Hujan, part 1

925 Kata
Aku pulang kerja dengan tubuh yang kecapekan seperti biasa. Kugantung helm dan kunci motorku di tempat gantungan kunci lalu berjalan ke dapur. Tumben sore ini sepi. Setiap jam segini, biasanya rumahku selalu rame tapi ini kok sepi? Seperti biasa, aku langsung masuk ke rumah setelah mengucapkan salam meskipun tanpa jawaban. Aku menggantungkan jaketku di dalam kamar, lalu masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka dan tanganku. Setelah bersih, aku berjalan ke dapur dan melihat istriku yang mengenakan jilbab sedang berdiri dan mencuci sesuatu di wastafel. Tumben-tumbenan di dalam rumah pake jilbab, batinku heran. Aku pun mengendap-endap dan berniat mengagetinya dari belakang, tapi dia masih memegang gelas kaca yang dicucinya, berabe nanti kalau jatuh. Ganti deh, sekali-sekali romantis, dipeluk aja terus aku ciumin tengkuknya. Dan aku pun sukses melakukannya. Aku memeluk erat istriku. Tangan kananku dengan jahil meraih ke arah m***k yang tertutupi daster panjangnya sedangkan tangan kiriku meremas-remas p****g kirinya. Aku menciumi dan mengendus-endus bagian tengkuknya dan sesekali menggigitinya dengan bibirku. “Ahhhhhh,” istriku berteriak kaget, tapi suaranya lain. Aku tak begitu peduli saat itu dan tetap mengusilinya. Dia meronta dan berusaha keras melepaskan dirinya dari pelukan dan semua remasanku. Saat itulah aku merasa ada yang aneh. Wangi tubuh istriku berbeda. p******a yang kuremas-remas juga lebih kecil dari biasanya. Jangan-jangan? Dengan cepat aku melepaskan pelukanku dan kaget sekali saat wanita berjilbab yang baru saja aku peluk memutar tubuhnya. Ternyata dia bukanlah istriku. Dia istri tetanggaku. “Sorry, Mbak Hesti,” kataku meminta maaf. Mbak Hesti tak menjawab dan hanya melihatku dengan tatapan aneh. Mukanya memerah dan terlihat marah. Aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Kami berdua terdiam dalam kondisi canggung di dapurku yang sepi. Tapi, rasa hangat, kenyal dan aroma wangi dari wanita di depanku tadi… Argghhhhhh… Aku tahu setan sedang menjeratku… Tapi… Bangsatt!! Aku melihat ke arah istri tetanggaku yang masih saja diam tak bergerak dengan wajah menunduk dan memerah. Tanpa sadar, pandanganku turun ke dadanya lalu ke gundukan kecil yang membekas di antara kedua pahanya. Gundukan hangat dan kenyal yang tadi sempat kuremas-remas penuh nafsu. Kondisi hening itu terjadi hanya selama beberapa saat saja, Mbak Hesti lalu melangkah ke samping dan mencoba pergi dari tempat ini. Dapurku tak begitu besar, jarak antara kitchen set dengan dinding kurang dari 1 meter. Di saat aku berdiri di depan kitchen set, hanya tersisa ruang sedikit saja di sebelah kiriku dengan tembok dinding kamar anakku. Dan Mbak Hesti berusaha memanfaatkan celah sempit itu untuk pergi dari kondisi kikuk ini. Mbah Hesti menghindar ke samping lalu melewatiku. Dan tubuhku… tiba-tiba saja bergerak reflek dengan sendirinya. Sumpah!! Aku sama sekali tak terpikir untuk melakukannya, tapi entah kenapa, tubuhku sama sekali tak mendengarkan kemauanku. Saat Mbak Hesti melewatiku, aku bergerak ke arahnya dan memepet dia ke tembok dinding di sebelah kiriku. Mbak Hesti kaget. Dia menatap marah ke arahku tapi aku menggunakan tangan kiriku untuk menutup mulutnya. Tubuhku maju dan menekan tubuhnya ke tembok dinding. Mbak Hesti meronta, dia mendorong tubuhku sekuat tenaga. Tapi aku tak menyerah begitu saja. Aku menekan tubuhnya yang berisi sambil mendekatkan kepala. Tangan kananku kembali mencari benda yang sedari tadi tak mau hilang dari kepala. Tak susah buatku untuk menemukan benda ternikmat milik seorang wanita di sela-sela pahanya. Aku meremasnya pelan dan menyelipkan satu jari tengahku disana. Tapi karena dia masih memakai celana dalamnya, jariku tak bisa masuk sempurna. Mbak Hesti menatapku penuh murka. Dia berusaha berteriak sekuat tenaga. Tapi apalah daya, aku pria dan dia hanya wanita. Semua perlawanan Mbak Hesti sia-sia. Hanya butuh waktu dua detik untuk berhasil memasukkan jari tengahku ke dalam tubuhnya. “Diem ya? Jangan teriak!!” ancamku ke arah tetanggaku itu. Mbak Hesti tak memberikan jawaban dengan isyarat kepala. Tapi aku tahu kalau dia akan menurutiku. “Kalau teriak nanti ketahuan sama Mamanya Fara,” bisikku ke telinga Mbak Hesti sambil menyebut panggilan istriku. Perlahan-lahan aku melepaskan tangan kiriku yang menutupi mulutnya. Setelah tanganku terlepas dari sana, Mbak Hesti menatapku marah tapi sama sekali tak berteriak seperti yang sudah kuduga. Setan di kepalaku berteriak kegirangan dalam hati. Ujian terberat sudah terlewati. Dengan semua yang barusan terjadi, itu artinya, Mbak Hesti sudah menerimaku. Aku semakin merapatkan tubuhku bahkan hingga wajah kami berdua hampir saling menyentuh. Aku bisa merasakan dan mencium wangi napas Mbak Hesti yang mengenai wajahku. Dia masih menatapku marah tapi aku tahu kalau rasa itu tak seperti tadi. Tangan kananku masih saja menikmati apa yang bukan hakku di bawah sana. Aku memainkan benda itu sepuas hati dan tertawa dalam hati saat jemariku terasa basah oleh cairan kental yang keluar dari tubuh Mbak Hesti. Aku mendekatkan wajahku ke depan dan berbisik ke telinga Mbak Hesti, “Mbak ternyata becek ya?” godaku dengan kata-kata kotor. Tanpa kuduga, tiba-tiba saja Mbak Hesti mendorongku sekuat tenaga. Aku jelas tak siap dan kami berdua merenggang seketika. Mbak Hesti merapikan gamisnya yang acak-acakan lalu tanpa melihat kearahku, dia berjalan cepat ke ruang keluargaku. Beberapa detik kemudian, aku mendengar dua orang saling bercakap-cakap dan sesekali tertawa kecil dari sana. Suara istriku dan Mbak Hesti. Aku tertegun. Kini aku ragu. Apakah Mbak Hesti mendorongku karena dia tidak suka, atau karena dia tahu kalau istriku sudah selesai mandi. Aku menyenderkan tubuhku ke dinding dan mengangkat tangan kananku. Aku melihat jari tengahku yang berlumuran lendir milik Mbak Hesti. Setelah kejadian itu, Mbak Hesti jarang main ke rumahku. Aku sempat bertanya kepada istriku, kenapa alasannya. Istri malah kebingungan dan terlihat berpikir. Setelah beberapa saat, dia pun menjawab, bahwa Mbak Hesti sengaja memilih untuk main ke rumahku di hari kerja dan dengan tertib akan pulang sebelum aku sampai di rumah. Tapi istriku sendiri tak pernah curiga alasannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN