Chapter Five

1516 Kata
"Berapa lama lagi kita sampai di makam orang tuaku, Thom?" Tanya Khatrine ketika diperjalanan pulang, sembari menatap ke luar jendela dan mengingat kembali hal menyenangkan yang sudah ia lalui hari ini. Tadi setelah puas bermain banana boat, berlarian di pinggir pantai dan juga meminum es kelapa muda sambil menikmati angin laut, Thomas akhirnya mengajak Khatrine untuk pulang karena tidak ingin terlalu sore pergi ke makam orang tua Khatrine. Sebenarnya Khatrine merasa sedih liburan singkat itu berakhir. Hanya saja Thomas memaksa untuk pulang, pria itu juga bilang jika ia memiliki kepentingan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan sore nanti. Alhasil Khatrine harus mengikuti kemauan Thomas itu meskipun ia masih sangat ingin berada di tempat yang indah itu. Untungnya Thomas sudah berjanji akan mengajaknya berlibur lagi lain kali, itu juga yang membuat Khatrine mau ikut pulang. "Mungkin sekitar 35 menit lagi," Jawab Thomas, melirik sekilas pada Khatrine untuk memberikan senyum tipis. Tapi wanita itu langsung mengalihkan pandangannya. “Sepertinya masih lumayan lama,” Khatrine menguap pelan sebelum menoleh sejenak pada Thomas lalu merendahkan sandaran kursi. "Aku mengantuk. Dan aku ingin tidur sejenak." "Tidur saja. Aku akan membangunkanmu ketika kita sampai," Thomas mengusap pelan kepala Khatrine. Hanya saja wanita itu tak menyadarinya karena sudah benar-benar mengantuk. Sementara Thomas hanya tersenyum tipis. Membiarkan Khatrine tertidur, dan ia kembali melanjutkan perjalanan. *** "Khat, bangun." Tepukan pelan yang Khatrine rasakan pada pipinya, membuat wanita itu menggeliat dan membuka matanya. Ia sedikit terkejut saat melihat wajah Thmas berada di depannya, tapi setelah itu ia langsung bersikap biasa saja. "Kita sudah sampai?" Tanya Khatrine sambil menegakkan tubuhnya. "Iya...kita sudah sampai sekitar 20 menit yang lalu." Khatrine membelalak. "Kenapa tidak membangunkanku sejak tadi?" Ia mengeluarkan cermin dari dalam tas untuk memeriksa riasan wajahnya. Beruntung tidak ada yang harus ia perbaiki disana. "Kau tidur nyenyak sekali, Khat. Dan aku tidak tega membangunkanmu" Ucapan itu mungkin saja bisa membuat Khatrine tersentuh andai Thomas tak melanjutkan ucapannya yang terdengar menyebalkan bagi Khatrine. "Bahkan suara klakson mobil tak bisa membangunkanmu, Khat." "Sia*lan kau, Thom." Ucap Khatrine lalu turun dari mobil, sementara Thomas menyusul. "Kau ingin ikut denganku ke sana?" Tanya Khatrine ketika ia sudah berdiri bersebelahan dengan Thomas. "Tidak. Ini waktumu untuk mengunjungi orang tuamu, Khat. Aku tidak ingin mengganggu itu," Thomas mendorong punggung Khatrine pelan. "Aku akan menunggumu di sini." Khatrine mengangguk. Ia pun melangkah pelan menuju pusara kedua orang tuanya. Sampai disana, ia duduk diantara kedua orang tuanya. Ia mengusap pelan nisan di depannya, seolah-olah ia tengah mengusap wajah kedua orang tuanya. "Hai Mom, Dad. Aku datang lagi," Khatrine tersenyum tipis. "Tidak terasa ya, sudah 10 tahun kalian pergi. Kadang aku masih berharap semua ini mimpi," Ia terkekeh miris. "Tapi sayangnya, ketika aku membuka mata, kalian tetap tidak ada. Apa di sana enak, Mom, Dad?" Ia mengerjap, menahan air mata yang mulai berkumpul dikelopak matanya. Tapi seberapa kuat ia menahan air mata itu, nyatanya air mata itu tetap saja terjatuh. Ia segera menghapusnya, lalu melempar senyuman tipis pada Thomas yang berdiri jauh di depan sana. "Hari ini aku datang bersama Thomas. Dia baru saja mengajakku berlibur," Khatrine melambaikan tangan pada Thomas, yang dibalas lambaian pula oleh pria itu. "Dia juga mengajakku ke tempat terakhir kali kita berkumpul." Ia menghela nafas ketika sesak itu datang lagi. "Ternyata tempat itu tak terlalu menakutkan lagi. Bahkan lain kali Thomas berjanji akan mengajakku ke sana lagi. Bukankah dia benar-benar baik?" Ucap Khatrie. "Aku masih tidak mengerti kenapa ia masih bertahan sendiri sampai detik ini." Khatrine terkekeh pelan saat Thomas menatapnya dengan pandangan tanya. Ia menggeleng pelan, lalu kembali menatap nisan kedua orang tuanya. "Aku benar-benar merindukan kalian berdua." Ucap Khatrine pelan. Ia kemudian berdiri, menepuk belakang celananya yang sedikit kotor. "Aku pulang dulu, Mom, Dad. Aku akan kemari lagi lain kali." Khatrine berjalan kembali menghampiri Thomas. Ia tersenyum saat pria itu menepuk-nepuk puncak kepalanya. "Kau menangis lagi," Khatrine mengerdikan bahunya. "Ya begitulah." "Jangan terlalu banyak menangis, kau jelek jika menangis." "Thomas!" Khatrine melototkan matanya, ia lantas mengepalkan tangannya dan meninju lengan Thomas karena tidak terima dibilang jelek. Thomas meringis pelan sambil mengusap lengannya, tapi hal itu sama sekali tidak menghilangkan senyuman diwajahnya. "Langsung pulang?" Tanya Thomas. Ia sambil membukakan pintu mobil untuk Khatrine. Wanita itu masih cemberut, tapi tak menolak saat Thomas menyuruhnya masuk. "Langsung pulang saja. Aku ingin tidur." "Baiklah," Thomas menutup pintu mobil, lalu menyusul masuk ke mobil. **** "Kau tidak ingin mampir dulu?" Tanya Khatrine sambil menatap Thomas yang duduk didalam mobil. Thomas menggeleng. "Mungkin lain kali. Aku benar-benar harus pergi." "Oke. Hati-hati di jalan," Khatrine mundur selangkah, melambaikan tangan pada Thomas. "Bye, Khat." "Hm." Setelah mobil Thomas tak terlihat, Khatrine menghela nafasnya. Ia berbalik dan segera memasuki lift. Sambil menunggu lift berhenti, ia menyempatkan diri untuk mengecek ponselnya yang ia matikan sejak kemarin. Ketika ponselnya menyala, banyak notifikasi yang masuk. Diantaranya dari beberapa teman-temannya, managernya dan juga dari beberapa penggemarnya. Ia menghela nafas panjang saat tidak satu pun pesan dari Raveno. Khatrine terkekeh miris. Pria itu pasti tidak akan ingat untuk mengirim pesan pada Khatrine, sebab ia berada di urutan terakhir. "Dasar bodoh!" Gumam Khatrine pelan. Ia kemudian memilih untuk membuka pesan dari managernya. Sarah : Jangan lupa dengan acara lusa, Khat. Ah iya! Khatrine baru ingat jika lusa ia diundang ke pesta peresmian salah satu brand make up ternama. Ia merupakan model untuk brand make up itu, jadi tidak mungkin ia tidak datang. Tapi masalahnya, ia harus datang bersama siapa? Mendadak Khatrine merasa kesal sendiri memikirkan itu. Ia masuk ke apartemennya dengan langkah malas, meletakkan tasnya ke meja. Ia memilih untuk berbaring disofa sejenak dengan tangan menutupi wajah. "Haaah!" Khatrine menghela nafasnya. Ia benar-benar tidak menyukai keheningan yang ada di apartemen ini. Jika boleh jujur, ia lebih menyukai berada di luar apartemen, meskipun hanya duduk di cafe sambil menyaksikan mobil-mobil yang lewat, setidaknya disana tidak sehening yang ia rasakan di apartemen. Tak tahan dengan keheningan yang melanda, Khatrine pun memilih untuk bangun. Sepertinya sudah cukup ia beristirahat. Dan sekarang saatnya ia memcari gaun untuk acara lusa. *** "Hai, Austin!" Sapa Khatrine pada sekretaris Dimitri itu. Austin tersenyum datar. "Oh, hai. Kuberitahu, jika kedatanganmu untuk bertemu Dimitri, itu semua sia-sia. Karena Dimitri sedang tidak ada diruangannya saat ini." Khatrine memutar matanya malas. "Aku tahu. Dimitri sudah memberitahuku sebelum aku kesini," "Oh, begitu." "Ck! Ya sudah, aku akan menunggu di ruangan Dimitri." "Terserah kau saja." Ucap Austin tak peduli. Sementara Khatrine memilih untuk menunggu diruangan Dimitri. Ia duduk di sofa rungan itu sambil memainkan ponselnya. Tapi baru sepuluh menit berkutat dengan ponselnya, ia sudah merasa bosan. Ia meletakan ponselnya di atas meja, lalu memilih untuk berjalan-jalan diruangan Dimitri. Khatrine mendekati rak buku yang ada disana, membaca setiap judul buku tentang bisnis yang sama sekali tidak ia mengerti. Ia kemudian berjalan ke arah jendela, menatap matahari yang bersinar cerah sore itu--hal kedua yang ia sukai setelah pantai. Lelah berdiri, Khatrine memilih untuk duduk di kursi kerja Dimitri. Ia memutar-mutar kursi itu dengan kakinya, hingga kemudian pandangannya jatuh pada sebuah foto yang ada di atas meja Dimitri. Ia selalu penasaran dengan foto itu, karena tiap kali kesini, Dimitri pasti akan meletakan foto itu dilaci kerjanya. Dan sekarang tumben sekali pria itu tak meletakannya dilaci. Khatrine pun menatap foti itu lebih dekat. Ia mengernyit saat melihat foto itu. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah orang yang ada difoto itu adalah Olin? Wanita yang selama ini diceritakan Dimitri? Dan kalau tebakannya ini benar, Khatrine benar-benar tidak mengetahui Dimitri menyukai wanita sesederhana ini. Hell! Bagaimana bisa Dimitri mengabaikan Khatrine yang selama ini selalu berpenampilan modis? Sedangkan Olin, hanya dengan pakaian sederhana seperti itu saja, ia bisa membuat Dimitri tergila-gila. Wah! Benar-benar tidak bisa dipercaya. "Ekhem! Permisi." Suara deheman itu membuat Khatrine yang tadinya tengah menatapi foto itu jadi tersadar. Ia pun segera memutar kursi yang ia duduki. Ia mengernyit ketika melihat seorang wanita berdiri di seberang meja. "Siapa kau?" Tanya Khatrine, membuat kening wanita mengernyit. "Maaf, saya datang kesini karena CEO perusahaan ini yang menyuruh saya ke sini, beliau bilang ada yang ingin di bicarakan bersama saja." Khatrine menatap wanita di depannya itu dari atas ke bawah. Tunggu! Bukankah dia...Olin? Wanita yang ada difoto tadi! Walaupun penampilannya sudah lebih dewasa dan juga modis, Khatrine masih bisa mengenalinya. Mendapati dirinya yang terdiam, Khatrine pun segera berdehem. "Dia sedang tidak ada, jadi kau bisa bicarakan denganku." Ia tersenyum miring Wanita itu tersenyum manis. Dan Khatrine langsung tahu kenapa Dimitri bisa jatuh cinta dengan wanita itu. "Kalau begitu, lain kali saja saya kesini lagi. Permisi." Wanita segera berbalik, membuatnya jadi menabrak d**a bidang Dimitri yang dari tadi berdiri dibelakang wanita itu. Wah! Apakah sebentar lagi akan asa pertunjukan menakjubkan? Tentang seseorang pria yang akhirnya menemukan wanitanya? Mendadak Khatrine tersenyum geli membayangkannya. "Apa yang kau lakukan di sini, Khatrine?!" Ucapan penuh tekanan yang diucapkan Dimitri itu membuat Khatrine tersadar. Ia mengangkat sedikit alisnya ketika melihat Dimitri mendelik padanya. Khatrine baru akan membuka mulutnya untuk menjawab, tapi tidak jadi ketika Dimitri mengalihkan pandangannya pada wanita didepannya tadi. Dari tempatnya, Khatrine bisa melihat jika mereka berdua sama-sama terkejut. Hingga entah kenapa wanita tadi tiba-tiba saja berlari ketika Dimitri menyentuh bahunya. Sontak saja Dimitri langsung mengerjar wanita tadi. Meninggalkan Khatrine yang saat ini hanya bisa mendengus kesal. Ya ampun! Ia ditinggalkan lagi!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN