Chapter 7

2027 Kata
Hari sudah berlalu, dan aku sekarang sedang berada di kasurku memandangi Gadget meskipun tidak ada sesuatu yang penting melintas di sana. Anehnya, malam ini semua berita dan video lucu yang aku sering lihat di youtube seperti kucing ngorok ataupun orang jatuh tidak membuatku tertawa sama sekali. Awalnya aku ingin menonton video-video itu karena aku ingin melihat sesuatu yang bisa membangkitkan moodku, namun nyatanya gagal. Aku hanya bisa berdiam diri di balik selimut membungkus diriku terlentang di kasur tanpa berbusana apapun. Aku tak pernah merasa seperti ini, namun saat Beno memegang daguku dan berkata sesuatu misterius hari itu membuatku selalu kepikiran dan tak henti-hentinya mengingat apa yang terjadi di hari itu. Mata indah dan juga bau badan wanginya masih bisa aku rasakan di sini meskipun hanya menggunakan selimut busuk yang tak pernah aku cuci. Mungkin orang-orang akan berpikiran kalau aku murung karena sudah melakukan sesuatu yang buruk saat kuliah. Tapi tidak, sebenarnya jujur aku tidak peduli dengan masa hukuman yang sedang aku jalani sekarang ini. Aku terus saja memikirkan, apa maksud dari kata-kata Beno tempo hari? Apakah dia benar-benar ingin menyembunyikan sesuatu padaku sampai waktu yang tepat untuk dibicarakan? Atau memang dia hanya ingin membuatku terkesan oleh pesonanya dengan memakai sifat-sifat misterius ala-ala cerita roman picisan? Pikiran-pikiran itu terus saja membuatku terjaga di malam hari. Baru kali ini aku tak bisa tidur hanya karena memikirkan seorang laki-laki Di ruangan kamarku yang gelap itu, aku tidak tahu bagaimana cuaca di luar sekarang. Kamarku benar-benar terisolasi karena gorden yang aku pasang di jendela tidak pernah aku buka sekalipun. Aku benci dengan cahaya matahari yang masuk langsung ke dalam kamarku dan membuat kamarku terlalu terang dan panas. Tapi semenjak kejadian itu, aku sudah lama sekali belum keluar rumah. Hanya sebuah camilan kacang pilus menemaniku saat aku merasa perutku sudah mulai check sound. Tiba-tiba, aku menerima sebuah notifikasi email dari telepon genggamku. “Absensi Anda di Universitas Harapan Bangsa beberapa hari sudah kosong. Cepat masuk kembali ke perkuliahan!” isi email itu. Alamat yang mengirimnya juga bukan macam-macam, berasal langsung dari kampus dengan nama kampusku tertera di sana. Aku bingung saat menerima email itu, bukankah absensiku seharusnya sudah terisi karena statusku yang terkena hukuman? Aku merasa ada sesuatu yang kurang jelas di sana sehingga aku memutuskan untuk membuka email itu lebih dalam. Tidak hanya sebuah pesan yang tercantum di sana. Melainkan juga ada sebuah link menuju ke halaman utama kampus. Halaman utama tersebut seringkali digunakan sebagai tempat para dosen ataupun juga para mahasiswa melakukan kegiatan perkuliahan mereka sebagai daring. Namun karena kebanyakan dosen di kampusku masih belum melek teknologi, para kakak tingkat mengatakan kalau halaman utama itu jarang digunakan. Tampilannya saja sudah jadul, dan saat aku membukanya, benar saja, aku seperti masuk ke dalam mesin waktu dan dibawa ke masa lampau! Aku bisa masuk ke dalam halaman utama ini karena sebelum ospek dimulai, kami sudah disuruh untuk membuat akun agar bisa memproses perkuliahan dengan lancar. Aku belum pernah masuk ke halaman utama ini selain hanya untuk sebagai syarat pendaftaran. Tapi alangkah baiknya jika aku masuk dan mengeceknya sendiri. ID dan Pasword untuk masuk di halaman utama ini merupakan data dari Nomor mahasiswa kami dan juga tanggal lahir kami, namun para hima yang bertugas saat ospek menghimbau agar kami segera mengubah passwordnya agar data yang masuk di dalam tidak mudah untuk dibobol oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Aku pun mulai memasukkan passwordku, yang merupakan Rahas1a. Lengkap dengan huruf kapital dan juga nomor di tengah-tengahnya. “Selamat datang Dewi Aquilla Sartika” tajuk utama pesan saat masuk ke dalam website. Tak banyak opsi yang bisa kupilih di website ini karena aku juga belum lama untuk masuk kuliah. Tapi akhirnya aku memilih kolom absensi. Yang seharusnya terjadi di kolom absensi adalah akan tertulis mata kuliah mahasiswa beserta dengan persenan sudah berapa persen dia masuk ke dalam perkuliahan. Namun karena aku masih mahasiswa baru, hanya ada barisan matkul bernama “Ospek” di sana. Aku tidak tahu kalau Ospek adalah bagian dari perkuliahan wajib sebelum aku masuk ke dalam website ini. dan aku melihat tingkat kehadiran sebesar 50%. Di bawah kolom itu juga tertulis bahwa “Jika tingkat kehadiran mahasiswa berada di bawah 50% maka dia wajib untuk mengulang matkul tersebut” Tanpa berbasa-basi, aku pun langsung membuang selimut bauku itu. Bangun dari kasur dan sedikit berkaca di meja make up yang juga kotor. Rambutku terlihat benar-benar berantakan saat ini dengan mata yang kumal seperti tak pernah mandi selama satu tahun (sebenarnya memang belum mandi sama sekali sih. Tapi nggak sampai setahun juga wkwk). Aku pun merapikan rambutku dengan sisir yang berada di atas meja sebisaku dan serapi mungkin walaupun bahkan dengan sisir secanggih apapun tidak akan mampu merapikannya dalam waktu yang singkat. Aku kemudian membuka gorden kaca jendelaku, dan melihat matahari pagi benar-benar menyilaukan mataku sampai aku harus menutup mata agar tidak terkena kilauannya. Aku memandangi telepon genggamku lagi, dan melihat kalau masih ada waktu bagiku untuk pergi ke tempat universitas. Tapi tidak bisa dengan berjalan santai biasa, harus dengan berlari seperti bocah mengejar layangan. Aku mengambil baju smaku kembali. Sebenarnya rasa kasihan benar-benar muncul di dalam diriku saat aku melihatnya. Bagaimana tidak, baju itu benar-benar mencoba mengatakan kalau dia tidak ingin berlama-lama saat aku pakai. Seakan-akan benar-benar enggan untuk aku kenakan. Namun tidak ada pilihan lain, aku tidak punya waktu. Membeli barang di shapi juga tidak akan secepat itu untuk datang detik ini juga. Tanpa mandi ataupun memasang make up, aku percaya diri kalau aku bisa cantik natural tanpa sentuhan barang-barang propaganda komersil itu. Rokku juga masih terlihat sempurna dan baunya sedikit tercium aroma kuah soto. Tapi tidak masalah, tidak akan ada yang bisa mencium bau rokku dari kejauhan. Mereka harus mendekatinya dan menaruh rok ini di hidung mereka agar bisa benar-benar tercium. Dan jika mereka benar-benar melakukannya, mereka tak akan sempat melakukannya karena akan terkena pukulan panas dari tanganku. +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Aku berlari sekencang mungkin meskipun beberapa kali harus berhenti untuk mengambil nafas dalam-dalam dan memijat lututku. Aku benar-benar merasa seperti wanita bongkotan berumur 80 tahun dengan cucu yang menggunung saat ini. karena sebenarnya jarak antara rumah dan universitas hanyalah sepanjang 1 kilometer, tapi aku benar-benar merasa kecapekan. Tapi akhirnya tibalah aku di dalam barisan ospek. Aku datang ke kelompok dimana aku ikut. Aku tidak tahu harus berbicara kepada siapapun saat itu, sampai aku ingat kalau aku sudah berkenalan dengan seorang gadis bernama Andin. Aku pun mencari Andin di sana. Namun tidak terlihat di dalam kelompok itu. Aku pun bertanya kepada anak-anak yang lain, dan mereka berkata kalau belum melihatnya juga saat ini. Aku pun berdiri terdiam di sana, aku berpikir mungkin ada sesuatu semacam absensi saat ospek berlangsung sehingga aku bisa menulis namaku dan kembali pulang. “Loh... Killa? Darimana saja kamu kemarin? Aku benar-benar mengkhawatirkanmu lho!” Andin memegang pundakku dari belakang. Meskipun baru pertama kali berkenalan kemarin, namun dia berkata kepadaku seperti orang yang sudah akrab cukup lama. Tapi sejujurnya aku tidak merasa risih dengan sikap sok dekat Andin seperti itu padaku. Malahan, aku merasa nyaman untuk berbicara kepadanya “Ya...” aku benar-benar lupa. Seharusnya, semua orang yang berada di dalam barisan ini akan memandangiku dengan sinis karena pasti mereka semua tahu masalah yang sudah ku perbuat kepada Ketua Hima. Aku merasa kalau namaku tidak benar-benar terdengar baik di kalangan anak-anak ini. Untuk sekejap, aku tidak tahu harus berkata apa kepada Andin alasan hilangnya aku. Tapi aku pun akhirnya memiliki sesuatu. “Andin... Apakah kau tidak tahu apa yang terjadi kemarin denganku?” tanyaku dengan berhati-hati. Jika aku mengucapkan sesuatu yang salah atau mungkin malah membongkar semuanya, maka masa depanku berada di kampus ini benar-benar tamat. “Kemarin? Memangnya ada apa? Ada apa denganmu Kill?” Andin bertanya balik. Sebuah respon yang cukup aneh, karena aku melihat sendiri kemarin di ruang Dekan banyak sekali mahasiswa berkumpul ingin tahu apa yang terjadi dengan ketua Hima. Namun anehnya mengapa Andin tidak mengetahui apa yang terjadi denganku? Aku pun melihat ke sekeliling, tidak ada anak yang memandangku dengan tatapan sinis atau semacamnya. Bahkan, tidak ada anak yang menyadari aku berada di sini. Kecuali beberapa anak laki-laki yang memandangiku karena kecantikanku. Memang aku merasa cukup senang karena tidak ada yang menyadarinya, tapi bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Ada sesuatu hal yang aneh terjadi di sini saat aku pergi dari kampus. “Yaudah deh kalo gatau. Aku gamau ngasih tahu” balasku kepada Andin dengan nada mengejek. Aku tahu kalau Andin adalah anak yang lumayan ceria, jadi sedikit bercanda dengannya kurasa aman-aman saja selama dia tidak merasa tersakiti atau tersinggung. “Ihhh... Killa! Ada apaan sih?! Aku kan jadi kepo” balas Andin kesal dengan nada manja seperti anak kecil. “Cepet jawab nggak!!” Tiba-tiba dari belakang, suara mic terdengar mengganggu di kuping. Suara ultrasonik yang terjadi saat mic terpasang dengan tidak benar menyita perhatian kami. Semua orang yang berada di barisan pun berbalik dan berbaris dengan rapi lagi seperti yang sudah diarahkan oleh kakak-kakak hima di hari sebelumnya. Aku yang lupa dengan barisanku sendiri berjalan cukup linglung mencoba untuk mengikuti arah kemana kelompokku pergi. “Baiklah, acara ospek akan segera dimulai kembali. Diharap kepada para peserta untuk berbaris ke dalam barisannya kembali” ucap salah satu panitia. Sama seperti hari kemarin, semua panitia yang sedang menjalankan ospek ini adalah para wanita. Tidak ada pria yang terlihat berjaga ataupun bertugas sebagai seksi keamanan di sana. Aku berandai-andai dalam hati, apa mungkin hal itu terkait dengan masalahku dengan mereka tempo hari kemarin? “Tapi sebelum itu. Kami akan membagikan kertas absensi kepada kalian. Harap cantumkan tanda tangan dan nama kalian di kertas ini. Karena jika tidak, kehadiran kalian akan dianggap nol di halaman utama kampus” Itu dia, absensi yang aku cari. Aku tidak tahu kalau absensi yang berlaku adalah berupa tanda tangan kertas bukan berupa form yang diberikan seperti saat awal-awal masa orientasi. Para panitia ospek pun mulai membagikan kertasnya bergantian kepada kami. Setelah itu, kami pun menjalani kegiatan ospek dengan normal. Berbeda dari hari-hari sebelumnya dimana ospek terasa mencekam dan penuh teror, hari ini kami menjalani ospek dengan ceria dan bersenang-senang. Kami melakukan sebuah Games dimana salah satu orang di kelompok kami akan ditutup mukanya dan disuruh untuk melangkah sesuai dengan arahan kami hanya menggunakan teriakan. Terasa seperti menonton orang buta untuk menyeberang, kegiatan ini benar-benar seru dan tak pernah kupikirkan sebelumnya. Aku sampai-sampai hampir kehabisan suara karena terlalu lelah untuk berteriak seharian. Tidak hanya itu, kami juga melakukan sebuah Games dimana membentuk sebuah bidang atau bentuk menggunakan sepatu kami. Bidang yang disuruh bermacam-macam. Ada yang sederhana seperti membentuk segitiga, persegi, lingkaran. Ada juga yang cukup rumit seperti rumah, baju, dan juga motif sarung Gajah lesehan. Kami tidak melakukannya dengan mudah, karena beberapa kali para panitia ospek juga mencoba untuk menghancurkan sepatu yang sudah kami bentuk sehingga kami harus menjaga sepatu itu dari tendangan para panitia. Tapi anehnya, hal ini malah mengingatkanku dengan masa lalu. Saat-saat aku masih berandalan karena situasi sedikit berubah menjadi ricuh. Aku pun menahan para kakak tingkat agar tidak merusak bentuk sepatu kami. Kami pun selesai melakukan permainan, hawa lega dan canda tawa menjadi ending dari kegiatan ini. Berkat kegiatan ini, aku pun mengenal beberapa orang di kelompokku. Aku menjadi lebih akrab dengan mereka, bahkan kami menjadi seperti sebuah tim yang benar-benar solid. Aku tidak bisa membayangkan jika aku tidak mengikuti kegiatan di hari ini, mungkin aku masih tiduran di kasur dan hanya memandang telepon genggam. Persis seperti seorang pengangguran yang tak memiliki masa depan. “Killa, apa kau lelah?” tanya Andin kepadaku. Aku menjulurkan kakiku dengan lurus, bahkan aku sampai harus melakukan gerakan yang sedikit aneh mirip seperti Yoga untuk meregangkan kakiku yang telah lama tak bergerak dengan lincah. Aku sebenarnya takut kalau disuruh untuk meregangkan kakiku kembali, karena aku takut kakiku akan bergerak sendiri dan menendang orang secara sembarangan. “Ya tentu saja aku lelah” sambil membilas keringat di pipi dan dahiku. Apalagi terkena terik matahari siang, membuat kulitku cukup Glowing sekarang. Aku melihat Andin meminum Tumbler. Aku tahu kalau itu adalah tumbler mahal, dan isinya juga tidak seberapa. Aku jadi enggan untuk memintanya karena dia juga pasti haus dan lebih membutuhkannya dibandingkan denganku. “Apakah kau haus dan lapar? Karena jika iya, mari kita pergi ke kantin bersama-sama. Aku tidak sabar melihat apa saja jenis makanan di sana” “Ayo!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN