil mengkerutkan dahinya. "Bener juga sih, kita fokus buat sekolah aja dulu. Masalah usaha ntar aja kita omongin," ujar Rama pada kedua sahabatnya kecuali Davin karena cowok itu sedang tidur. Benar, mereka berempat memang sudah lama merencanakan akan membuka usaha Distro kecil-kecilan. Katanya Abi biar bisa nabung buat masa depan. Namun selalu urung karena keadaan mereka yang masih sibuk untuk sekolah belom lagi masalah ulangan dan tes soal-soal yang dadakan membuat mereka kelimpungan. Memang mereka berempat adalah Bad boy tapi mereka juga masih memikirkan masa depan. Kata bijak Abi yang perna diucapkan adalah, "Karena hasil keringat sendiri itu lebih nikmat dari keringat orang lain."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN