PART 12

2269 Kata
Saat ini, Bunda Dela tengah tertidur di atas sofa dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Sedangkan Rafa duduk di kursi, tepat di samping ranjang pasien sang ayah. Matanya tampak sayu karena rasa kantuk yang melanda. Sejak mendarat di Bandara dari Bali, Rafa tidak pernah beristirahat. Ia langsung memaksakan diri mengurus Bundanya serta Syela. Bukan hanya mereka berdua, karena Rafa juga sempat sibuk di rumah. Kali ini, waktunya ia habiskan di rumah sakit untuk menunggu sang ayah siuman. "Rafa!" Mata Rafa yang hampir terpejam, sontak langsung terbuka begitu mendengar suara Dela dari belakang. Rafa cepat-cepat menghampiri Dela yang kini berusaha bangun dari posisi berbaringnya. Laki-laki itu segera membantu sang Bunda untuk bangun, kemudian duduk di samping wanita itu. "Istirahat, nak," ucap Dela lembut sambil mengelus kepala putranya. "Rafa gak ngantuk. Bunda aja," kilah Rafa sambil tersenyum tipis. Dela tersenyum sendu. Matanya melirik Neal yang masih memejamkan mata. Kemudian mengambil tangan Rafa untuk ia genggam. "Sebelum pingsan, Papa kamu sempat nanya Bunda," ucap Dela dengan wajah lelah, membuat perasaan Rafa tiba-tiba tidak enak saat mendengar pembahasan ini. "Papa kamu nanya tentang..... hubungan kamu sama Sasa." Nah, kan? "Bunda gak ngasih tau, karena waktu papa kamu nanya, dia udah keliatan marah, trus Papa kamu pingsan. Mungkin Papa kamu udah tau," cerita Dela. Rafa mengerjap. "Bunda tau....." “Bunda habis ketemu sama Sasa. Dia bareng sama Syela, jadi Bunda gak bisa lama-lama ngomong sama dia," ucap Dela begitu melihat Rafa yang sempat tertegun. "Nak, dalam suatu hubungan, jangan hanya satu orang yang berusaha mempertahankan. Kamu harus berbagi kesulitan sama pasangan, dengan begitu bebannya enggak berat sebelah." Rafa beralih rebahan dan menjadikan paha Dela sebagai bantalan. Sedangkan tangan Dela bergerak untuk mengelus kepala putranya. "Bunda gak masalah sama hubungan kamu. Bunda tau gimana perasaan kamu. Tapi, bunda juga gak tega sama Syela. Ini ngebuat bunda serba salah sebagai orang tua." Tangan Rafa menarik satu tangan Dela untuk ia kecup. Membiarkan tangan lain Dela mengelus kepalanya. "Papa sama Bunda hanya gak ada pilihan lain. Ini bukan masalah materi, tapi udah termasuk karena nyawa. Bunda cuma takut dengan fakta kalau keputusan apapun kedepannya bakal berakhir dengan buruk." Dela menghela nafas untuk menetralkan perasaannya. "Karena itu, Bunda minta jangan berjuang sendirian." Rafa tersenyum tipis. Laki-laki itu beralih menatap Dela dari bawah. "Rafa minta sesuatu sama Bunda, boleh?" tanyanya. Dela mengernyit ketika melihat mata Rafa yang menyorot serius padanya. Tapi, ada secercah binar bahagia di mata putranya itu. "Rafa perlu restu Bunda buat nikah sama Sasa, meskipun masalah ini belum selesai. Rafa gak bisa lama-lama, Bunda. Rafa gak bisa kalau gak nikah sama Sasa, Rafa takut Sasa diambil orang lain." *** Keesokan harinya, Alexa baru memposting story di akun Instagramnya, tak lupa menge-tag Sasa dengan tambahan caption, ‘Baru semalam langsung dapet gebetan.’ Sengaja, agar Rafa melihatnya dan merasa cemburu. Alexa hanya ingin memancing keributan. Pasti seru, pikirnya. “Anj---ALEXA!” Pekikkan Sasa bukannya membuat Alexa takut, gadis itu malah cekikikan bersama Riana, Nanda dan Vela. “Apa sih, Sa?! Jangan marah-marah mulu, nanti cepert tua!” balas Riana sedikit memekik, agar Sasa mendengar ucapannya. Padahal jarak mereka tidak begitu jauh, tapi berbicara seperti tengah berada dalam jarak yang jauh saja. “Hapus, gak?!” Sasa berkacak pinggang. Ia tidak mau mencari masalah membuat Rafa marah. Kekasihnya itu benar-benar pencemburu. “Udah deh, Sa! Mending lo mandi sana! Kita mau makan malam di luar!” Riana dan Alexa malah memaksa Sasa untuk masuk ke kamar mandi. “Ck, apaan, sih?! Gue males keluar!” “Buruan sana! Nyesel lo kalo gak ikut!” “Gue gak mau anj---“ “Heh! Ceweknya Rafa gak boleh ngumpat!” “Selingkuhan maksudnya.” “b*****t lo semua!!” Keempat gadis pengacau itu malah tertawa terbahak-bahak begitu pintu kamar mandi telah berhasil mereka tutup dengan Sasa di dalamnya. Sambil berdoa ria, mereka sibuk tertawa sembari bersiap mengganti baju juga. Sesampainya di tujuan Alexa dan yang lain--minus Sasa--malam ini, terlihat jelas perbedaan ekspresi masing-masing. Terutama Sasa yang terlihat masam, karena dipaksa ikut. "Gak usah kecut gitu mukanya," cibir Alexa tanpa menatap Sasa. "Pemaksaan. Gue gak mau ikut malah dipaksa," jawab Sasa tak mau kalah. "Diem, Sasa!" "Ya lo ngomong, gue balas, lah." Alexa mengelus d**a sabar. "Elus aja terus sampe rata," cibir Sasa dengan lirikan sinisnya. "Gak akan rata, asetnya Bryan ini." Sasa berdecak pelan. "Bangga banget." "Haruslah! Kan kita bentar lagi nikah," balas Alexa sombong. "Ya lo---" Ucapan Sasa langsung terhenti saat lampu yang menerangi meja-meja di sana langsung padam. Sasa seketika meraih tangan Vela yang ada di sampingnya, tapi ia tidak menemukan keberadaan seorang pun. Sasa pun mengerut bingung. Kenapa ia merasa jika sekarang ia hanya sendiri di sana? “Vel? Al? Riana! Nan!” Sasa memanggil-manggil keempat teman gilanya itu. Tapi tidak ada jawaban, hanya terpaan angin malam yang menyambutnya. Mereka memang membawa Sasa ke tempat makan dekat pantai. Katanya lapar ingin mengisi perut. Sasa mengelus lengannya yang memang terbuka. Ia tengah mengenakan dress selutut dengan model baju yang memperlihatkan lengan atasnya. Saat akan melangkah, sebuah layar besar tiba-tiba menyala di depannya dengan jarak yang cukup jauh. Sasa mengernyit, ia tidak begitu melihat benda itu tadi. Tapi tak urung ia memandang lama layar besar itu. “Rafa!" Mata Sasa membulat saat suara dari layar lebar itu terdengar. Sasa tentu sadar, jika suara itu suaranya yang memanggil nama Rafa. Ah, itu video iseng yang Sasa dan Rafa sering abadikan saat masih berpacaran di masa sekolah. “Ck, Sa. Jangan videoin!” Tanpa sadar senyum lebar langsung terbit di wajah Sasa saat mendengar ucapan kesal dari sosok pria di video itu. Kaki Sasa melangkah untuk mendekati layar lebar itu. Ia melihat isi video yang ia ingat betul dulu jika dirinya iseng mem-video Rafa yang tengah bergelung di dalam selimut. “Aku marah ya, Sa?!” “Gak akan! Kamu gak bisa marah sama aku!” “Saaaa!” “Apa Rafaaaaaa?” Kekehan kecil keluar dari mulut Sasa. Tangannya terangkat dan menggelitik perut Rafa dari luar selimut. "SASA!!" Ucapan Sasa terpotong ketika namanya diteriaki dengan suara keras. Sasa tertawa kecil melihat isi video. Tangannya terangkat ingin menyentuh layar itu, tapi pergerakannya berhenti di udara saat tiba-tiba saja lampu menyala satu per satu. Tidak menyala seperti sebelumnya, namun urutan lampu yang menyala kali ini dimulai dari tempat Sasa berdiri, membawa netra Sasa menemukan keberadaan seorang laki-laki yang sangat dikenalinya. Bertepatan dengan lampu terakhir yang menyala di posisi pria itu. “Rafa,” gumam Sasa dengan mata yang membola. Pria itu berjalan mendekat. “Kamu---“ “Sasa!" Ucapan Sasa terhenti saat Rafa memanggil namanya dengan suara yang terdengar begitu lembut. Pria itu tersenyum. "Aku gak tau, kamu bakal suka sama yang aku lakuin sekarang atau enggak.” Rafa lebih dulu melanjutkan ucapannya saat melihat Sasa seperti ingin menanyakan banyak hal. “Maaf, aku gak bisa bikin kamu bahagia setelah bertahun-tahun gak ketemu. Aku malah nyakitin kamu, dan kamu dengan sabar selalu percaya sama aku.” Sasa tidak bisa mengatakan apapun saat melihat sorot mata Rafa yang menatapnya begitu dalam. Pria itu berjalan mendekat dengan sebuket bunga mawar putih di tangannya. Bunga dan warna yang Sasa sukai. Seketika Sasa menatap Rafa penuh haru. Bahkan matanya sudah berkaca-kaca. Begitu Rafa sampai di depannya, Rafa langsung menggenggam tangan mungil Sasa untuk ia kecup. Bersamaan dengan itu, setetes air mata Rafa mengenai punggung tangan Sasa, dengan matanya yang agak memerah. “Aku gak tau gimana caranya romantis. Aku gak bisa nyanyi, takutnya aku malah ngerusak suasana, maaf." Sasa terkekeh kecil mendengar pengakuan kekasihnya. Rafa semakin mendekat dan mengecup kedua mata Sasa yang sempat meneteskan air mata karenanya. "Maaf, aku udah sering buat mata kamu basah." Lagi. Kata maaf tidak akan pernah bosan Rafa ucapkan. Lebih tepatnya, ia memang sangat membutuhkan kata itu untuk ia katakan pada Sasa. Begitu banyak rasa sakit yang Rafa berikan, dan Sasa dengan begitu sabar mempertahankan hubungan mereka. "Maaf, aku telat nepatin janji--“ "Udah deh, Raf! Kamu ngomong maaf sekali lagi, aku marah beneran," peringat Sasa mendongak dan menatap mata Rafa tajam. Tidak menyadari ucapan Rafa barusan. Senyum kecil langsung merekah di wajah Rafa begitu melihat wajah kesal Sasa yang sangat menggemaskan. Gadis itu menatapnya tajam dengan mata memerah dan basah karena habis menangis. Katakan, bagaimana Rafa bisa melepaskan gadis ini? Jika Sasa selalu bisa membuatnya jatuh sejatuh-jatuhnya di tiap detiknya. Rafa melepaskan pelukan mereka dan mengambil sedikit jarak. Cup! Ia mengecup puncak kepala dan kening Sasa cukup lama, sebelum matanya kembali menatap mata kekasihnya dengan intens. Menyeka air mata di pipi gadis itu, keduanya kemudian terdiam dan saling menatap cukup lama. Sebelum Rafa akhirnya memulai pembicaraan serius. "Sa, aku tau, masalah aku sama Syela belum selesai. Masalah aku sama keluarga aku belum selesai. Tapi...." Rafa mengulum bibirnya dan menghentikan sejenak kalimatnya. Laki-laki itu melepaskan tautan tangan mereka dan beralih merogoh saku celananya. Dengan gagah, Rafa menekuk lututnya hingga menyentuh pasir pantai. Ia mengambil posisi berlutut di depan Sasa dengan salah satu lututnya sebagai tumpuan. Sedangkan tangannya menyodorkan sebuah benda yang di dalamnya terdapat cincin. Jadi ia memegang sebuket bunga dan juga cincin. Sasa melongo. Ia terdiam dengan mata membola dan mulut yang sedikit terbuka. Suaranya tiba-tiba saja tercekat di tenggorokan, hingga tak mampu mengeluarkan suara apapun. "Dengan perasaan aku ke kamu, begitupun sebaliknya. Aku jadi semakin yakin buat nikahin kamu." "Rafa, nikah itu--" "Aku tau. Dengan modal cinta aja gak akan cukup, Sa. Tapi.... restu dari Bunda, Mama sama Papa kamu itu udah cukup kuat buat ngedorong aku untuk berbuat nekat dan berani kaya sekarang," sela Rafa ketika tau maksud dari apa yang akan Sasa ucapkan. "B-bunda?" "Iya." Rafa menatap mata Sasa penuh cinta. "Aku cuma mau nikah sekali, Sa. Dan nama perempuan yang pengen aku sebut saat akad itu, Sasa Zamora. Bukan Syela atau perempuan lain." Mata Sasa berkaca-kaca. Apalagi ketika melihat mata Rafa yang memerah. "Will you marry me?" Suara berat itu langsung diiringi dengan setetes air mata yang jatuh ke pipi Sasa, lagi. Entah Sasa harus bahagia atau sedih sekarang. Tapi sungguh, perasaan haru dan bahagia melingkupi dirinya. "Mau, ya?" Terdengar penuh harap dari suara pria itu. Kepala Sasa langsung mengangguk-angguk keras ketika Rafa bertanya dengan penuh harap dan mata berkaca-kaca. Setetes air mata ikut keluar dari mata Rafa. Ia begitu bahagia hingga mengeluarkan air mata. Dengan cepat, Rafa memasangkan cincin tersebut ke jari manis Sasa, tak lupa dengan bunga yang ia pegang pula agar diterima gadisnya itu. Ia berdiri dan langsung memeluk tubuh Sasa begitu erat. "Makasih... makasih, Sayang," bisik Rafa dengan suara bergetar. Perasaan haru dan bahagia melingkupi laki-laki itu. Lagi, Sasa hanya mengangguk dengan air mata bercucuran. Bukan air mata kesedihan, tapi air mata kebahagiaan. Rafa melamarnya di dekat pantai dengan sangat romantis baginya. Sasa terharu, Rafa merupakan sosok yang kaku dan tidak tahu menahu tentang hal-hal romantis. Tapi apa yang Rafa lakukan barusan, sungguh membuat Sasa bahagia hingga tidak bisa berkata-kata. Setelah puas memeluk Sasa, tangan Rafa berganti menangkup pipi kekasihnya. Menyeka sisa-sisa air mata yang mengenai pipi gadis itu, Rafa kemudian menempelkan kening mereka dengan mata terpejam. Menikmati posisi mereka dan tidak memikirkan apapun, mereka berdua seolah pasangan yang tidak memiliki masalah. Suasana bahagia dan haru antara Rafa serta Sasa, seolah menyebar di tempat yang cukup sepi itu. Cup! Rafa mencium kening Sasa cukup lama, lagi dan lagi. Sebagai bentuk kesenangannya akan jawaban yang Sasa berikan. Sasa menerimanya, yang menandakan jika Sasa bersedia menikah dengan Rafa. Sasa memejamkan matanya menikmati kehangatan itu. Prok! Prok! Prok! "SASA!!" “SELAMAT BRADER!” “I’M SO HAPPY FOR YOU, GUYS!” Mata Sasa langsung terbuka begitu mendengar pekikkan dan teriakan banyak orang. Ia menatap tak percaya keberadaan orang-orang yang saat ini tersenyum begitu lebar padanya. Lampu di sana juga sudah menyala semua. "Ghea?" Sasa kaget melihat keberadaan saudari kembarnya, tapi ia lebih dibuat kaget saat melihat keberadaan kedua orang tuanya yang super sibuk itu. “Mama, Papa?” Sasa menatap Rafa tak percaya. Membuat laki-laki itu tersenyum tipis. “Sebelum ngerencanain ini, aku udah minta restu sama orang tua kamu.” Sasa terharu. Ia langsung menubruk tubuh Rafa dengan pelukan erat. “Makasih, Rafa. Makasih,” cicitnya dengan suara bergetar. Rafa sontak mengelus punggung kekasih, mungkin sudah bisa dibilang calon istrinya. “Everything for you, baby,” bisik Rafa lembut, hingga hanya Sasa yang mendengar. “Gak mau meluk Mama sama Papa kamu, hm?” tanya Rafa lagi dengan lembut. Hal itu berhasil membuat Sasa sadar jika mereka tidak hanya berdua di sana. Terlebih teman-teman Rafa sudah menatap mereka menggoda. Sasa menghampiri keluarganya dengan cepat dan langsung memeluk kedua orang tuanya, kemudian Ghea. Ah, bukan hanya Ghea juga rupanya yang baru datang. Claretta, Alina serta para pria, teman-teman Rafa juga ada di sana. Termasuk anak-anak Ghea, Claretta serta Alina. "Kalian...." "Hehe, gimana kejutannya?" tanya Ghea riang. Sasa mengernyit. Ia menyipitkan matanya ke arah teman-temannya. "Ngapain lo pada ngumpul semua di sini?" tanya Sasa curiga, dengan mata yang sedikit sembab karena menangis terharu tadi. Saat ini mereka berada di dekat pantai. Mata Sasa bergulir dan memindai sekitarnya sekali lagi. Memang ada banyak kursi dan meja, tapi kursi itu kosong tak berpenghuni. Sedangkan meja yang sangat besar di dekat mereka, sudah banyak tersusun makanan di atasnya. “Sejak kapan ada begini di sini?" tanya Sasa beruntun. Wajahnya masih tanpa ekspresi meskipun ia dalam kondisi kebingungan. Iya, gadis itu baru sadar akan tempat ini yang seperti disulap menjadi restoran outdoor mewah. "Kan kejutan, jadi ada, lah. Lo kaget? Berarti kejutan kita berhasil," sahut Claretta santai. Sasa mendengus pelan. Ia langsung menoleh saat tangan Rafa melingkari pinggangnya dari belakang. "Ini semua rencana kamu?” tanyanya pada sang kekasih yang baru saja melamarnya tadi. “Hm, dibantu mereka,” gumam Rafa datar. Ia kembali menjadi Rafa yang kaku. Meskipun letupan bahagia di matanya masih bisa dilihat jelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN