Hari masih sangat pagi saat bibik c*m bangun lebih pagi , karena pagi ini dia akan membuat kue pesenam Luci, anak majikannya, saat tiba-tiba pandangan bibik c*m malah teralihkan ke layar televisi yang sedang menyala dan di sana tampak seseorang tengah duduk santai. Bibik c*m hanya melihat kepala orang itu tapi bibik juga yakin jika itu adalah majikannya, Teo Mervino, karena semalam saat bibik akan tidur , bibik juga melihat laki-laki tua yang terlihat sangat kesepian itu di sofa yang sama dan hanya duduk memperhatikan layar televisi di depannya.
"Tuan sudah bangun sepagi ini? Atau dari semalam Tuan malah tidak tidur?" Sapa bibik ramah saat memastikan laki-laki itu dari duduknya, dan ternyata Teo benar-benar masih terjaga.
"Ah ya. Belakangan ini aku kesulitan untuk tidur. Jadi ya, aku hanya nonton TV sambil mengecek beberapa pekerjaan kantor!" Jawab Teo Mervino yang hanya menoleh sebentar ke bibik lalu kembali memfokuskan pandangannya ke arah layar televisi.
"Jangan terus terusan di turuti , Tuan. Itu tidak baik untuk kesehatan Tuan." Ucap bibik lagi dan Teo hanya mengangguk dengan bahu yang terangkat sembari menghela napas dengan sangat kasar. Boro-boro dia akan beranjak dari tempat duduknya, dia justru mengangkat kakinya untuk naik di sofa lalu menjatuhkan tubuhnya di siku sofa dengan berbantalkan bantal sofa.
"Aku akan baik-baik saja Bik, kau tak perlu khawatir berlebihan!" Jawab Teo setelahnya dan kali ini bibik yang justru terlihat menghela nafas.
"Jika Non Luci tahu ini, dia pasti akan memarahi Tuan. Dan bibik pasti akan kena imbasnya juga dimarahi sama dia." Jawab bibik lagi saat laki-laki tua itu justru meminta untuk tidak dikhawatirkan. Mereka Teo dan bibik, sang asisten rumah tangga itu sudah sama-sama tua. Bibik dan suaminya sudah bekerja pada keluarga Teo Mervino sejak Luci masih sangat kecil.
Semenjak istri Teo Mervino meninggal lima belas tahun lalu, rumah itu tampak sedikit mendung, tak ada tawa yang tercipta di rumah itu, tapi itu tidak berlangsung lama, hanya sekitar empat atau lima tahun saja, dan keceriaan Teo kembali tercipta di rumah itu saat putra pertama Luci Mervino lahir.
Teo Mervino merasa hidup kembali karena cucunya, hari-harinya terlihat semakin ceria dan bibik percaya keceriaan itu ditularkan oleh cucunya, secara Teo Mervino hanya memiliki satu orang putri, dan sudah lama memimpikan sosok anak laki-laki dan semua itu akhirnya terwujud dengan hadirnya sosok cucu laki-laki dari satu-satunya putri yang dia miliki. Daniel Fabiano. Namun sejak Luci ikut tinggal di rumah suaminya tiga tahun lalu, rumah besar itu kembali terlihat sepi dan keceriaan itu meninggalkan Teo Mervino, meski tidak sepenuhnya dia kehilangan ke kebahagiaan itu, karena sesekali Luci dan ketiga anaknya juga menginap di rumah ayahnya namun tetap saja itu tidak akan cukup untuk mengganti rasa kesepian yang Teo Mervino rasakan selama ini.
"Jangan terlalu didengerin, Bik. Dia emang sama sama Mamanya, hobinya ngomel-ngomel." Teo Mervino terkekeh saat menyadari persamaan antara istrinya dan putrinya.
"Ya, nggak bisa gitu juga, Tuan! Bagaimanapun Non Luci itu tidak mau Tuan sampai sakit." Tolak bibik sekenanya, sembari membersihkan beberapa toples cemilan kosong di meja sofa untuk kembali di isi, tapi Teo hanya diam tak begitu menanggapi ucapan sang bibik.
