Bab 6

1139 Kata
"Kukira masalah kita sudah selesai. Tapi apa? Kamu diam-diam merencanakan ini semua!! Apa yang Kamu inginkan sebenarnya Arini?? Kamu butuh UANG?? Berapapun akan kubayar untuk membuatmu TUTUP MULUT!!" Arini tersenyum getir, ia sudah bisa menebak uang adalah solusi penyelesaian bagi orang-orang seperti Ervan. Kini tak ada lagi respect dari Arini untuk pria itu. "Begitukah Anda menilai saya, Tuan??" tanya Arini sinis. "Kau tak perlu menutupinya, Arini! bukankah Kamu memang membutuhkan uang untuk biaya study lanjutmu? Kamu tinggal sebutkan berapa aku pasti akan memberikannya.." ucap Ervan penuh keyakinan. Jika saja pria itu bukanlah Ervan, Arini pasti sudah menamparnya keras. Harga dirinya direndahkan serendah rendahnya, tapi Arini tak mampu untuk membalasnya. "Sebegitu takut kah Anda jika perbuatan b***t itu terbongkar? atau.. Anda ingin mengusir saya?? tak perlu khawatir, Tuan!! bisa saja saya pergi dari rumah saat ini juga, tapi apa yang akan saya katakan pada budhe dan nyonya Dewi?? Tak bisakah Anda menunggu sampai saya wisuda??!!" Ervan menghela nafas, ia bingung harus mengatakan apa lagi. Ervan hanya ingin meyakinkan Arini agar ia mau menerima uang kompensasi darinya. "Bukan begitu, Arini... Aku hanya tak ingin Alexa tahu dan tersakiti oleh perbuatan ku, itu saja," ucap Ervan lirih, tetapi berhasil membuat mata Arini membulat sempurna. "Anda pikir selama ini hanya Nyonya Alexa saja yang tersakiti karena hal ini?? JIKA SAYA TAK MEMPEDULIKAN AYAH DAN ADIK PEREMPUAN SAYA DI KAMPUNG, MALAM ITU JUGA SAYA SUDAH MENGAKHIRI HIDUP INI, TUAN!!!" Amarah Arini tak bisa dibendung lagi setelah mendengar kata-kata kejam Ervan. Air mata bahkan tak bisa keluar dari mata Arini, hanya kepedihan dan kesakitan yang ia rasakan saat ini. "Ma-af. Maafkan saya, saya memang kejam, tapi kumohon jangan pernah berfikiran untuk mengakhiri hidup!!" ucap Ervan cepat seraya menarik tubuh Arini ke dalam pelukannya. Ervan tak mengerti mengapa kata-kata bodoh selalu keluar dari mulutnya. Arini terisak dalam pelukan Ervan, ia tak peduli dengan air matanya yang membasahi setelan hijau yang dikenakan dokter kandungan itu. "Maafkan kecurigaan dan keegoisanku ini! aku berjanji tak akan menanyakannya lagi, Rin.." Arini mendorong tubuh Ervan menjauh dari dirinya. "Kita tak seharusnya seperti ini. Ingatlah Anda sudah mempunyai istri!! tolong jangan lagi mengusik hidup saya, saya sudah melupakan kejadian itu. Saya ingin hidup normal seperti sebelumnya." Arini menghapus air mata di wajahnya, ia menarik nafas berat lalu membuka pintu mobil. Salah satu kakinya sudah melangkah keluar ketika tiba-tiba kepalanya berputar hebat membuatnya sedikit terhuyung. "Kamu baik-baik saja?" tanya Ervan khawatir. "Jangan pedulikan saya!" Arini keluar lalu membanting pintu mobil. Ia sudah muak dengan Ervan. Arini tak peduli lagi dengan status Ervan sebagai anak majikan tempat ia menumpang hidup. Yang ia yakini pria itu adalah sosok yang telah menghancurkan masa depannya. *** Seminggu kemudian kediaman keluarga Adinata kembali ramai karena adanya acara syukuran atas kelahiran Sofia, putri kecil Ryan dan Martha. Tamu undangan yang sebagian besar orang-orang penting memenuhi rumah besar itu. Berhari-hari Marni dan Arini disibukkan dengan segala persiapan menjelang acara tersebut. Beruntung Dewi memesan katering pada hari H. Ia tak ingin Arini dan Marni sibuk di dapur, Dewi ingin kedua asistennya itu ikut menikmati kebahagiaan dalam acara tersebut. "Arini, sini!" panggil Dewi. Arini mendekat pada Dewi dan beberapa orang yang terlihat tengah berbincang seru, termasuk Ervan dan Alexa. "Iya, Nyonya.." Meskipun Arini hanya mengenakan gaun sederhana berwarna nude, tetapi sama sekali tak mengurangi kecantikan dan keanggunannya. "Kenalin ini dokter Dion, teman kuliah Ervan, sepertinya dia tertarik sama Kamu!" goda Dewi seraya mengerling genit pada Dion, pria bertubuh atletis dengan jambang tipis menghiasi wajah tampannya. "Tante!! emang boleh sejujur itu..." seloroh Dion membuat Arini tersenyum. Dion tampak seperti pria humoris. "Hai, saya Dion. Apa Kamu ga keberatan ngobrol sama saya?" tanya Dion ramah seraya mengulurkan tangan. Arini menyambutnya dengan ramah pula. "Saya Arini.." Selanjutnya Dion mengajak Arini berjalan jalan mencari udara segar di luar ruangan. Bagi Arini, Dion adalah pria menyenangkan, tapi status Dion yang merupakan dokter bedah membuat Arini harus membatasi diri. Meskipun Dion tertarik padanya, Arini yakin itu hanya ketertarikan untuk sebuah pertemanan. "Kamu sudah punya pacar?" tanya Dion tanpa basa basi. "Eh??" Arini membelalak. Dion tersenyum melihat ekspresi kaget Arini. "Saya orangnya to the point, ga suka basa basi. Jika tertarik dengan hubungan yang lebih serius, saya akan langsung menunjukkannya.." jelas Dion sambil tersenyum. "Saya--" "Arini! ambilkan cocktail lagi! sekarang!" Ervan mengangkat mangkok yang hampir kosong. Di satu sisi Arini merasa terganggu dengan perintah Ervan, jika hanya mengambil cocktail, mengapa harus meminta padanya?? tapi di sisi lain Arini juga bersyukur bisa menghindar dari pertanyaan Dion. "Sebentar, Dokter Dion! saya ke belakang ambil cocktail." Dion mengangguk mempersilakan Arini pergi, ia lantas menghampiri Ervan. "Lo emang perusak momen, Van!" ucap Dion kesal pada sahabatnya. Ervan tak bergeming, ia menenggak anggur dalam gelasnya. "Kenapa Lo ga pernah cerita tentang Arini? padahal di rumah Lo ada bidadari secantik dia! Lo sengaja menikmati buat Lo sendiri, ya..." Dion menyenggol bahu Ervan dengan lengannya. "Arini gadis baik-baik. Jangan Lo samain seperti cewek-cewek Lo sebelumnya!!" "Busyet!! Gini banget Lo, Van?! sejak kapan Lo peduli sama orang lain. Apalagi seorang cewek. Bukannya selama ini hanya Alexa satu-satunya manusia yang Lo anggap sebagai seorang wanita??!" Dion tertawa cekikikan. "Atau jangan-jangan Lo pernah naksir si Arini..." "Diem ga, Lo!! Sialan!!" Ervan mengangkat satu kakinya untuk menendang Dion, tapi Dion berhasil menghindar, masih dengan tawa renyahnya. "Hai!! lagi pada ngobrolin apa, nih??!!" Alexa muncul dengan tangan melingkar pada lengan kedua pria tersebut. "Hai Lexa!! kita lagi ngobrolin bidadari!!" seloroh Dion. Mata Ervan memelototi sahabatnya itu. Alexa pasti akan marah besar jika tahu yang tengah mereka bicarakan adalah Arini. "Bidadari?? Siapa??" tanya Alexa penasaran. "Tentu saja Kamu, Lexa!! tak ada wanita lain yang mampu mengimbangi pesona Kamu!!" puji Dion. Seketika Alexa tersipu. "Diooon!! Kamu emang rajanya ngegombal!! gimana si Arini? Kamu tertarik sama dia??" tanya Alexa lagi. Dion tersenyum dan melirik pada Ervan sehingga membuat Alexa bingung. "Gimana? kok malah liat Ervan?" tanya Alexa lagi. "Gue suka sih, tapi ga tahu dianya bagaimana? seseorang berkata bahwa Arini gadis baik-baik, dia hanya pantas dengan pria baik bukan playboy sepertiku!" Ervan memejamkan mata sambil menggertakkan giginya, ia benar-benar kesal pada Dion yang kini malah tertawa. "Tapi beberapa waktu yang lalu aku liat Arini nge date sama salah satu karyawan di rumah sakit tempat Ervan bekerja." Alexa mencoba mengingat kejadian saat ia bertemu Arini dan Rafi. "Waaah, sayang sekal! aku kalah cepat donk!!" sesal Dion. "Halah!! semua wanita sama! Arini pasti lebih milih Kamu! secara Kamu kaya dan populer di kalangan wanita!" ungkap Alexa penuh keyakinan. "Benarkah??!" mata Dion berkilat bahagia. Menit selanjutnya Ervan hanya menjadi pendengar bagi Alexa dan Dion yang berbincang seru tentang beberapa model yang naksir pada Dion, si dokter playboy. Beberapa saat kemudian Ervan merasa kandung kemihnya terasa penuh. Ia bergegas menuju toilet. Ketika Ervan melintasi dapur, samar-samar terdengar suara seseorang yang sedang muntaha. "Hoeek!! Hoeekk!!" Suara itu terdengar dari pintu sebuah kamar di samping dapur. Apakah itu suara dari kamar Arini? (Next➡)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN