Sore hari.
Seorang pria yang sedang berbaring diatas tempat tidur pun, kini mulai membuka matanya.
Dia menggosok kedua matanya dan melihat kearah sekelilingnya. Dengan mata sayu dan pandangannya belum terlalu jelas, pria itu pun memfokuskan dirinya untuk melihat kearah jam dinding.
Saat dia melihat kesana, terlihat jika waktu sudah menunjukkan pukul lima sore hari.
Pria itu pun segera bangun dan duduk sambil menyenderkan tubuhnya di kepala ranjang.
"Hhhmm … sudah pukul lima saja, padahal aku merasa jika aku tertidur tadi tidaklah terlalu lama," ucap Arya. Dia tersenyum sendiri karena dia memang sudah sangat kelelahan, akibat dari percintaannya yang panas dan dia melakukan semalaman penuh bersama Juwita.
Arya pun menoleh kearah meja kecil yang berada tidak jauh dari tempat tidurnya. Dan disana, dia tidak melihat ada makanan apapun bahkan satu gelas air putih pun tidak ada.
Biasanya, Meisya selalu menaruh makanan ringan dan satu teko air putih lengkap dengan gelasnya.
Tapi kali ini, Arya tidak menemukan apapun disana.
Dengan perasaan kesal, Arya pun langsung mengumpat.
"Kenapa tidak ada apa-apa disini? Apakah dia sudah menjadi bodoh sekarang! Sudah jelek, sekarang dia juga jauh lebih bodoh dari sebelumnya! Arrghh … sungguh memuakkan kamu itu Meisya!" Umpat Arya dengan nada penuh amarah. Dia pun bangun dari tempat tidurnya dan saat dia melihat jika pintu lemari pakaiannya terbuka. Arya langsung mengerenyitkan dahinya, "Itu … itu kenapa lemari pakaian Meisya terbuka?" Ucap Arya, dia pun berjalan mendekati lemari pakaiannya karena dia takut jika ada pencuri yang masuk ke dalam kamarnya.
Tapi, saat Arya melihat ke dalam lemari. Dia melihat jika semua pakaian Meisya sudah tidak ada disana.
"Ini? Apa maksudnya dengan ini semua?" Ucap Arya, dia merasa sangat kebingungan.
Namun, Arya tidak peduli dengan itu semua. Dia sudah tidak menyukai Meisya. Jadi, dia tidak merasa bermasalah jika Meisya tidak mau satu kamar dengannya.
Malah, didalam pikirannya saat ini. Arya ingin membawa Juwita untuk tinggal bersamanya dan menyuruhnya untuk menggantikan Meisya yang tidur bersamanya.
"Hhhmm … jika seperti ini, aku ingin sekali membawanya kemari dan bisa memeluknya kapan pun yang aku inginkan. Oh sayang, sepertinya aku sudah merindukan kamu lagi," ucap Arya, dia pun tersenyum sendiri dan bayangan wajah Juwita yang sedang mengerang dengan suara-suara menggodanya terus melintas didalam pikirannya.
Namun, semua khayalan dan pikiran liar seorang Arya pun langsung menghilang karena rasa lapar yang dia rasakan kini semakin menyiksanya.
"Errr … aku sangat lapar sekali, tapi kenapa wanita bodoh itu tidak menyiapkan apapun disini? Bukankah tadi dia mengatakan akan membawakan aku makanan?" Ucap Arya, dia pun bangun dari tempat tidurnya dan berjalan keluar dari kamarnya.
Saat dia keluar dari kamarnya. Rumahnya terlihat sangat gelap dan biasanya, Meisya sudah menyalakan lampu jika sudah terlihat mulai gelap dari luar.
Sekali lagi, Arya mengumpat lagi.
"Sialan! Kemana dia? Bahkan lampu pun tidak dia nyalakan! Aarrghhh … wanita ini, benar-benar sudah sangat memuakkan saja!" Umpat Arya dan dia pun berjalan lagi hingga ke lantai bawah. Dia menyalakan seluruh lampu dan berjalan menuju dapur.
Namun, saat dia membuka lemari yang biasanya Meisya menyimpan makanan pun terlihat kosong.
Arya pun membanting pintu lemari itu dan api amarah pun langsung membakar hatinya saat ini juga.
"Sialan! Kenapa semuanya kosong! Kemana dia? Apakah dia sudah melupakan semua tugas-tugas nya, hah!" Teriak Arya dan dia pun langsung berjalan menuju kamar Abian dan dia melihat jika kamar Abian pun kosong.
Arya pun semakin marah dan terus berteriak.
"Sialan! Dia benar-benar tidak ada di rumah? Kemana perginya dia? Bisa-bisa nya meninggalkan aku dalam keadaan seperti ini!" Teriak Arya sambil menendang pintu kamar Abian. Setelah itu, dia pun mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Meisya.
***
Di dalam pusat perbelanjaan.
Meisya yang sedang duduk didepan tempat bermain sambil menatap putranya yang sedang tersenyum bahagia. Dia berlari kesana kemari sambil mencoba seluruh permainan yang ada di area bermain itu.
Meisya pun tersenyum saat melihat wajah putranya yang polos namun terlihat sangat bahagia.
Walaupun hatinya sedang terluka, tapi Meisya tetap berusaha tegar demi putranya dan dia tidak mau memperlihatkan wajah sedihnya didepan putranya itu.
Sambil menatap putranya. Meisya pun menitikkan air matanya. Namun, dia langsung menghapusnya agar putranya tidak melihatnya.
"Kalau bukan karena Abian, mungkin rasanya aku ingin mati saja. Tapi, aku tidak mau jika Abian diasuh oleh ibu tiri. Karena, ibu tiri tidak akan sebaik ibu kandung yang melahirkannya. Dia tidak akan memiliki kasih sayang yang sama seperti aku menyayanginya," gumam Meisya disela-sela dia menatap putranya yang masih tertawa gembira.
Meisya pun tersenyum diatas rasa perih didalam hatinya dan menguatkan hatinya untuk membulatkan tekadnya dalam misi balas dendam untuk Arya. Ya, Arya yang telah menyakitinya dan juga mengkhianati cintanya.
Sambil menghela nafas panjang, Meisya pun terus berpikir. Dia terus berpikir jika misi bala dendamnya berhasil. Apakah dia akan merasa puas dengan semua itu?
Jawaban dari perasaannya adalah tidak!
Karena dia tidak akan merasa puas sama sekali. Apalagi, suaminya pasti tidak akan pernah bisa memandang dia lagi, walaupun nanti dia akan berdandan secantik seperti dahulu..
Rasa percaya diri Meisya pun langsung berkurang, dikala dia membandingkan dirinya dengan wanita yang sedang dipuja oleh suaminya.
Memang, dari segi wajah dan fisiknya. Meisya jauh lebih baik darinya.
Tapi, dari cara manja dan sikapnya yang manis, Meisya pasti akan kalah telak olehnya.
Meisya pun langsung merasa rendah diri kembali. Dia tidak bisa menjadi seperti w************n seperti itu. Dia terbiasa menjadi wanita mandiri dan selalu ingin melihat semua orang yang dia cintai, merasa bahagia.
Meisya pun terus melamun dan pikirannya pun entah kemana tujuannya. Walaupun tubuhnya sedang berada disana tapi raganya sedang tidak ada disana.
Hingga, Meisya merasa sangat terkejut saat melihat ada anak kecil laki-laki yang seumuran dengannya, tiba-tiba berlari menghampirinya dan langsung memeluknya saat itu juga.
Meisya pun langsung terdiam sejenak saat menerima pelukan hangat dari anak laki-laki itu.
Tubuh anak laki-laki itu bergetar hebat dan dia terlihat sedang sangat ketakutan.
Meisya pun merasa sangat kasihan dan dia membalas pelukan anak laki-laki itu dan mengusap lembut kepalanya.
"Nak, kamu kenapa? Kenapa kamu terlihat sangat ketakutan?" Tanya Meisya dengan suara lembut. Dia mencoba untuk menenangkan anak laki-laki itu dengan penuh kasih sayang dan menganggap anak laki-laki itu adalah Abian, putranya.
Untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Anak laki-laki itu merasakan sebuah kehangatan dari seorang ibu dan rasa ketakutannya pun langsung menghilang dan berganti menjadi rasa aman dan juga sangatlah nyaman untuknya.
Anak laki-laki itu pun mengeratkan pelukannya dan menghirup aroma harum dari tubuh Meisya. Bukan aroma parfum atau yang lainnya. Tapi aroma seorang ibu yang selama ini dia inginkan.
Tanpa sengaja, anak laki-laki itu pun langsung berbicara dengan suara manja khas anak-anak seumurannya.
"Mama, mama jangan tinggalkan Ray! Ray merindukan mama!" Ucap anak laki-laki itu. Dia terus mengeratkan pelukannya tanpa mau melepaskannya sama sekali.
Meisya pun merasa sangat terkejut saat mendengar ada anak selain putranya telah memanggil dirinya dengan sebutan 'mama'.