"Tuan seharusnya mengikuti saran Non Luci untuk menikah lagi, dengan begitu Tuan ada yang menemani biar gak sepi!" Ucap bibik lagi saat bangkit dari berjongkoknya usai merapikan toples di meja sofa.
"Jangan ikut-ikutan kayak Luci, Bik. Dia cuma gak mau membagi putranya untuk aku bawa tinggal di sini, makanya dia nyuruh aku nikah lagi!" Tolak Teo Mervino sembari menghela nafas, dan bibik berlalu ke dapur, membuat kopi juga membawa dua toples cemilan lain untuk teman ngopi majikannya.
"Tuan itu masih cukup tampan dan sehat untuk ukuran laki-laki yang sudah memiliki cucu, dan tidak ada salahnya jika Tuan menikah lagi." Ucap bibik , asisten rumah tangganya saat kembali menyajikan secangkir kopi untuk Teo Mervino. Laki-laki tampan yang sudah menduda lama dan terlihat sangat kesepian.
"Apa kau pikir masih ada yang mau menikah dengan laki-laki tua seperti ku, Bik?" Balas Teo terkekeh, bangkit dari rebahnya, menerima gelas kopinya untuk dia hirup aroma hangat kopi tersebut, dan bibik langsung terlihat membuang nafas, karena Teo selalu membuat alasan yang sama setiap kali dibahas tentang sebuah pernikahan dan bibik sudah hafal di luar kepala asalan tuannya.
"Pasti ada jika Tuan ingin." Jawab bibik singkat dan Teo Mervino hanya terlihat membagi senyum di sela-sela aktifitas meniup kopinya. "Tuan adalah orang baik, dan Bibik yakin yang kuasa pasti menyisakan satu jodoh untuk Tuan lagi. Tuan hanya perlu sedikit berusaha mencarinya. Jangan hanya berdiam diri di rumah dan menyibukkan diri dengan pekerjaan Tuan. Bagaimanapun Tuan berhak memiliki pendamping yang akan menemani Tuan di hari tua. Bibik tahu jika Non Luci juga keluarganya akan selalu ada untuk Tuan, tapi akan beda konsepnya jika Tuan didampingi dan ditemani oleh seorang istri melewati hari-hari itu. Dan apa Tuan tidak ingin merasakan kehangatan di kala malam, tidak hanya sendiri, bersembunyi di balik selimut dan bantal guling Tuan?" Ucap bibik mencoba memprovokasi pikiran sang majikan.
"Sudahlah Bik, aku sedang tidak ingin membahas masalah ini. Jadi stop ikut memprovokasiku dengan yang namanya pernikahan." Tolak Teo mentah-mentah karena ini adalah kali kesekian wanita itu menyarankan pada Teo untuk menikah lagi.
"Tuan. Bibik sudah tua, dan kami tidak bisa menjamin berapa lama kami akan bisa melayani Tuan seperti ini. Hanya saja, harapan Bibik, saat kami sudah tidak lagi bisa menemani Tuan, ada orang lain yang akan menemani Tuan dengan segenap ketulusan hati. Ada orang lain yang akan menjaga dan memperhatikan kesehatan Tuan selain Non Luci." Ucap bibik lagi dan kali ni untuk yang kesekian kalinya Teo kembali memikirkan ucapan bibik yang satu ini.
Sungguh, bukan Teo tidak ingin kembali menikah , hanya saja itu tidak semudah ketika lidah berucap, itu tidak semudah yang mereka pikirkan. Teo ingin, sangat ingin memiliki istri lagi, hanya saja sampai saat ini tak satupun wanita yang Teo dekati bersedia menikah dengannya. Terakhir Teo di tolak secara halus oleh seorang janda tidak jauh dari rumahnya. Janda anak dua yang masih cukup muda, yang hampir enam bulan Teo dekati, tapi belum apa-apa wanita itu malah mengatakan akan menikah lagi, dan ternyata wanita itu benar-benar menikah dua hari setelah mengatakan itu pada Teo. Sial bukan? Bagaimana Teo gak putus asa coba.
"Akan aku pertimbangkan. Tapi mungkin tidak dalam waktu dekat ini." Jawab Teo skak mat, agar bibik atau putrinya tidak membahas perkara itu lagi.
"Jangan cuma mempertimbangkannya saja Tuan, tapi Tuan benar-benar harus mendapatkan jodoh itu sebelum kami benar-benar tidak lagi bisa membantu dan menemani Tuan di rumah ini." Balas bibik dan Teo langsung mengangguk sembari menyeruput kopi hitamnya dan bibik kembali ke dapur, menyiapkan sarapan pagi untuk Teo, lalu membuat kue rempeyek pesanan Luci dan ibu mertua Luci.
Hari sudah beranjak siang saat Luci dan ketiga anaknya di temani David datang berkunjung, sekaligus mengambil kue rempeyek pesanan ibu mertuanya.
Teo sedang membaca koran di halaman belakang rumahnya, saat Luci dan putranya datang.
"Oppa. Oppa. Daniel datang!" Seru bocah tampan yang kini genap sembilan tahun yang sudah semakin tinggi dan tampan. Berlari dan langsung memeluk punggung kakeknya, Teo.
"Oh. Oh, dia semakin gembul." Teo justru mengambil alih putra kedua Luci untuk duduk di pangkuannya dengan Daniel yang di punggungnya.
"Dia makan banyak , Oppa. Dia sekarang suka ngabisin makanan Daniel juga lho Oppa!" Daniel justru mengadukan adiknya yang belakangan ini sedang mengalami napsu makan berlebih, setelah beberapa hari demam dan kesulitan untuk makan.
"Oh apa itu benar?" Teo pura-pura terkejut.
"Tidak Oppa. Kak Daniel bohong!" Tolak bocah umur dua tahun lebih itu.
"Bohong. Kalo Oppa gak percaya, tanya aja ama Mommy." Tolak Daniel lagi tapi Teo hanya mengangguk tidak begitu menanggapi tapi semenit berikut Teo langsung mengambil ponselnya, mencari aplikasi khusus untuk memesan makanan kesukaan kedua jagoannya. Ayam goreng tepung. Teo juga memesan tiga box eskrim tiga varian rasa untuk cemilan mereka selama para cucunya berada di rumahnya.
Saat Teo terlihat asik dengan ketiga cucunya, Luci pilih membantu bibik di dapur sementara David hanya duduk dengan gawai di tangannya. Hari ini hari Minggu, mereka sama-sama tidak bekerja, dan semalam sengaja menelpon bibik untuk membuatkannya rempeyek kacang dan teri.
" Bik. Apa Papa masih galau karena di tinggal nikah sama janda incarannya?" Tanya Luci sedikit berbisik pada bibik asisten rumah tangganya, saat Luci menghampiri bibik di dapur.
"Ya. Begitulah. Beberapa hari ini, dia masih terlihat murung. Mungkin itu yang membuatnya tak bernapsu makan belakangan ini!" Jawab bibik apa adanya.
"Ais. Kek gak da wanita lain aja. Lagian ni ya, Luci gak setuju jika Papa beneran jadi ma tu janda." Balas Luci sembari menghela napas.
"Gitu-gitu Tuan, dah pedekate ma tu janda lama lho, Non. Kasian tuan, baru aja niat pengen nikah lagi, tapi malah di tinggal nikah sama tu orang." Balas bibik lagi.
"Ya juga sih." Timpal Luci saat mengingat perubahan ayahnya beberapa bulan ini.
"Tuan tu kesepian, Non, keliatan banget kalo dah di rumah bawaannya melamun terus. Makanya, biarkan Daniel nginep beberapa hari dulu di sini, untuk mengusir, rasa sepi Tuan!" Bibik memohon pada ibu anak tiga itu untuk membiarkan putra sulungnya menginap sehari atau dua hari.
"Ya. Hari ini sampai lusa Daniel akan menginap di sini. Karena dia libur sekolah." Jawab Luci pada akhirnya karena ternyata sama seperti bibik, Luci juga merasa kasian, melihat bagaimana rasa kesepian sang ayah.
***
Sejak kunjungan terakhir Teo Mervino hari itu, Evan jadi lebih banyak diam, diam memikirkan kehidupan putrinya. Keyla sudah cukup sukses berkarir di dunia model nya, jadi Evan tidak begitu khawatir tapi Fera dan Galuh masih belum mandiri dan sekarang dua putrinya malah tinggal terpisah.
Pagi itu entah pagi yang ke berapa, tiba-tiba Evan menghungi kuasa hukumnya, lalu meminta kuasa hukumnya untuk menghubungi ketiga putrinya, juga meminta ketiga putrinya untuk datang ke rumah tahanan menemui Evan karena ada hal penting yang harus mereka bicarakan secara kekeluargaan, dan pagi itu ketiga putrinya benar-benar datang dan menemui Evan di ruang khusus pengunjung.
Seperti biasanya, ketiga gadis itu tampak menghormati ayahnya, bersalaman dan memeluk ayahnya secara bergiliran.
"Apa Papa baik-baik saja di sini?" Tanya Galuh lebih dulu saat gadis cantik itu memeluk tubuh tegap ayahnya dengan air mata yang tidak pernah bisa dia tahan untuk tidak keluar saat melihat sang ayah dengan baju tahanan.
"Seperti yang kau lihat. Papa baik-baik saja meskipun tidak sebaik saat kita saling memeluk ketika di rumah!" Jawab Evan apa adanya lalu meminta Galuh untuk duduk di kursi yang ada di ruangan itu.
"Galuh merindukan Papa. Sangat merindukan Papa!" Kembali Galuh memeluk punggung ayahnya saat Galuh duduk di kursi sebelah Evan.
"Papa juga. Tapi percayalah, ini tidak akan lama lagi. Tidak lama lagi kita akan bisa berkumpul seperti biasanya." Ucap Evan sembari mengusap lembut rambut kepala putrinya. Anak bungsu memang selalu mendapatkan tempat lebih special di hati orang tuanya, namun bukan berarti anak sulung dan anak-anak yang lain tidak mendapatkan tempat special itu, tidak. Para orang tua juga menyayangi anak-anaknya yang lain, sama seperti anak bungsunya.
Anak pertama akan memberi kesan tangguh pada kedua orang tuanya karena anak pertama lah yang mengajarkan pada mereka, pasang orang tua baru bagaimana mereka harus menyikapi, bersabar dan mempelajari semua hal untuk menjadi orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya. Anak pertama juga yang membuat kedua orang tua itu merasakan pertama kali menjadi sosok tangguh dan merasa paling spesial untuk anaknya karena semua keperluan anaknya akan bergantung padanya. Anak pertama adalah cinta pertama kedua orang tuanya, tapi anak terakhir adalah cinta terakhir bagi mereka dan biasanya para orang tua melimpah segala rasanya pada anak terakhirnya, lalu bagaimana dengan anak kedua atau ketiga? Biasanya mereka mendapatkan tempat special yang paling istimewa, karena saat mereka terlahir, para orang tua sudah tidak terlalu khawatir, mereka sudah punya bekal untuk menjadi orang tua, bekal yang mereka dapatkan dari kesabarannya mendidik anak pertamanya, maka biasanya anak kedua atau ketiga akan cenderung lebih mandiri, dan lebih kompeten dalam segala aspek.
Ketiga gadis itu sudah tau putusan hakim atas kasus ayah mereka, jadi Evan tidak perlu menjelaskan hal itu lagi.
"Jadi ada hal penting apa yang ingin Papa sampaikan pada kami. Keyla masih ada jadwal pemotretan, jadi cepatlah Pa, jangan membuang waktu ku di tempat ini!" Keyla memotong momen kangen-kangenan ayahnya dengan adik buntutnya, dan Evan hanya kembali tersenyum menanggapi ucapan putri sulungnya itu.
Hampir satu tahun Evan berada di rumah tahanan, dan ini adalah kali pertama Keyla mengunjunginya , dan itupun atas desakan pengacara ayahnya. Popularitas Keyla di dunia model tidak begitu mengalami masalah dengan apa yang terjadi dengan Evan ayahnya. Secara selama ini Keyla menyembunyikan statusnya pada publik jika dia adalah putri tertua Evan Mehdi. Sementara Fera, Fera tipe anak yang dingin dan cuek. Dia tidak begitu peduli dengan apa yang terjadi dengan ayahnya, dia menjalani hidup bebas, karena sebelum Evan, ayahnya terjerat kasus tersebut, Fera memang sudah biasa hidup di luar rumah , pergaulan luas dan teman-temannya tidak begitu peduli dengan apa yang saat ini menimpa keluarganya. Tapi tidak untuk Galuh sendiri. Putri bungsu Evan itu adalah anak paling manja, dan masih bergantung penuh pada orang tuanya. Dia adalah anak yang kata kedua kakak perempuannya adalah anak emas yang paling di manja, meksipun tidak seperti itu kenyataannya, dan Galuh juga anak yang paling lemah, tapi juga penurut pada kedua orang tuanya, dan mungkin itulah yang membuat Evan dan istrinya lebih cenderung mengistimewakan gadis itu.
"Kalian tentu tau jika sebelumnya Papa di ancam hukuman mati atau kurungan seumur hidup kan, dan Papa mengajukan banding sampai tiga kali hingga akhirnya Papa mendapatkan hukuman dua tahun kurungan setelah membayar kerugian perusahaan juga dendanya, dan apa kalian tau siapa yang membantu Papa melakukan ini? Membantu Papa menyelesaikan masalah ini dengan segala keikhlasan saat semua kerabat Papa meninggalkan Papa dengan masalah ini?" Ucap Evan menceritakan apa yang selama ini dia lalui selama berada dalam sel tahanan.
"Namanya Teo. Teo Mervino, dan Papa yakin kau tau siapa orangnya, Keyla, karena beberapa kali kau sempat bertemu Teo di perusahaan Papa." Ucap Evan yang baru saja membahas Teo Mervino , orang yang telah membantunya dari jerat hukuman mati, juga menyelamatkan salah satu aset kekayaannya berupa rumah, tempat tinggal mereka.
"Ya. Keyla ingat. Om Teo yang rambutnya hampir putih semua itu kan? Emang kenapa dengan Om Pio, eh siapa tadi lupa, Om Teo!" Ucap Keyla saat mengingat jika beberapa kali dia memang bertemu dengan orang yang ayahnya pernah kenalkan dengan nama Teo Mervino.
"Kerugian perusahaan beserta denda dari kerugian itu, Teo yang menyelesaikannya. Ya. Tujuh puluh persen dari nominal denda dan ganti rugi itu Teo Mervino yang membayarnya, dan sekarang Papa merasa sangat berhutang padanya." Jawab Evan sambil menundukkan wajahnya di hadapan ketiga putrinya, dan Kayla terlihat menghela napas dalam diam.
"Lalu apa? Apa Papa ingin mengatakan jika kami harus mengganti semua itu dengan berhutang? Oh ayolah Papa, itu terdengar sangat konyol. Kami tidak pernah melakukan kesalahan yang Papa perbuat, kenapa kami malah harus ikut menanggung resiko dari perbuatan Papa!" Timpal Kayla karena berpikir jika Evan, ayahnya akan memintanya untuk mengganti semua yang telah Teo lakukan untuk ayahnya .
"Tidak. Tidak seperti itu, Kayla. Papa tidak akan meminta kalian untuk mengembalikan semua yang telah Teo berikan dan lakukan untuk Papa, tidak seperti itu!" Jawab Evan dengan sangat rapuh. Teo mengatakan ikhlas membantunya , dan Teo juga tidak pernah meminta apa yang sudah dia keluarkan untuk Evan dikembalikan . Tidak pernah.
"Lalu apa? Apa?" Kutip Kayla lagi. Hanya Kayla yang dari tadi terus berbicara dengan Evan, sementara Fera dan Galuh hanya mendengar apa yang akan kira-kira ayahnya ucapkan tentang sosok Teo Mervino.
"Teo Mervino adalah sosok laki-laki dewasa, baik dan bertanggung jawab. Papa sudah mengenal dia sejak kami sama-sama mengenyam pendidikan di luar negeri. Dia bukan tipe laki-laki yang kaya raya, atau juga billionare, dia hanya laki-laki sederhana dengan segala kebaikan dan ketulusannya. Dia ayah dari satu orang putri dan dia sudah menduda lebih dari lima belas tahun setelah insiden kecelakaan naas yang merenggut nyawa istrinya." Jelas Evan mencoba memperkenalkan sosok Teo Mervino pada ketiga putrinya itu. "Papa belum pernah menemukan sosok laki-laki seperti dia selama ini, dan Papa akan sangat bangga jika salah satu dari kalian bisa mengenal dia lebih dekat dan lebih baik." Sambung Evan lagi dengan sedikit senyum yang ikut terbit dari bingkai wajah teduhnya saat mengingat bagaimana seorang Teo dulu ketika mereka masih muda hingga saat ini.
"Apa maksud Papa? Apa Papa ingin mengatakan jika kami harus,,,!" Kayla menjeda kalimatnya karena otak Kayla langsung berpikir jika sebenarnya Evan, ayahnya sedang berencana menawarkan salah satu dari mereka untuk di berikan pada laki-laki itu, sebagai jaminan hutang ayahnya.
"Kayla. Dengar dulu penjelasan Papa. Papa hanya ingin segala yang terbaik untuk kalian , dan jika salah satu dari kalian bisa memiliki Teo Mervino, Papa akan sangat bersyukur karena itu artinya salah satu putri Papa bisa mendapatkan kesempatan untuk menjadi pendamping dari laki-laki yang paling baik yang pernah Papa kenal seumur hidup Papa." Jelas Evan yang sudah langsung memberikan kesimpulan positif pada ketiga putrinya, bahwasanya Evan memang berencana menawarkan mereka pada Teo Mervino untuk di nikahi.
"Jadi Papa ingin kami menikah dengan laki-laki tua itu, guna menggantikan semua yang laki-laki tua itu keluarkan untuk Papa? Apa ini artinya Papa menjual kami pada laki-laki tua itu dengan kedok ingin menikahkan kami dengan dia? Tidak. Keyla tidak mau!" Tolak Kayla langsung saat menyimpulkan demikian.
"Kayla. Bukan seperti itu juga, sayang. Papa tidak bermaksud untuk menjual kalian pada Teo. Tidak seperti itu. Papa hanya ingin,,,"
"Al lah. Kayla sudah tau kemana arah pembicaraan Papa." Potong Kayla sebelum Evan selesai dengan kata yang ingin dia ucapkan.
"Bukan seperti itu, Keyla. Teo sudah melakukan banyak hal untuk Papa, dan Papa hanya merasa berhutang budi padanya, meskipun dia tidak pernah menganggap apa yang telah dia lakukan untuk Papa itu sebagai hutang Papa, tapi hanya Papa yang merasa demikian. Hanya Papa!" Tolak Evan sambil menggenggam dadanya sendiri, tapi Kayla masih terlihat tidak terima dengan apa yang sedang ayahnya coba jelaskan.
"Papa tidak punya pilihan lain, selain meminta bantuan kalian. Papa meminta kerelaan kalian untuk bersedia menikah dengan Teo agar Papa bisa tenang di sini saat kalian jauh dari Papa. Hanya ini yang bisa Papa tawarkan untuk membalas segala kebaikan Teo, dan Papa yakin dia akan menjadi suami yang sangat baik untuk kalian." Ucap Evan pada akhirnya dan kali ini kedua gadis yang dari tadi hanya diam itu terlihat menghela napas dalam diam, tapi Kayla justru terlihat menjambak rambutnya dengan sangat frustasi.
"Keyla tidak mau menikah dengan Om Om. Lagi pula Keyla sudah punya calon suami." Ucap Keyla saat duduk di kursi busa sedikit usang, rumah tahanan. Keyla adalah anak tertua dari tiga bersaudara, dan mereka, dia dan kedua adik perempuannya sama-sama belum menikah. Galuh adiknya hanya diam tak berani mendebat ucapan Keyla kakaknya, sementara anak kedua pak Evan malah bersikap dingin dan memilih pergi, tidak ingin ikut di pembicaraan yang sama sekali tidak ingin dia dengar dari seorang terdakwa korupsi meskipun itu adalah ayahnya.
"Papa tidak punya pilihan lain, selain menerima tawaran Teo untuk membantu masalah ini, jadi Papa mohon bantu lah, Papa." Ucap Evan dengan tidak berdaya. Dia terancam hukuman, dan jika dia sampai terbukti melakukan penggelapan uang perusahaan, bisa di pastikan dia akan mendapatkan hukuman berupa kurungan penjara dalam waktu yang lama dan itu tidak bisa Evan bayangkan terjadi padanya. Evan tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada ketiga putrinya jika dia sampai di penjara sepuluh tahun atau bahkan seumur hidupnya. Terlebih sebelumnya kuasa hukum Evan juga mengabarkan jika rumah dia dan ketiga putrinya sudah di segel pihak penyidik.
"Tapi tidak mesti harus menikah dengan Om Teo kan, Pa. Apa tidak ada cara lain untuk membalas bantuan itu?" Tolak Keyla benar-benar tidak ingin menerima permintaan ayahnya untuk bersedia di nikahkan dengan Teo Mervino yang bahkan usianya hampir sama dengan ayah mereka. Evan menatap punggung Fera, putri keduanya yang keluar dan berlalu dari tempat itu, dan Evan tau jika putrinya yang satu itu memang cenderung dingin dan acuh. Evan bisa memprediksikan jika Fera juga tidak akan mau untuk membantunya dalam hal ini. Evan lalu menatap putri bungsunya, Galuh yang hanya diam tanpa kata di kursi sebelah nya dengan menggenggam tangannya sendiri.
Galuh menoleh , menatap manik hitam yang terlihat sayu dan rapuh milik ayahnya, lalu menghela napas dengan cukup dalam sembari melepasnya dengan sangat pelan. "Galuh bersedia. Galuh bersedia menikah dengan Om Teo, jika memang itu satu-satunya cara untuk berterima kasih padanya." Ucap Galuh, namun gadis muda itu berucap sambil menunduk dalam. Ada kelegaan di hati Evan saat salah satu putrinya bersedia membantu maksud hatinya meskipun Evan juga menyayangkan jika harus putri bungsunya yang akan berkorban untuk mereka semua. Galuh, Putri bungsunya baru genap berusia dua puluh dua tahun, dan masih sangat muda untuk menerima pernikahan yang sejatinya memang bukan pernikahan biasa. Terlebih lagi calon suaminya jauh lebih tua dari putrinya, bahkan lebih pantas untuk menjadi ayahnya, tapi sungguh, Evan tidak bisa mempercayakan putrinya pada laki-laki lain, dan Teo adalah pilihan tepat untuk putrinya, karena Evan sudah mengenal baik buruk seorang Teo Mervino dan yakin Teo bisa menjadi apapun untuk putrinya.
"Oh Galuh. Kau sangat konyol. Kau pikir dia laki-laki muda dan tampan? Dia seumuran dengan Papa dan,,,"
"Tidak apa-apa kak. Papa bilang Om Teo adalah laki-laki baik dan bertanggung jawab, dan Galuh tidak pernah meragukan apa yang menurut Papa baik untuk Galuh. Galuh bersedia!" Jawab Galuh setelah sedari tadi hanya diam menyimak perdebatan ayah dan kakaknya.
"Oh kau akan menyesal nantinya anak bodoh. Kau akan menyesal!" Tegas Kayla saat merampas tasnya dan meninggalkan pembicaraan itu tanpa pamit lebih dulu pada sang ayah sementara Galuh hanya kembali memeluk punggung bergetar ayahnya dengan air mata yang ikut merembes di kedua tulang hidungnya.