PART 14

2073 Kata
Sasa tidak pernah menyangka, jika akhirnya ia benar-benar akan menikah dengan Rafa. Saat melihat pertunangan Rafa dan Syela waktu itu, Sasa hampir tidak pernah lagi membayangkan pernikahannya. “Gue masih bingung. Kenapa gaun yang gue pake sekarang, sama dengan sketsa gaun pernikahan impian yang gue gambar?” Nanda mendengar gumaman Sasa. Saat ini memang para perempuan ada di kamar bersama Sasa, termasuk Mafyra. "Seminggu sebelum Rafa niat ke Bali, dia nanya tentang pernikahan dan gaun pernikahan impian lo sama gue, temen-temen lo yang lain, sama Ghea, bahkan sama orang tua lo sekalipun. Ya gue jawab aja lo suka pantai, dan mengenai gaun itu, gue habis diem-diem foto sketsa desain gaun yang selalu lo gambar berulang-ulang.” Sasa terdiam dengan mata berkaca-kaca. Rafa selalu memerhatikan hal sekecil apapun. Termasuk hal seperti gaun pernikahan ini. Ah, sebenarnya tidak kecil, tapi mengingat pernikahan mereka yang tiba-tiba, tentu mengherankan juga jika Rafa sempat-sempatnya memikirkan impian-impian Sasa tentang pernikahan. Mafyra mendekati putrinya yang tengah duduk di depan cermin. “Mama gak nyangka, sekarang kamu juga bakal nikah dan ngikut suami. Maafin Mama yang selama ini sibuk ya, Nak.” Teman-teman Sasa maupun Ghea memilih keluar duluan untuk memberikan waktu bagi ibu dan anak itu. Tadi Ghea sudah sempat berpelukan dan deep talk dengan Sasa, sebagai teman, sahabat, dan saudari kembar. Jadi sekarang giliran Mama mereka. “Ma, Sasa tau, kok…. selama ini juga mama pisah sama Papa bertahun-tahun. Justru Sasa seneng sekarang, Mama dan Papa bisa nikmatin pacaran berdua. Lagipula, putri-putri Mama udah dewasa semua.” Mafyra menyeka air matanya yang sempat menetes. “Makasih, sayang. Kamu sama Ghea itu putri Mama yang terbaik. Nurut sama suami, ya? Dan kalau ada masalah, selesaikan baik-baik. Jangan lari dari masalah.” Sasa tersenyum haru. Gadis itu langsung memeluk sang ibu yang tentu saja langsung dibalas. “I love you, Ma,”bisik Sasa pelan. “Love you too, sayang.” Kegiatan peluk memeluk penuh haru itu, telerai saat mendengar suara dari luar yang cukup keras karena menggunakan mic. "Baik, bisa kita mulai?" Jantung Sasa berdegup kencang mendengar itu. Terlebih ketika mendengar suara Rafa yang menjawab jika laki-laki itu sudah siap. Di luar tempat akad terlaksana, Rafa tak kalah gugup. Namun ia lebih pandai mengontrol diri. “Saudara Rafa, sudah siap?” Penghulu bertanya sekali lagi. “Siap,” jawab Rafa mantap. Penghulu tersebut tersenyum tipis. Ia mulai menjabat tangan Rafa yang tengah duduk di depannya dengan terhalangi meja. "Saya nikahkan dan kawinkan engkau, suadara Rafandra Ganendra bin Nealson Ganenedra dengan Sasa Zamora binti Mafyra Zamora dengan mas kawin berupa uang tunai sebesar dua puluh empat juta dolar, cincin berlian, serta seperangkat alat sholat, tunai!" Rafa tertegun sejenak sebelum ia menarik nafas dan langsung menyeru dengan tegas dan mantap. "Saya terima nikah dan kawinnya Sasa Zamora binti Mafyra Zamora dengan mas kawin tersebut, tunai!" "Bagaimana para saksi?" "SAH!!!" “SAH WOY SAH! BANG RAPA UDAH SOLD OUT!” Dari perkataannya saja sudah bisa ditebak jika itu teriakan Fano. Kali ini tak ada yang menghentikannya, karena mereka pun dalam suasana penuh bahagia setelah kata ‘sah’ terucap. Sekarang, Rafa dan Sasa telah Sah menjadi suami istri. Di mana kehidupan mereka ke depannya harus dilalui bersama-sama. Baik itu senang, susah, maupun sedih. Mengenai mas kawin tadi, Rafa menggenapkan sesuai usia Sasa saat menikah dengannya yang tepat 24 tahun. Tatapan Rafa yang penuh cinta menyorot kedatangan istrinya. Ah ya, Sasa datang dengan digandeng Mafyra. Sedangkan Tama duduk tak jauh dari pelaminan. Menatap sang putri dengan mata berkaca-kaca menahan tangis haru dan bahagianya. Meskipun ia tidak bisa menjadi wali gadis itu karena kedua putri kembarnya mengikuti nasab Mafyra. “Jagain, putrinya Mama ya, Rafa?” ucap Mafyra dengan mata berkaca-kaca. Rafa tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari Sasa. "Pasti," jawabnya mantap. Tangan Sasa beralih digenggam Rafa. Membawa tubuh gadis itu agar melangkah beriringan bersamanya ke kursi pengantin. "My beautiful wife." Sasa sedikit salah tingkah saat Rafa tiba-tiba membisikkan kalimat itu. Terlebih tatapan intens Rafa padanya. "Tanda tangani buku nikah kalian." Sasa menelan salivanya sudah payah. Ia beralih melihat buku nikah mereka. Ternyata Rafa sudah lebih dulu menandatanganinya, tersisa Sasa saja. “Pasangin cincinnya, woy!” sembur Fano gemas akan pengantin baru itu. Tak peduli jika ia menjadi pusat perhatian para tamu undangan. Pernikahan dengan suasana intimate antara Rafa dan Sasa ini memang mengundang beberapa tamu yang merupakan karyawan di cabang hotel milik Rafa. Dengan syarat, jika mereka harus tutup mulut akan apa yang terjadi. Vino juga diundang. Tapi ia memang tidak bisa hadir, dikarenakan restoran barunya yang masih ramai-ramainya, dan Vino tidak bisa meninggalkannya. Rafa memasangkan cincin di jari gadis yang telah resmi menjadi istrinya itu beberapa menit yang lalu. Mengelus tangan putih itu dengan penuh cinta. "Gantian, Sa!" tegur Alexa segera, ketika Sasa tak kunjung bergerak memasangkan Rafa cincin juga. "AAA SENENG BANGET GUE!!" jerit Riana heboh begitu Sasa telah memasangkan cincinnya juga untuk Rafa. Tak lupa moment-moment tersebut diabadikan oleh teman-teman mereka. "Caca!!" Riana beralih menghampiri Sasa dengan air mata bercucuran. Gadis itu benar-benar terharu. Begitupun dengan Sasa yang matanya juga berkaca-kaca. Melihat kedua gadis itu berpelukan, para perempuan lain pun ikut memeluk Sasa. Sedangkan para laki-laki segera memberi selamat pada Rafa, tak lupa memberikan pelukan khas pria. “Thanks. Kalian udah banyak bantuin gue,” ucap Rafa tulus. Karena tanpa bantuan keenam temannya itu, Rafa tidak bisa menikahi Sasa hari ini “Gapapa, lah. Justru kita ikutan seneng lo berdua nikah. Gue bakal nyusul deh 2 minggu lagi sama Riana,” sahut Angga menepuk pundak Rafa. "Bener tuh, Raf. Yang paling penting sekarang itu, lo bisa skidipapap sama Sasa," seloroh Fano yang jatuhnya malah mendapatkan tatapan tajam dari Rafa. "Canda canda, buset!! Serius banget manten baru," cibir Fano. Sejujurnya sedari tadi ada putrinya dalam gendongan laki-laki itu, ia tengah tertidur pulas. "Kebo banget anak lo, Fan," ucap Bryan berkomentar. "Lo cosplay jadi speaker apa toa juga dia gak akan keganggu tidurnya," balas Fano jengah. Ellyn jika tidur memang benar-benar kebo. Tapi jika dibangunkan Zegran--anak Zergio dan Ghea, gadis kecil itu akan bangun dengan cepat. Kadang Fano rasanya ingin memisahkan kedua anak kecil itu. Masih kecil sudah sangat lengket. "Oom udah nikah sama ante ya, Mi?" Seluruh pasang mata yang ada di situ langsung menoleh pada Zegran yang baru saja bertanya pada ibunya. "Kenapa nanya-nanya? Mau juga?" sahut Fano dengan lagak menuding. "Olang Ega juga nikah nanti, sama Vael," jawab anak itu dengan wajah datar. Vael, nama panggilan khusus dari Zegran untuk Ellyn. "Emang gue restuin?" "Oom kalau gak lestuin nanti Egla lapol Oom Jain." "Ngadu aja terus." "Olang tua halus ngalah." *** Hanya tersisa Rafa, Sasa serta teman-teman mereka. Termasuk Dion yang juga ikut bergabung. Laki-laki kaku itu terus bersama Azka dan terus membahas game. Saat ini mereka tengah duduk memutari meja yang bentuknya melingkar. Acara dan menyambut tamu telah usai setengah jam yang lalu. Sedangkan Tama dan Mafyra harus kembali ke Berlin. Mereka telah mengambil banyak gambar dengan Rafa dan Sasa, Raja dan Ratu hari ini. Sedari duduk di atas pelaminan, Rafa tidak pernah melepaskan genggaman tangannya dengan Sasa. Meskipun tangan gadis itu sampai berkeringat, Rafa tetep kekeuh tidak melepaskannya. "Beda ya kalo udah sah. Nempel terus," ucap Bryan dengan menatap nanar genggaman tangan Rafa dan Sasa. "Kita mesti nikah juga nih, Vel. PBGS nya harus jadi," sahut Alexa menyenggol Vela yang duduk di sampingnya. "IYA WOY!! SI CACA UDAH, GUE JUGA NTAR NYUSUL, HABIS ITU LU BERDUA, SAMA NANDA JUGA!!" sahut Riana berteriak heboh, seperti biasa. "Santai dikit bisa gak, sih?! Kita semua denger kok lo ngomong apa! Gak usah teriak!" sembur Nanda ngegas. Bagaimana tidak? Riana berteriak tepat di samping telinganya. "Hehe, santai, santai." Nanda mendengus. Sedangkan pengantin yang menikah hari ini tampak tidak peduli dengan kehebohan teman-teman mereka. Buktinya, saat ini mereka tengah saling memandang dan berbicara dengan suara pelan. Entah apa yang mereka bicarakan tapi satu tangan Rafa yang tidak menggenggam Sasa, ia letakkan di pipi gadis itu. Mengelusnya, sebagaimana yang sering ia lakukan. "Capek?" Sasa menggeleng menjawab pertanyaan pelan yang Rafa lontarkan. Sasa beralih menyenderkan kepalanya di pundak Rafa yang dengan refleks merangkul gadis itu ke dalam pelukannya. "Eh, lo berdua ke kamar, gih!" ucap Agra tiba-tiba. Sontak mereka semua menatap Agra. "Apa? Mereka butuh waktu berdua, manten baru," ucap Agra dengan wajah malas. "Oh? Iya, woy! Kalian pasti banyak yang mau diomongin. Sana, gih!" usir Riana melambaikan tangannya. "Asal jangan langsung dijebolin aja si Sasa nya. Tunggu ntar malem," sahut Fano dengan wajah sok polosnya. "Oom mau ebolin Ante? Gimana cala na?" Fano mendengus begitu lagi-lagi Zegran ikutan menyahut. "Pelajaran tambahan lo nanti di rumah, Yul. Sekarang jangan dulu," terang Fano mencoba menenangkan. Zergio melemparkan kentang goreng dari piring istrinya dan mengenai hidung Fano. "Anak gue lo kotorin terus pikirannya!" sentaknya dengan tatapan membunuh. "Gue ngasih pelajaran penting Gi, bukan ngotorin," bela Fano dengan mimik wajah sok tersakiti. "Ya udah, gue sama Rafa duluan aja, deh," ucap Sasa tiba-tiba berdiri. Karena jujur, Sasa memang ingin menanyakan banyak hal pada Rafa. "OKE SASA!! EH SASA NYA JANGAN LANGSUNG DIJEBOLIN DULU YA, RAF!!" pekik Alexa melambaikan tangannya pada Sasa dan Rafa yang sudah berjalan masuk ke dalam Hotel. Mengabaikan teriakan tak elit dari Alexa. Rafa segera membuka pintu dengan satu tangan, begitu mereka tiba di depan kamar. Karena tangannya yang lain benar-benar tidak melepaskan tangan Sasa. Mengunci pintu kamar, Sasa langsung beralih ke ranjang dan merebahkan tubuhnya tanpa berniat ganti baju lebih dulu. Sejujurnya, ia lelah. Tapi tadi ia menjawab pertanyaan Rafa dengan gelengan kepala. Rafa yang melihat itu pun tersenyum tipis. Ia beralih mengambil ponselnya yang ada di atas nakas. Rafa langsung menghubungi Dela dengan Video call. "Bunda," sapa Rafa ketika wajah Bundanya telah muncul di layar ponsel. Sasa yang tengah berbaring dengan mata terpejam, refleks bangun dengan cepat. Gadis itu duduk di tepi ranjang dan menyaksikan Rafa yang bergerak duduk di sampingnya. "B-bunda," sapa Sasa gugup. Sedangkan Dela di seberang, tampak tersenyum. "Cantik sekali mantu Bunda," ucap Dela dengan wajah haru. "Makasih, Bunda," sahut Sasa dengan wajah salah tingkah. Dela yang melihat itu pun semakin tersenyum. "Udah selesai?" tanya Dela beralih pada Rafa yang senyumnya langsung merekah. Tangannya terangkat dan menggandeng tangan Sasa. Memperlihatkan cincin nikah yang tersemat di jari masing-masing. "Alhamdulillah. Rafa sama Sasa sekarang suami istri, Bun," jawab Rafa dengan wajah biasa saja. Tapi matanya begitu terpancar kebahagiaan. Sebenarnya Dela tadi sudah menyaksikan akad mereka, meskipun melalui ponsel. Ia melakukan Video Call dengan Dion agar bisa melihat prosesi pernikahan Rafa dan Sasa, meskipun tidak bisa hadir menyaksikan langsung. Dela bahkan sampai menitihkan air matanya. "Baik-baik ya, nak? Kalian harus berjuang sama-sama. Jangan hanya sendirian, jangan nutup-nutupin apa-apa dari pasangan kalian. Sebelum saling percaya, alangkah lebih baiknya kalian saling terbuka. Itu point utama dalam pernikahan," terang Dela memberikan wejangan. Mata Sasa pun tampak berkaca-kaca. Ia begitu terharu diberikan wejangan dari Ibunda Rafa. "Makasih, Bunda. Sasa bakal inget terus pesan bunda," ucapnya dengan suara yang agak bergetar. Rafa menyadari itu, karena itulah ia beralih merangkul Sasa ke dalam pelukannya. Tak lupa memberikan kecupan singkat di puncak kepala gadis itu. "Kehidupan pernikahan itu gak gampang. Apalagi hubungan kalian yang mungkin cukup rumit. Suatu saat, kalian pasti akan bahagia, bunda yakin. Bunda akan selalu doa-in kalian yang terbaik. Yang kuat ya, nak? Maaf juga gak bisa hadir." Sasa hanya menganggukkan kepalanya kuat dengan mata berair. Berbeda dengan Rafa yang terus melemparkan senyum. "R-restu Bunda udah jadi hadiah terbaik buat kita," ucap Sasa. "Jangan nangis, sayang. Ini hari bahagia kalian. Bunda tutup teleponnya dulu. Kalian berdua perlu waktu berdua," ucap Dela tersenyum lebar. Wanita itu juga menyeka air mata yang menetes di pipinya. "Bunda jangan lupa jaga kesehatan," pesan Rafa sebelum Dela memutuskan sambungan telepon mereka. Rafa meletakkan ponselnya kembali ke atas nakas dan beralih memeluk Sasa. Ia tau jika gadis itu sudah menangis sekarang. “Aku jahat ya, Raf? Aku ngerebut kamu dari Syela. Aku udah jadi pelakor, ya?” Rafa a menatap Sasa dingin. "Dari awal aku bukan milik siapa-siapa. Aku cuma milik kamu.” "Tapi, kamu udah tunangan sama dia," cicit Sasa. "Aku gak mau denger hal yang buat mood aku hancur, Sa. Ini hari bahagia kita. Lupain masalah itu dulu," sela Rafa kini melepaskan pelukan mereka. "Aku mau mandi," ucap Rafa sebelum berdiri dari duduknya. "Raf, maaf. Plis jangan marah, aku cuma..." Sasa menunduk, bingung ingin mengatakan apa. Tapi ia bisa melihat jika Rafa berhenti melangkah sebelum berbalik padanya. "Mau mandi bareng?" Mata Sasa membulat saat Rafa bertanya dengan kedua alis terangkat naik, serta bibirnya yang tersenyum miring. “DASAR m***m!” jerit Sasa yang disambut kekehan kecil dari Rafa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN