Mulai Berubah

1189 Kata
Melihat wajah Rayyan yang polos dan sepertinya sangat membutuhkannya. Meisya pun tersenyum dan dia pun mendekati Rayyan yang kini berada didekat kakek Er. "Ray, nanti kita bisa bertemu lagi dan juga. Kamu bisa bermain dengan Abi sepuasnya, ya kan Abi?" Ucap Meisya. Dia melihat kearah Abian yang juga menganggukkan kepalanya sambil tersenyum kearah Abian. "Iya Ray, nanti kita bisa bertemu lagi. Oh ya, kamu sekolah dimana Ray? Aku sekolah di TK Pertiwi," ucap Abian yang sepertinya menginginkan jika, Rayyan bisa satu sekolah dengannya. Rayyan yang hanya mendapatkan pendidikan didalam rumah dan hanya memiliki teman pelayan, pengasuh dan juga neneknya, sehingga Rayyan tidak pernah memiliki teman seumuran dengannya dan sekarang, dia memiliki teman yang sangat baik dan juga calon ibu yang dia inginkan juga. "Aku … aku, aku sekolah di rumah kak Abi, tapi. Aku juga mau sekolah di sekolah kakak. Ehhmm … bolehkan kakek?" Tanya Rayyan sambil menatap kearah kakek Er. Kakek Er pun tersenyum dan dia pun langsung menganggukkan kepalanya, "Tentu saja bos kecil. Nanti kakek akan memberitahukan papa anda dan juga nyonya besar," ucap kakek Er, dia merasa sangat senang saat melihat Rayyan yang kini terlihat sangat bersemangat dan tentunya, dia akhirnya bisa menemukan orang yang cocok dengannya. Meisya pun tersenyum dan dia pun kembali memeluk Rayyan sebentar lalu melepaskannya. "Ray, Tante sama Abi mau pulang dulu. Kamu jangan nakal lagi ya! Dan jangan menyusahkan kakek Er. Jadilah anak yang baik, ya sayang!" Ucap Meisya. Dia pun tersenyum dan setelah itu mereka pun berpisah. Rayyan melambaikan tangannya dan mengikuti kakek Er dan Abian mengikuti Meisya dan dia juga membalas lambaikan tangannya Rayyan. Abian merasa senang karena dia bisa bertemu dengan teman baru yang langsung cocok dengannya . Setelah berpisah. Meisya pun masuk ke dalam mobil bersama Abian dan secepatnya, dia pun pergi menuju rumahnya. Disepanjang jalan. Meisya terus merasa aneh dengan hatinya. Pertemuannya dengan Rayyan membuatnya merasa ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Apalagi saat melihat wajahnya Rayyan. Senyumannya mirip dengannya dan saat melihat kearah Abian. Meisya merasa jika Abian tidak mirip dengannya atau pun Arya. "Ada apa denganku? Kenapa tiba-tiba saja, aku membandingkan putraku sendiri dengan anak orang lain? Sudahlah Meisya, jangan memikirkan hal-hal yang aneh lagi," ucap Meisya, dia pun tidak mau memikirkannya lagi. Tanpa terasa, dia pun sampai di depan rumahnya. Meisya pun mematikan mesin mobilnya dan keluar dari dalam mobil bersama Abian. Di tangannya, ada lima buah tas belanjaan yang sengaja dia beli untuk dia gunakan. Meisya sengaja menghabiskan uang karena dia juga bisa jauh lebih cantik dari wanita selingkuhannya Arya. Saat Meisya yang sudah memegang handle pintu, tiba-tiba pintu itu pun terbuka. Meisya pun merasa terkejut karena pria yang dia cintai selama ini telah berdiri tepat dihadapannya saat ini. Dengan wajah masam dan terlihat jika dia sedang marah kepadanya. Jika itu Meisya yang dahulu, mungkin dia akan mendekatinya dan langsung meminta maaf kepada Arya, bahkan akan terus memohon agar Arya mau memaafkannya. Tapi, sekarang? Dia bukanlah Meisya yang dahulu. Meisya yang menyerahkan seluruh cinta dan juga hidupnya untuk suami yang dia pikir adalah suami yang paling terbaik di dunia ini. Dengan ekspresi dingin Meisya pun hanya diam dan menatap tajam wajah suaminya yang kini masih menatapnya dengan tatapan aneh. Ya, bagaimana tidak aneh. Arya melihat Meisya dengan pakaian yang cocok dan wajahnya terlihat berbeda karena sapuan riasan tipis yang membuatnya terlihat jauh lebih cantik dari biasanya. "Kamu habis darimana?" Tanya Arya dengan nada suara ketus. Meisya hanya tersenyum dingin dan dia pun menjawab, "Mencari udara segar diluar. Bosan melihat pekerjaan rumah yang tiada habisnya. Ya sebenarnya pekerjaan itu, tidak cocok untukku. Karena, aku ini bukanlah pembantu di rumah ini, kecuali ada seseorang yang menganggap aku seperti itu," ucap Meisya. Dia pun melihat kearah putranya yang terus menguap. "Sayang, kamu sudah mengantuk ya?" Tanya Meisya sambil mengusap Lembut rambutnya Abian. "Iya ma, Abi sudah ngantuk," ucap Abian yang langsung memeluk Meisya. Dia tahu jika ayahnya akan memarahi ibunya lagi dan Abian sengaja melakukan hal itu, untuk membantu ibunya keluar dari masalahnya. Arya melirik kearah putranya dan perasaan kasihan pun datang meliputi hatinya. "Bawa Abi ke dalam, suruh dia tidur dan aku mau bicara dengan kamu," ucap Arya, dia pun membalikkan tubuhnya dan secepatnya dia masuk dan duduk di kursi ruang tamu. Meisya tidak menjawab apapun, dia pun segera masuk ke dalam kamar Abian dan langsung menguncinya. Setelah mengunci pintu. Air mata pun tidak bisa dia tahan lagi dan air mata itu pun langsung jatuh begitu saja. "Kenapa, kenapa dia semakin kejam saja kepadaku. Apakah aku benar-benar sudah tidak berharga lagi didalam hatinya?" Ucap Meisya sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya. Abian pun langsung memeluk tubuh ibunya. "Ma, jangan menangis. Mama masih memiliki Abi, Abi tahu kalau papa sudah jahat sama mama," ucap Abian. Dia tahu jika ayahnya sering memarahi ibunya dan dia juga pernah mendengar ayahnya menelpon seseorang dan dia terlihat sangat lembut kepada si penelpon bahkan dia juga mendengar jika ayahnya memanggil orang yang itu dengan panggilan 'sayang.' Meisya pun memeluk putranya dan air mata yang dia tahan agar putranya tidak melihatnya, kini tumpah begitu saja. Dia tidak sanggup lagi untuk menyembunyikan lagi. "Abi, mama minta maaf sayang. Mama minta maaf! Mama tidak bisa membuat papa kamu bisa bersama kita lagi, mama minta maaf! Hiks … hiks … hiks," ucap Meisya dalam isak tangisnya. Abian pun ikut menangis dan memeluk erat itu yg ibunya. Umur dia baru empat tahun tapi dia sudah secerdas anak berumur sepuluh tahun. Entah gen darimana, tapi dia tidak mewarisi gen ayah atau ibunya. "Mama, jangan menangis, Abi berjanji, jika Abi sudah besar nanti, Abi akan menjaga mama dengan baik dan tidak akan membiarkan papa, menyakiti mama lagi," ucap Abian sambil menangis didalam pelukan Meisya. Keduanya pun tenggelam dalam perasaan sedih dan juga kecewa terhadap satu orang yaitu Arya. Orang yang menyakiti hati istri dan anaknya. Dia sudah tidak memiliki akal sehat sama sekali dan sudah dibutakan oleh perasaan yang menurutnya adalah perasaan cinta terhadap wanita simpanannya yaitu Juwita. Arya pun menunggu Meisya di ruang tamu dan dia pun duduk sambil memijat dahinya. "Kenapa … kenapa dia? Kenapa dia keluar dengan pakaian dan dandanan semacam itu?" Umpat Arya, dia merasa sangat kesal karena Meisya tidak mendengarkan apa yang dia perintahkan. Arya pernah memberi perintah agar Meisya tidak boleh memakai pakaian ketat dan juga sangat terbuka, apalagi dengan riasan saat keluar rumah tanpa dirinya. Tapi hari ini, Meisya sudah melanggar perintahnya bahkan Meisya sudah menelantarkan dirinya dengan meninggalkan kondisi rumah yang berantakan dan tanpa ada masakan lezat yang sering dia siapkan untuknya. "Arrghhh … sialan! Dia benar-benar sudah tidak bisa diatur lagi! Apakah dia sudah bosan menjadi istriku!" Teriak Arya sambil menyandarkan kepalanya. Hatinya terasa kacau, entah mengapa. Dia merasa sangat kesal melihat Meisya yang terlihat sangat cantik dan dia pulang selarut ini. Pikiran buruk pun mulai menghantuinya, pikiran tentang banyak pria yang memandang Meisya dengan tatapan liarnya. "Sial! Aku tidak rela. Ya! Aku tidak rela jika ada pria lain yang berpikiran kotor tentang dirinya! Arghhh … Meisya, aku harus memberi kamu pelajaran! Ya pelajaran agar kamu tidak melakukan hal semacam itu lagi," ucap Arya. Dia pun langsung bangun dari tempat duduknya dan berjalan menuju kamar Abian. Karena Arya sudah tidak sabar lagi, dia tidak sabar lagi ingin bicara sepuasnya dengan Meisya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN