Keras Kepala

2051 Kata
"Jadi katakan, apa Mas sengaja datang menemui ku karena merindu?" Tanya Elsa dengan senyum terbaiknya dan Teo langsung mengangguk saat mendaratkan satu kecupan di pipi wanita itu, Elsa adalah istri pertamanya yang sudah meninggal enam belas tahun lalu dalam insiden kecelakaan dan hari ini Teo juga mengalami kecelakaan yang nyaris sama dengan yang menimpa Elsa dulu, tabrakan dengan mobil box. "Ya. Aku merindukanmu. Sangat merindukanmu. Aku sudah lama berdoa agar bisa bertemu denganmu meski hanya dalam mimpi tapi kali ini aku benar-benar bisa melihat dan menyentuh mu dalam wujud seperti ini. Sungguh aku sangat bahagia karena bisa kembali bertemu dengan mu." Balas Teo saat meraih tangan dingin wanita itu untuk dia kecup sebagai bentuk rasa jika dia benar-benar merindukan wanita itu, Elsa . "Oh Teo Mervino. Mas masih saja seperti dulu, masih suka menggoda ku dengan kata-kata manis itu, dan percayalah, itu yang membuatku bangga pernah menjadi istrimu!" Tutur Elsa membalas kecupan di punggung tangan Teo dengan cara yang sama. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu , Mas!" Sambung Elsa dan Teo kini membelai wajah cantik itu dengan telapak tangan besarnya. "Aku juga mencintaimu. Sangat mencintaimu. Tapi seperti yang kau pernah ucapkan dulu, kau adalah milikku sampai kau menghembuskan nafas terakhirmu dan aku masih menjadi milik putri kita karena aku masih ingin menemaninya melewati hari menghadapi kehidupan ini. Kali ini kau sudah bukan milikku lagi dan aku juga bukan milikmu lagi tapi percayalah cintamu selalu menetap di hati dan pikiranku." Balas Teo masih sambil membelai wajah dingin Elsa dan wanita itu masih mempertahankan senyum terbaiknya. "Aku minta maaf. Aku minta maaf jika aku belum bisa menemanimu di sini karena sekarang ada wanita lain selain putri kita yang menungguku pulang. Iya, dia adalah wanita yang baru kemarin aku nikahi dan aku tidak bisa meninggalkannya saat ini lalu menjadi kan dia janda di hari kedua dia menjadi istriku. Maaf." Ucap Teo menjelaskan pada wanita itu, Elsa jika kedatangannya saat ini bukan untuk menetap dan menemani dia. "Apa Mas juga mencintai dia?" Tanya Elsa dengan sangat lembut. Tidak ada ekspresi kecewa atau terluka di wajah cantiknya saat Teo, suaminya mengatakan sudah menikah lagi dan tidak bisa menemani dirinya di tempatnya saat ini. "Belum. Ya mungkin saat ini aku belum benar-benar mencintainya, tapi ku yakin cepat atau lambat aku pasti bisa menumbuhkan rasa cinta di hatiku untuk dia begitupun dia , aku yakin waktu akan membuat kami saling mencintai. Sama seperti cara aku dan kamu yang saling mencintai!" Jawab Teo sambil menatap manik kecoklatan istrinya. "Oh. Baiklah. Aku akan menunggu sampai Mas benar-benar datang dan menetap bersama ku." Balas Elsa dan kali ini Elsa juga membalas sentuhan lembut tangan Teo di pipinya lalu menoleh untuk mencium telapak tangan suaminya. "Kembalilah. Hiduplah dengan baik bersamanya, buat hidup Mas lebih berwarna dengannya dan saat Mas sudah merasa lelah di dunia itu , kau bisa memanggil namaku dan aku akan datang menjemputmu wahai suamiku!" Ucap Elsa lagi dan Teo langsung mengangguk sembari kembali mencium punggung tangan Elsa. "Maafkan aku!" Ucap Teo dan Elsa langsung mengangguk dengan senyum terbaiknya. Saat pertama kali aku bertemu kamu, aku kira itu hanya pertemuan singkat, tapi ternyata saat ini justru kamu yang menjadi alasanku ingin tetap hidup. "Maaf. Dia harus mendapatkan beberapa jahitan di kelapa dan bahunya. Kami sudah memasangkan dia infus dan langsung melakukan transfusi darah karena kebetulan darah dengan golongan darah beliau tersedia." Jawab dokter itu kembali menghela napas dalam diam. "Silahkan isi formulir di bagian administrasi, kita tunggu sampai di sadar, baru kita pindahkan dia ke ruang perawatan, namun jika sampai dia tidak sadar dalam waktu dua jam, kita akan tetap memindahkan pasien ke ruang perawatan." Sambung dokter itu dan baik Zhidan ataupun David langsung menggangguk setuju. David langsung bergegas ke bagian administrasi, mengisi data pasien dan menyerahkan jaminan untuk pasien, kemudian kembali ke arah di mana Zhidan dan Dede masih menunggu Teo boss nya. "Apa kalian sudah menghubungi telpon rumah Papa ku?" Tanya David setelah mereka cukup lama dia tanpa kepastian yang jelas. "Tidak. Kami hanya menghubungimu." Jawab Zhidan karena dia memang tidak berpikir untuk menghubungi nomor telepon rumah Teo. "Lagian untuk apa aku menelepon ke rumah, toh di sana hanya ada bibik, asisten rumah tangganya." Sambung Zhidan sembari menghembuskan nafas dengan sangat kasar. "Tidak. Sekarang Papa punya istri dan tentunya istrinya juga berhak tahu, apa yang terjadi pada Papa saat ini!" Balas David saat Zhidan mengatakan jika di rumah Teo hanya ada asisten rumah tangga laki-laki tua itu. "What? Istri?" Kutip Zhidan tidak percaya. "Jadi Om Teo sudah menikah lagi? Kenapa aku tidak tahu?" Zhidan benar-benar syok saat David mengatakan jika Teo Mervino sudah kembali menikah. "Oh maaf jika aku keceplosan." David menutup bibirnya karena ceroboh. "Seharusnya aku tidak mengatakan ini sebelum dia yang mengatakannya. Iya, Papa sudah menikah lagi kemarin, dan iya, pernikahannya memang terkesan mendadak karena dia benar-benar menikah tanpa persiapan dan aku juga Papaku, sama syok-nya denganmu saat dia memintaku untuk datang sebagai saksi pernikahannya. Luci sendiri pun masih belum tahu jika Papa sudah menikah karena Papa kemarin mengatakan jika dia sendiri yang akan mengatakan hal itu pada Luci." Jelas David dan Zhidan langsung mengangguk paham. "Oh, ini benar-benar berita yang sangat mengejutkan, David!" Zhidan masih saja merasa heran dan tidak percaya dengan apa yang baru saja David sampaikan terkait Teo Mervino yang kembali menikah. "Kau juga akan terkejut saat melihat wanita seperti apa yang Papaku nikahi!" Balas David saat mengingat jika wanita yang Teo nikahi itu masih sangat muda dan cantik. "Oh sungguh aku tidak peduli wanita seperti apa yang Om Teo menikahi. Selagi dia saling menyayangi dan wanita itu bisa menjaga dan menghormati Om Teo, aku akan setuju dan mendukung keinginan Om Teo." Ucap Zhidan setelahnya, dan David yang kali ini menghela nafas kemudian menghembuskannya, setuju dengan apa yang baru saja Zhidan ucapkan. "Ingat, kalian sudah sangat kejam padanya dengan tidak membagi cucunya tinggal bersama dia saat kalian bahkan sudah memiliki dua anak lagi." Sarkas Zhidan benar-benar ikut muak saat mengingat kedua orang tua David menolak untuk mengizinkan Daniel Fabiano tinggal bersama Teo Mervino. "Dia benar-benar kesepian di hari tua yang seharusnya dia dikelilingi oleh anak cucunya, berbagi canda dan tawa tapi kalian benar-benar kejam padanya dengan membiarkan dia tinggal sendiri di rumah besar itu!" Zhidan semakin muak pada laki-laki di depannya saat ingat bagaimana Teo yang begitu kesepian dan kali ini David benar-benar tidak tau harus berkata apa untuk menyela ucapan Zhidan. "Sudahlah. Aku tau kami memang kejam, tapi mau bagaimana lagi, kami adalah orang tua dan tidak ada satupun orang tua yang mau di pisah kan dengan anaknya, termasuk aku!" Jawab David . "Siapa yang mau memisah kamu dan anak mu? Dia hanya ingin membesarkan dan tinggal bersama cucunya, bukan untuk memisahkan kalian dan Daniel, bukankah kalian masih bisa mengunjunginya setiap saat, tapi kalian benar-benar serakah dengan tidak memikirkan perasaannya!" Balas Zhidan lagi tapi David hanya mengangguk kemudian merogoh saku celananya, mencari nomer telpon rumah ayah mertuanya, lalu melakukan panggilan ke nomer tersebut. Tersambung. Panggilan itu langsung tersambung, namun baru aja panggilan itu berdering tiga kali, David kembali menutup telpon itu saat seorang perawat mengatakan jika pasien, atau Teo Mervino sudah sadar dan menyebut nama istrinya, Galuh. "Keluarga Teo Mervino!" Perawat itu memanggil, dan David buru-buru bergegas ke arah perawat itu berdiri. "Oh, aku putranya!" Jawab David setelah menutup panggilan telepon itu lalu memasukkan ponselnya ke saku celana. "Silahkan!" Tawar perawat pada David, memberi izin untuk menemuinya. David langsung masuk dan menghampiri ranjang di mana ayah mertuanya, Teo Mervino berbaring. "Oh, Papa!" David benar-benar merasa luar biasa syok saat melihat kondisi Teo dengan perban di kepala dan lengan atasnya. Lengan kemejanya sudah digunting dan perawat hanya tinggal menunggu persetujuan pihak keluarga apakah Teo Mervino akan dirawat insentif, baru setelah itu mereka akan memberikan baju pasien pada Teo Mervino. "David!" Lirih Teo dengan suara tertahan. "Bagaimana ini bisa terjadi, Papa?" Tanya David tapi Teo hanya menggeleng karena sejatinya dia juga tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya karena kejadian itu begitu cepat. "Papa gak tau Dave, semua terjadi begitu saja." Jawab Teo lirih dan David hanya mengangguk. "Jangan katakan ini pada istrimu, David. Papa gak mau dia syok atau khawatir!" Sambung Teo tapi kali ini David menggeleng. "Jangan mengatakan itu Papa. Bagaimana mungkin kami tidak akan khawatir jika Papa dalam kondisi seperti ini," tolak David. "Oke mungkin hari ini David nggak akan mengatakan ini sama Luci karena dia juga sedang kurang enak badan tapi jangan melarang David untuk mengatakan kondisi Papa besok atau lusa pada Luci. Bagaimanapun dia juga berhak tahu bagaimana kondisi Papanya, tidak melulu tentang sebuah kebahagiaan namun juga sebaliknya!" Sambung David lagi dan kali ini mau tidak mau Teo langsung mengangguk karena apa yang David diucapkan tadi tidak sepenuhnya salah. "Baiklah." Jawab Teo setelahnya, lalu mengangkat sebelah tangannya untuk memberi isyarat pada David agar pembantunya bangun dari rebahnya, dan David langsung merendahkan tubuhnya agar Teo bisa berpegangan di punggungnya, kemudian David menaikkan bantal dan punggung brangkar itu agar Teo bisa bersandar. "Papa mau pulang. Papa nggak mau dirawat di rumah sakit. Papa mau pulang!" Ucap Teo setengah berbisik pada David tapi David langsung menggeleng tidak setuju. "Tidak. Papa tidak bisa pulang untuk saat ini. Kondisi Papa cukup parah dan Papa masih butuh transfusi darah karena tadi dokter mengatakan Papa kehilangan banyak darah. Jadi David mohon, Papa harus mendapat perawatan intensif di rumah sakit." Tolak David saat Teo Mervino mengatakan tidak ingin dirawat di rumah sakit, tapi laki-laki tua itu malah menggeleng berkali-kali dan tetap mengatakan ingin pulang. "Tidak. Papa nggak apa-apa Dave. Papa gak apa-apa. Lagian Papa gak bisa ninggalin istri Papa sendiri di rumah. Jadi tolong , bawa Papa pulang." Tolak Teo lagi dan lagi. "Papa. Jika hanya itu masalahnya, David bisa menjemput istri Papa untuk menemani Papa di sini tapi David mohon Papa harus tetap dirawat di rumah sakit, paling tidak untuk malam ini saja!" Tawar David tapi Teo tetap kekeuh dengan keinginannya untuk pulang, bukan malah istrinya yang harus ikut menginap di rumah sakit bersamanya. "Tidak. Papa tetap tidak mau menginap di rumah sakit. Kalau kamu tidak mau membantu Papa untuk pulang, Papa bisa minta bantuan Zhidan atau Dede." Balas Teo. "Tapi Pa." David. "Tidak Dave. Apapun kata yang ingin kau ucapkan, Papa tidak akan menerimanya, karena Papa tetap ingin pulang." Tolak Teo dengan keras kepalanya dan mau tidak mau David terpaksa menggangguk menyetujui keinginan Teo meskipun sebenarnya dia akan merasa lebih tenang jika malam ini Teo dirawat di rumah sakit, untuk antisipasi jika terjadi sesuatu dengan luka atau benturan yang mungkin saja terjadi karena kecelakaan itu. "Baiklah. David akan coba tanya pada dokter dan perawat apakah Papa bisa pulang atau,,," "Jangan pakai atau, Dave. Tapi Papa harus pulang bagaimanapun caranya!" Potong Teo saat David mengatakan jika dia harus bertanya pada dokter apakah dia bisa pulang atau tidak, dan Teo benar-benar tidak ingin mendengar jawaban tidak. "Ya." Jawab David pasrah lalu keluar dari ruangan itu, agar bisa mengkonfirmasi ini pada dokter dan pihak rumah sakit. Awalnya Zhidan dan Dede juga menolak saat David mengatakan jika Teo ngotot ingin pulang, tapi bagaimanapun keputusan tetap ada ditangan Teo dan setelah perdebatan panjang antara David dan pihak rumah sakit, akhirnya pihak rumah sakit tidak punya pilihan lain selain mengabulkan keinginan pasien untuk pulang setelah menandatangani surat pernyataan dan malam itu David, Zhidan, dan Dede membantu Teo untuk sampai di rumahnya. Saat mereka sampai di rumah Teo, David lebih dulu turun dan mengetuk pintu rumah bergaya klasik itu dan bibik, asisten rumah tangga yang membuka pintu untuk mereka, syok saat melihat Teo pulang dengan di antar Zhidan dan Dede, dan yang paling parah, Teo di dorong menggunakan kursi roda untuk masuk ke dalam rumah. "Oh apa yang terjadi?" Syok bibik dan Galuh yang ternyata sedang berada di dapur langsung bergegas ke pintu utama saat mendengar jeritan syok dari bibik. "Bik,,," Galuh mematung saat melihat dua orang laki-laki asing yang sedang berdiri di depan pintu, pikirnya dua laki-laki itu ingin menjahati bibik. Galuh belum melihat Teo yang di dorong dengan kursi roda, dan David yang menyapa Galuh lebih dulu. "Galuh. Papa tadi kecelakaan tapi dia menolak di rawat di rumah sakit dan memaksa untuk di bawa pulang." Sapa David dan langsung mengatakan apa yang sudah terjadi pada Teo, dan baru setelah itu Galuh melihat ke belakang punggung David jika Teo , suami tuanya pulang dalam keadaan tidak baik-baik saja, tapi Zhidan dan Dede hanya melongo saat melihat sosok cantik di rumah itu, mereka masih belum menyadari jika itu adalah istri muda Teo Mervino.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN