LIMA PULUH : Set The Boundaries

1421 Kata
Kotak itu akhirnya ku buka, dan di dalamnya terdapat ‘hadiah’ lain  berupa tas Tory Burch dan parfum dari Le labo yang terkenal itu. Dan tentu saja si Santal 33 jadi pilihan banyak orang seperti halnya pada Chanel No5. Anne yang duduk disebelahku pun terkagum-kagum akan hadiah yang diberikan oleh si mantan klien yang entah kenapa menjadi gencar sekali memberikan ini-itu padahal aku juga tidak terlalu dekat dengannya.  “Wow... lihat semua hadiah itu.” Kata Anne yang mengambil tas yang sudah dibuka kotaknya dan keluar dari dust bag. “aku tidak bisa membayangkan berapa uang yang harus ia keluarkan untuk semua barang ini.” Tambah Anne. “Aku akan mengirimkan balik semua ini.” Ujarku. “Loh, kenapa?” Tanya Anne kebingungan. “Atas dasar apa ia memberikan ini padaku? Aku bahkan tidak berulang tahun.” Aku pun mengambil tas dari tangan Anne dan memasukkannya kembali ke dust bag, kemudian memasukkannya dalam kotak. Begitu pula dengan parfum yang ku masukkan lagi dalam kotaknya. Semua kini sudah ada di kotak kardus besar yang kembali ku taruh di bawah meja. Bahu Anne melorot, ia menatapku dan akhirnya mengedikkan bahunya tanda setuju dan tidak lagi peduli dengan keputusan apa yang akan aku ambil untuk semua barang pemberian dari Louis. Selesai dengan barang-barang yang besok akan ku kirimkan kembali ke alamat kantornya. Kami pun bergegas meninggalkan kantor yang sudah sepi karena semua orang sudah pulang kecuali satpam yang berjaga di depan. Kami menuju area parkir untuk naik mobil yang Anne kemudikan. Anne yang terlihat anggun seperti Mila, memiliki Ford Ranger yang selalui ia kemudikan ke mana-mana. Mobil yang biasanya mengangkut kami dan semua barang saat hendak pergi ke venue resepsi pernikahan.  Tidak ada yang menyangka kalau wanita satu ini sebenarnya sangat sangar dan jago beladiri. Ibarat kata, Mila yang biasa datang dengan blazee keluaran Chanel bisa menghajar Candra sampai babak belur bukan dengan kata-kata tapi dengan fisik. Aku tersenyum, kenapa aku malah teringat dua begundal yang kalau bertemu itu selalu bertengkar bagaikan kucing dan anjing meski sama-sama perhatian luar biasa. Mobil melaju menuju Target, whole market tempat menjual semua keperluan rumah tangga. Kami sudah sepakat untuk membeli hadiah untuk J di sana, tidak mahal, namun sangat berguna bukan hanya untuk J saja namun untuk tempatnya bekerja. Jangan sebut aku Bianca kalau aku tidak bisa membuat dan memikirkan hal-hal kejutan untuk seseorang dengan keajaiban kelakuanku. Mobil sudah terparkir di antara banyaknya mobil lain yang pasti memenuhi Target. Aku dan Anne buru-buru turun untuk berbelanja karena kami harus mengambil kue yang dipesan Anne di tempat Miguel.  “Aku tidak perneh bepikir untuk membelikannya barang-barang yang kau rekomedasikan. Tidak mahal, namun sangat berguna sekali.” Ujar Anne. “Karena kau bilang J tidak mau hadiah, maka kita beri barang-barang yang bukan tergolong hadiah untuknya.”  Anne tertawa. Kami segera berjalan ke lorong yang memuat barang-barang yang kami perlukan, kemudian cepat-cepat mengambil semua barang yang diperlukan dan pergi ke kasir untuk membayar semua barang yang ada di troli. Kami mengangkat semua barang dengan dua tangan yang penuh dengan belanjaan yang dibeli. Kami pun kembali ke parkiran dan pergi menuju tempat Miguel kali ini. Semua belanjaan kami taruh di belakang karena terlalu banyak barang yang kami beli. Hari masih terang karena saat musim semi, matahari lebih lama ingin tinggal dibandingkan musim dingin. Aku sudah membayangkan berbagai jenis kue-kue cantik dan lezat tertata rapi di etalase kaca yang akan membuat siapa saja tertarik untuk membelinya dan mencoba secepat mungkin. Mulai dari kue-kue manis sampai yang gurih sekali pun. Mungkin aku juga akan membeli beberapa untuk ku nikmati nanti di tempat J karena aku yakin kalau Anne juga hanya memesan satu slice kue dengan sebatang lilin karena Anne bilang J juga tidak terlalu suka makanan manis. Jam segini, toko J belum buka, dan kami bisa merayakan ulang tahunnya dengan lebih puas dan nyaman karena tidak akan mengganggu pekerjaannya dan bar miliknya. Mobil sampai di depan toko milik Miguel. Meski hari masih terang, namun lampu di dalam toko menyala terang. Beberapa orang, terutama perempuan terlihat sedang melihat etalase dan beberapa terlihat duduk di bagian dine in yang tersedia. Aku dan Anne pun masuk dan si kasir yang sudah biasa melihat kami karena sudah terlalu sering mondar-mandir untuk mencari Miguel. Kali ini ia melemparkan senyuman seakan ia menanyakan apakah ia perlu memanggilkan Miguel untuk kami atau tidak. Anne tersenyum dan menggeleng. “Aku hanya ingin membeli kue untuk temanku.” Kata Anne pada Joce si kasir sekaligus pramuniaga yang berjaga di sana. “Tentu, hari ini yang paling laris hari ini adalah pie dengan mascarpone dan buah.” Ujar Joce yang mengiring kami ke bagian etalase yang memuat pie mini yang terlihat cantik dengan  beragam buah di atasnya. “Setelah itu ada Pistachio cake dengan Raspberry dan Meringue.”  “Kalau untuk pria yang tidak terlalu menyukai manis, apa yang akan kau rekomendasikan untukku?” Tanya Anne lagi. Joce kembali berjalan menuju etalase yang dekat dengan kasir, “coffee cake dengan dark chocolate ganache dan hazelnut feuilletine. Rasanya tidak terlalu manis dan ada sedikit rasa pahit yang membuat cita rasanya menjadi kaya.” Jelas Joce. Aku jadi penasaran, berapa lama karyawan di sini di training untuk bisa menjelaskan semua jenis kue yang ada dan bisanya berganti sesuai musim dengan sangat lengkap dan sesuai dengan preferensi berbagai tamu yang datang dan meminta masukan. Tidak mudah menjelaskan semua bahan dengan sangat rinci berikut rasa dan after taste yang dimiliki suatu produk. Selain harus bisa mengingat komponen apa saja yang ada di dalamnya ia juga harus tahu mana kue yang mengandung dairy product, mana untuk yang vegetarian, dan mana yang tidak baik untuk penderita celiac. Bekerja di industri makanan bukan perkara yang mudah, apa lagi untuk target menengah ke atas. Setiap orang udah memiliki preferensi makanan yang mereka butuhkan. Salah sedikit bisa berabe urusannya. Selain membeli sepotong kue untuk J, Anne pun membeli mille feuille dan juga kue yang tadi di rekomendasikan oleh Joce. Aku pun membeli kue yang direkomendasikan oleh Joce masing-masing dua. Ada empat kue yang kini berada di dalam kotak take out yang kami bawa. Setelah selesai membayar semuanya, kami bergegas pergi meninggalkan toko Miguel dan menuju bar J yang berada lumayan jauh dari toko Miguel. Niatnya tadi aku hanya ingin membeli kue untuk diriku sendiri, namun ketika di sana, melihat berbagai macam kue yang ada, aku jadi ingin Rendi juga mencicipinya meski aku tidak ingin mengatakannya langsung padanya. Memang, perasaan itu sulit sekali dikendalikan. Niatnya ingin cuek selama beberapa saat sampai ia sadar kalau ia salah, namun tetap saja masih ada spot kasihan untuk Rendi karena bagaimana pun juga ia adalah orang yang sudah berstatus sebagai suami dan tentu saja aku peduli dengan suamiku ini. “Kau beli untuk suamimu juga?” Tanya Anne yang berada di sebelahku dan fokus pada jalan di depannya. “Iya.” Kataku pelan. “Ketika kita membeli sesuatu yang sangat enak, memang kadang kita teringat dengan orang terdekat dengan kita dan ingin rasanya mereka juga menyicipi makanan yang enak itu. Karena kalau hanya kita sendiri yang menyicipinya, rasanya ada yang kurang.”  “Kau benar. Meski belum tentu apa yang kita berikan akan dihargai.” Kataku. “Seperti apa yang akan kau lakukan pada Louis kalau begitu?” “Kalau itu berbeda. Aku tidak mau ia menyalah artikan tindakanku dengan menerima barang itu sebagai jalan untuk bisa... dekat. Aku sudah memiliki suami, Anne.” Aku menoleh dan memandang Anne. “Tapi dia tidak tahu kalau kau memiliki suami. Dia tidak salah, semua itu karean Zoe yang menyuruhmu untuk tak perlu mengatakan ke klien kalau kau sudah menikah dan memintamu untuk melepas cincin nikahmu itu. Aku tidak bisa menyalahkan Zoe juga, semua ini awalnya karena ada beberapa klien yang tidak menyukai pegawai yang sudah menikah dan mengenakan cincin mereka karena dianggap terlalu... noisy dan sok tahu. Aku tidak habis pikir pada pemikiran orang-orang kaya yang sangat mengkerdilkan sekali status seseorang padahal  mereka juga ingin melangsungkan pernikahan.” Aku tertawa kecil. Anne benar, semua ini, yang mungkin berawal dari kesalah pahaman mungkin saja karena status yang tidak jelas. Meski begitu, apa pun hal yang memicu datangnya kesalahpahaman yang terjadi, tidak ada yang bisa disalahkan. Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah membuat jarak yang jelas agar hubungan kami akan tetap sama hanya sebagai mantan klien dan staf yang bekerja untuk resepsinya yang gagal. “Sepertinya aku harus meminta Zoe untuk memperbolehkanku memakai cincin penikahanku lagi.” Kataku pada Anne. “Kau ingin agar Louis tak lagi memberikan perhatian ekstra untukmu?” Tanya Anne. “Begitulah.” “Semoga berhasil.” Anne pun tertawa kecil dan menatapku sekilas. -Continue-
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN