PART 13

2465 Kata
“Udah, udah! Sebaiknya kita duduk dan makan.” Mafyra melerai, membuat mereka tersadar jika sedari tadi mereka terus berdiri. Rafa langsung menggiring calon istrinya agar segera duduk. Memang Sasa sudah menjadi calon istri Rafa setelah lamaran tadi diterima, kan? "Ayok bahas PBGS!!" sorak Riana semangat. Tak peduli jika ada orang tua di dekatnya. Sedangkan berbagai macam makanan yang akan mereka santap, sudah siap dihidangkan oleh pelayan. "PBGS?" beo Sasa. "Pasti lupa. Project Baby Gemoy Seumuran, Sasa, ih!" Alexa merengut kesal. "Buat aja sana. Gue gak ikutan," balas Sasa tenang. "GAK BOLEH! Semuanya harus ikutan! Nanda juga," seru Riana kekeh. "Ghuwe manha ada pasangwan anjir?" geram Nanda dengan mulut penuh. Jangan tanya, dia sedang makan. "Azka kosong. Dion juga kosong, gas aja ampe lu bunting, kelar masalah." Alexa langsung menoyor kepala Claretta ketika wanita beranak satu itu menyeletuk tanpa memfilter ucapannya. “Ada orang tua di sini, bego,” bisiknya memperingati. Claretta balas melirik Alexa sinis. Kedua perempuan seumuran itu berdebat melalui tatapan mata. "Kak Nanda mau dibuat bunting sama kak Azka sama kak Dion?" Semua yang ada di sana langsung memusatkan pandangan pada Alina. Wanita itu baru saja bertanya tapi dengan suara yang sangat pelan. Memang pada dasarnya Alina yang cukup pendiam itu begitu sungkan, meskipun hanya untuk bertanya sekalipun. Ia lebih sering menanyakan hal-hal yang ia dengar dari siapapun pada Zain. Karena kata Zain.... "Jangan tanya sama orang lain. Sama aku aja." Claretta yang duduk di samping Alina, mengangkat tangannya dan mengelus kepala Alina layaknya seorang ibu. "Jangan tanyain Zain ya, Lin? Nanti aja gue ajarin," ucap Claretta terkekeh garing. Alina hanya menurut. “Sudah, sudah. Sebaiknya makan dulu. Ngobrolnya lanjut nanti,” ucap Tama, sehingga para perempuan bawel itu berhenti berbicara. “Egra mau makan sama Opa?” Tama beralih pada sang cucu. “Gak mau, Opa. Mau sama Mami,” jawab anak itu cepat. “Helleh. Dasar anak Mami.” Sempat-sempatnya Fano mencibir putra dari sahabatnya itu. “Oom tuh punya keilian hati. Gak bisa liat Ega bahagia, pasti kalena ili,” jawab Zegran—keponakan pertama Sasa—dengan cadelnya. Tama dan Mafyra tertawa melihat tingkah cucunya. “Sebaiknya kalian semua makan dengan tenang.” “Lagian si Fano kurang kerjaan banget. Ngajak debat kok sama bocil,” cibir Azka pelan, membuat Fano melotot tanpa bisa protes karena tidak mau ditegur lagi. Semua teman Rafa dan Sasa ada di sana. Mereka terbang ke Bali karena ingin menghadiri pernikahan Rafa dan Sasa yang rencananya memang akan dilaksanakan di Bali. Termasuk Dion yang juga ada di sana. Mereka menyusul Nanda, Vela, Riana, serta Alexa yang sudah ke Bali lebih dulu. Mereka datang bersama Rafa setelah Zergio dan Rafa mengurus hal-hal yang diperlukan untuk pernikahan Rafa dan Sasa. Itu semua tanpa sepengetahuan Sasa. Rafa sudah merencanakannya jauh hari. Terlebih setelah mendapat restu dari Dela. Ia ingin memberi kejutan ini untuk sang kekasih tepat di anniversary hubungan mereka yang genap 6 tahun. "Gimana, nih? Berarti jadi kan kalian nikah," goda Riana setelah mereka semua menyelesaikan makan malamnya. Sejujurnya Sasa sangat malu akan perlakuan Rafa tadi, terlebih saat mengetahui jika sebenarnya teman-temannya tengah mengintip untuk menyaksikan. Berbeda dengan Rafa yang tetap diam dengan wajah flat nya. Tidak ada sama sekali raut wajah gugup atau salah tingkah. Bahkan tatapan haru dan kebahagiaannya tadi saat bersama Sasa pun tidak ia perlihatkan lagi. Oh, tapi jangan lupakan jika tangan Sasa di bawah meja tengah digenggam erat oleh Rafa. Bahkan sesekali Rafa mengelusnya. Sungguh, Rafa begitu pandai mengontrol diri. "Sasa nikahnya di Bali!!!" jerit Alexa heboh. Sasa mengernyit kemudian menatap Rafa. "Kapan?" tanyanya dengan sedikit berbisik. Tangan Rafa yang lain terangkat untuk menyingkirkan anak rambut yang menghalangi wajah cantik Sasa. "Besok." Jawaban Rafa membuat Sasa kaget. "Besok?!" "Iya lah, Sa! Lebih cepat lebih baik," sahut Vela yang tengah memangku Zena—keponakan Sasa yang kedua. "Tapi--" "Restu Bunda Rafa udah lo kantongin," celetuk Nanda santai, sembari memasukkan makanan ke mulut. "Tapi Papa--" "Papa sama Mama juga udah setuju, Sayang. Mama percaya sama Rafa." Sasa langsung menatap sang ibu yang berbicara dengan lembut padanya. "Gak sabar gue neriakin kata sah besok." Rafa hanya tersenyum kecil mendengar ucapan Fano. "Kalo urusan semua-muanyaaaa. Lo gak usah khawatir, semuanya udah siap," ucap Nanda ketika masih melihat wajah cemas Sasa. "Siapa yang nyiapin?" "Ya siapa lagi? Calon suami lo, lah," sahut Vela santai. "Gio yang bantu, eh kita-kita juga kali," tambah Agra "Jadi kalian semua udah tau tentang ini? Nanda?" tanya Sasa beralih melototkan matanya pada Nanda, Vela, Riana, dan Alexa yang memang menyusulnya ke Bali duluan dibandingkan yang lain. Nanda cengengesan. "Iya hehe.... makanya gue setuju waktu si Rafa ngasih tau gue alasan kenapa harus nyusulin lo dimari," terangnya santai. "Bukan itu aja, sih. Gue udah tau lo ke Bali berdua sama Rafa, bukan mau me time," sambungnya menyindir. Saking terkejutnya, Sasa bahkan tidak bisa berkata-kata lagi. Itu berarti, Rafa sudah berencana menikahinya sebelum mereka berangkat ke Bali. "Gak liat nih, Gio sama yang lain bawa anak-anaknya. Kan mereka mau ngehadirin nikahan lo," celetuk Claretta. Sasa beralih menatap Rafa yang setia berwajah tanpa ekspresi. Ia tidak menyangka jika Rafa sengebet ini untuk menikahinya. "Kamu nyiapin semuanya sehari?" Rafa tak menjawab. Laki-laki itu malah mengajak Sasa berdiri dan berniat menarik tangannya ke tempat lain. “Ma, Pa. Rafa bawa Sasa dulu, ya?” izin Rafa yang tentu saja diiyakan oleh calon mertuanya itu. "Mojok pasti," cibir Alexa melihat kepergian pasangan itu. Sementara Rafa dan Sasa mengabaikan cibiran Alexa. Rafa membawa Sasa ke tempat yang lebih sepi dengan tanpa melepas genggaman tangan mereka. Mata Sasa kembali membulat ketika melihat pemandangan di depannya. Terkesan sederhana, tapi sejujurnya sangat menyentuh. "Rafa, ini.." Sasa tidak melanjutkan ucapannya. Ia terpana. "Aku gak tau gimana caranya romantis. Tapi aku harap, kejutan ini bisa bikin kamu bahagia kaya cewe di luaran sana," ucap Rafa dengan wajah tenangnya. Sasa tersenyum lebar. Dengan berani, ia menjinjitkan kakinya dan mengecup pipi Rafa. "Makasih," ucapnya bahagia. Sasa mengulum bibir menahan senyum. Jika saja sekarang tidak gelap, mungkin Sasa bisa melihat telinga Rafa yang memerah. Laki-laki itu jika salah tingkah memang tidak terlihat dari ekspresi dan gerak-geriknya. Melainkan dari telinganya yang akan langsung memerah. Rafa terkekeh pelan. "Udah berani, hm?" desisnya sembari menoleh untuk menghadap Sasa. Sasa hanya menggedikkan bahunya acuh tak acuh. Tapi ketika Rafa tiba-tiba merangkul pinggangnya dan membawanya ke pelukan laki-laki itu, Sasa seketika panik. Tubuh keduanya merapat tanpa jarak. "Rafa, jangan gini." "Kamu yang mancing," sela Rafa sebelum meraup bibir Sasa dengan penuh rasa bahagia. Mereka berciuman. Kali ini Sasa melingkarkan lengannya ke leher Rafa. Menikmati dan membalas ciuman laki-laki itu. Rafa baru melepaskan tautan mereka, ketika merasa Sasa kesulitan mengambil nafas. Laki-laki itu mengelus bibir Sasa yang basah dan sedikit bengkak. "Masih berani?" tanyanya dengan mengangkat sebelah alisnya menggoda. Sasa merengut kesal dan meninju lengan Rafa pelan. "Iya, iya aku nyerah," pasrahnya mencebik, agak kesal. Rafa tertawa kecil. Ia beralih merangkul pundak Sasa dan membawanya untuk duduk di kursi yang sengaja ia siapkan. "Matcha?" Sasa tersenyum lebar ketika melontarkan pertanyaan tersebut pada Rafa. "Kesukaan kamu," balas Rafa datar. Dasar kaku. Sasa tertawa kecil. Sejujurnya, Sasa begitu ingin tertawa jika Rafa berlaku romantis. Bukan Rafa sekali, pikrinya. "Hari ini kamu romantis banget," ucap Sasa menyuarakan isi pikirannya "Aku sebenernya marah sama kamu.” Rafa bukannya menjawab, ia malah mengatakan hal lain. Sasa mengernyit. “Kok marah?” “Aku liat insta story Alexa. Kamu tau kan aku gak suka kamu deket cowok lain.” Tatapan tajam Rafa membuat Sasa menggigit bibir agak cemas. ‘Gara-gara Alexa nih. Eh empat cewek-cewek rempong itu, deh.’ Sasa mencibir dalam hati. Tangan Rafa terangkat dan menyelipkan rambut Sasa ke belakang telinga gadis itu. “Jadi aku gak salah ngambil keputusan buat nikahin kamu besok,” gumamnya dengan senyum miring. Sedangkan ia mulai meneguk cappucino latte miliknya. Inginnya memesan red wine, tapi mengingat besok ia akan akad nikah dengan kekasihnya ini, Rafa jadi mengurungkan niatnya. Ya, pernikahan Rafa dan Sasa akan berlangsung besok, di Bali. Secepat itu Rafa menyiapkannya hanya dalam dua hari. Awalnya Rafa hanya ingin melamar Sasa secara resmi di Bali saat anniversary mereka yang bertepatan di malam ini. Tapi setelah menemui dan berbicara dengan Bundanya, Dela. Rafa akhirnya memutuskan untuk melamar sekaligus menikahi kekasihnya. Dengan bantuan sahabat-sahabatnya, Rafa menyiapkan pernikahan mereka yang akan digelar dengan konsep intimate wedding. Konsep itu juga didapatinya dari Ghea yang pernah menanyakan saudari kembarnya itu mengenai konsep pernikahan yang Sasa inginkan. Memiliki pribadi yang tidak suka keramaian dan basa-basi. Sasa lebih suka pernikahan yang sederhana, namun hangat. Mengingat hal itu, Rafa tersenyum kecil. Apapun yang ada pada kekasihnya selalu membuatnya semakin jatuh cinta. Tangan Rafa beralih menggenggam tangan Sasa. "Setelah nikah, kamu akan terikat seumur hidup sama aku," ucapnya dalam. "Oh, ya?" Sasa merespon dengan sedikit candaan. "Hm." Sasa tersenyum kecil. Padahal Rafa hanya diam tanpa mengeluarkan ekspresi yang berarti. Tapi Sasa selalu dibuat bahagia, meskipun hanya dengan seperti itu. "Aku siap kok, terikat seumur hidup sama kamu," bisiknya dengan sorot mata berbinar. Seketika Rafa tersenyum. Ia membawa tangan Sasa ke dekat wajahnya dan melabuhkan kecupan cukup lama di punggung tangan gadis itu. "Mau, gak?" tawar Sasa menyodorkan makanan penutup miliknya, karena tadi mereka sudah makan malam bersama yang lain. Rafa tak menjawab, tapi laki-laki itu bergerak memajukan wajahnya dan membuka mulut. Menandakan jika ia ingin disuapi. Sontak Sasa tersenyum tipis sebelum menyuapi Rafa dengan sendok yang sama. Ternyata tidak itu saja, Rafa juga menyendok kan makanannya pada Sasa. "Gantian?" "Hm." Sendok makanan milik Rafa masuk sempurna di mulut Sasa setelah laki-laki itu bergumam menjawab pertanyaan gadisnya. "Jadi gak sabar," gumam Rafa tanpa sadar. "Hah?" Rafa mengerjapkan matanya saat Sasa membeo. "Gak," jawab Rafa mengelak. "Apa, sih?" "Enggak. Makan lagi!" titah Rafa mengalihkan. Sasa menggedikkan bahunya acuh tak acuh. Kemudian kembali fokus dengan makanannya. Sesekali ia menyuapi Rafa yang memang meminta. Selang beberapa menit, mereka telah menyelesaikan makannya. Salah seorang pelayan tiba-tiba datang dan membereskan meja mereka. Menyisakan bunga dan lilin di atasnya. Bersamaan dengan pelayan itu pergi setelah menyelesaikan tugasnya, tangan Rafa juga bergerak menggenggam tangan Sasa. Jarinya menyentuh cincin yang tersemat indah di jari manis gadis itu. Senyum lagi-lagi merekah di wajahnya. Mengingat bagaimana saat tadi Sasa menjawab lamarannya dengan tangis haru. "Makasih," ucap Rafa tiba-tiba. "Hm?" "Makasih udah nerima aku," ucap Rafa memperjelas. Matanya menatap mata Sasa dengan begitu intens. "Aku juga mau bilang makasih." Ucapan Sasa membuat Rafa mengernyit. "Buat?" "Kamu udah nepatin janji. Kamu bilang mau lamar aku setelah kita selesai ngejar pendidikan," terang Sasa menjelaskan. "Tapi aku telat, dan udah buat kamu kecewa---" "Untuk sekarang, gak usah mikirin yang lain. Aku cuma pengen, hubungan kita jalan tanpa bayang-bayang perjodohan kamu sama dia," sela Sasa. Gadis itu bahkan enggan menyebut nama Syela. Rafa menunduk untuk mengecup tangan Sasa yang ia bawa ke bibirnya, lagi. Sedangkan matanya tak pernah ia alihkan dari mata gadis itu. "Kita nikah, punya anak, dan keluarga kecil kita bahagia. Gitu kan, Sa?" Tatapan pria itu terlihat berbinar dan penuh harap. Sasa mengangguk cepat. "Harus, dong." "Aku mau anak banyak." Sasa tertawa pelan ketika mendengar ucapan Rafa. Laki-laki itu begitu serius mengatakannya. Lihatlah keningnya yang sedikit mengerut, seolah otaknya itu tengah berpikir keras. "Banyak maunya," cibir Sasa. "Gapapa. Kalau udah halal, mau ngapain aja kita dapat pahala," bela Rafa. "Ada-ada aja kamu, Raf." Sasa tertawa sembari menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Pembahasan mereka sudah absurd sekali rasanya. Rafa tentu langsung tersenyum ketika melihat tawa bahagia Sasa. "Aku dikasi tau Alexa. Katanya kamu kesel liat Insta story Syela. Aku gak tau soal itu, dia foto aku diem-diem," ucap Rafa kembali serius. Saat melihat Sasa yang didekati laki-laki lain, Rafa semakin bergerak cepat menyiapkan banyak hal bersama Zergio untuk pernikahannya yang akan ia laksanakan besok. Di Bali. Terlebih setelah ia mengantongi restu sang Bunda, meskipun Dela tidak bisa hadir. Tapi restu dari wanita itu sudah lebih dari cukup. Kenapa di Bali? Karena dengan di tempat itu, Rafa setidaknya bisa menggelar pernikahan impian untuk Sasa. Jika di Jakarta, mungkin mereka akan kesulitan. Apalagi status Rafa yang sebagai tunangan Syela. "Gapapa, Raf. Aku gak marah sama kamu. Aku tau kamu gimana, aku percaya sama kamu." Sasa memandang Rafa dalam. "Aku cuma ngerasa cemburu aja," kekehnya. Rafa tersenyum tipis. "Kamu bebas cemburu, Sayang. Aku milik kamu." Saling memandang penuh cinta, Rafa jadi teringat pembicaraannya dengan Dela sebelum memantapkan niatnya yang ingin menikahi Sasa secepatnya. ___ Dela tampak menghela nafas pelan. "Bunda cuma takut. Hubungan kamu sama Sasa bakal tambah rumit kalau udah masuk ke jenjang pernikahan. Kalian berdua siap, kan?" Rafa tersenyum tipis. Laki-laki itu beralih mengecup tangan Dela. "Bunda, setelah Rafa ngajak Sasa kembali ngejalin hubungan di belakang Syela. Itu udah jadi langkah awal. Serumit apapun hubungan kita nanti, Rafa yakin, kita pasti berhasil." Dela tersenyum dengan mata berkaca-kaca. "Maafin Bunda sama Papa kamu ya, nak?" Rafa hanya tersenyum sembari menyeka setitik air mata yang jatuh ke pipi sang Bunda. "Bunda sama Papa orang tua Rafa. Pengorbanan kalian lebih banyak." "Tapi----" "Bunda harus yakin sama Rafa. Pernikahan Rafa sama Sasa perlu restu dan do'a dari Bunda." Dela tertawa pelan. "Sejak dulu, Sasa udah jadi calon mantu idaman bunda. Jadi nikahin dia secepatnya, kalau kamu memang sudah yakin dan siap. Bunda gak mau ya kalian lepas kendali," ucap Dela yang diselingi sedikit candaan. Rafa tersenyum. "Makasih, Bun. Rafa sayang Bunda." Dela tak menjawab. Tapi wanita itu memeluk Rafa dengan air mata yang sudah bercucuran. Terharu sekaligus sedih dengan kepelikan hidup putranya itu. "Berjuang sedikit lagi, ya? Sampaikan pesan Bunda ke calon istri kamu, karena bunda gak bisa hadir di nikahan kalian. Papa kamu butuh bunda." ___ Rafa tersenyum mengingat pembicaraannya dengan Dela ketika di rumah sakit. Hal itu membuat Sasa memicingkan mata curiga. "Ngapain kamu senyum-senyum? Kamu gak mikirin tunangan kamu itu, kan?" tuding Sasa beruntun. Rafa tersadar. Laki-laki itu beralih menatap Sasa dan mengangkat tangannya untuk mengelus pipi gadis itu, seperti kebiasaannya. "Kata Bunda, aku harus sampaikan pesan dia ke calon istri aku, katanya kita harus berjuang sedikit lagi, dia juga gak bisa hadir besok karena harus jagain Papa," ucap Rafa yang tidak menjawab tuduhan Sasa. "H-hah? Bunda?" "Hm." Rafa mengacak-acak rambut Sasa. Gemas dengan berbagai macam ekspresi gadis itu. "Ck, Rafa," keluh Sasa menjauhkan tangan Rafa dari puncak kepalanya dan beralih membawanya ke pipinya. "Bagusan ngelus ini," ucap gadis itu tersenyum. Keduanya saling menatap dalam, hingga tanpa sadar wajah mereka semakin mendekat satu sama lain. Mempertemukan kedua bibir mereka dengan mata terpejam menikmati. Membiarkan bulan menjadi saksi bisu. Eh tidak juga, karena… “ASTAGHFILULLAH! OOM SAMA ANTE BELDOSA, MAMI!!” Tautan bibir Rafa dan Sasa langsung berjarak, saat mendengar teriakan Zegran yang bukannya menutup mata, malah melotot senang melihat pemandangan aksi kissing Rafa dan Sasa. Ghea tiba-tiba datang untuk membawa putranya pergi, tak lupa meminta maaf pada Rafa dan Sasa karena gangguan putra nakalnya. Rafa dan Sasa saling menatap, memerhatikan saudari kembar Sasa itu membawa putranya pergi. Sepertinya bocil satu itu diam-diam menyusul Rafa dan Sasa tanpa sepengetahuan semua orang tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN