"Bukankah kau sangat mencintaiku?" katanya dengan suara yang penuh keyakinan.
"Bagaimana bisa, seseorang yang begitu mencintai tiba-tiba menjadi begitu membenci dengan sangat? Tidakkah ada ruang untukku di hatimu? Aku ingin kembali padamu, Veronica,” pinta Brandon dengan suara nyaris tak terdengar.
Dia mencoba meruntuhkan tembok yang dibangun oleh Veronica dengan kata-kata yang penuh dengan keinginan untuk rekonsiliasi.
"Dulu mungkin aku mencintaimu dengan segenap hatiku," jawab Veronica, suaranya bergetar oleh keberanian yang terpendam.
"Namun, apa yang telah terjadi telah mengubah segalanya. Kepercayaan dan cinta yang dulu aku miliki telah hancur bersama dengan perbuatanmu. Aku sudah membuang cinta itu, Brandon.”
Dia menatap Brandon dengan tatapan yang tegas. "Aku sangat tidak ingin kembali padamu," ucapnya.
"Kau telah membuat pilihanmu dan sekarang aku membuat pilihanku. Aku memilih untuk menjalani hidupku tanpamu. Maka dari itu, jangan pernah bermimpi aku akan kembali padamu!”
Kata-kata Veronica dipenuhi dengan keputusan yang tegas dan penegasan yang tak tergoyahkan.
Dia tidak lagi membiarkan dirinya terjebak dalam siklus yang menyakitkan dan toksik.
Veronica menunjukkan bahwa dia telah menemukan kekuatan untuk melangkah maju dan membangun hidup yang lebih baik tanpa kehadiran Brandon di sisinya.
“Veronica, aku—”
“Sekarang pergi dari hadapanku!” usir Veronica dengan tegas. “Aku sedang sibuk untuk melakukan peluncuran produk terbaruku. Maka dari itu, silakan pergi dari hadapanku!” ucapnya menatap tajam wajah Brandon.
“Produk? Sejak kapan kau memiliki produk baru? Bukankah selama ini kau hanya menjadi pewaris tunggal hotel ini?”
Veronica tersenyum miring seraya membuang muka. “Kau tak perlu tahu, Brandon. Sekarang, silakan meninggalkan tempat ini!”
**
Di pusat perbelanjaan nan luas dan megah. Semua orang telah menunggu dengan tidak sabar untuk melihat peluncuran produk terbaru, yakni jam tangan mewah juga perhiasan terbuat dari berlian asli.
Yang juga ditayangkan di semua siaran televisi juga media sosial lainnya.
“Baiklah para hadirin yang terhormat dan berbahagia. Sebentar lagi kita akan menyaksikan peluncuran produk terbaru yang sudah lama kita tunggu-tunggu. Mari, kita sambut sang pemilik VN Jewerly. Nona Veronica!”
“What?! Veronica? Mantan istri Brandon, yang selalu terlihat lusuh itu?” gumam Erick—salah satu teman Brandon.
Ia pun menghubungi Brandon agar segera ke mall. Ia ingin memastikan bahwa wanita itu memang benar, adalah mantan istri Brandon.
“Selamat sore, semuanya. Terima kasih atas antusiasnya kalian semua. Aku tak menyangka, kalian akan seantusias ini menyambut launching-nya produk yang telah aku buat sendiri. Untuk itu, mari kita buka bersama-sama, VN Jewerly!”
Sorak sorai menggema di tempat itu. Mereka dengan antusias menyambut toko baru tersebut karena tidak sabar ingin membeli beberapa jam tangan juga perhiasan mewah nan elegan itu.
Agnes yang berdiri bersama dengan sahabatnya, Laura, menganga melihat peresmian toko yang selama ini dia tunggu ternyata milik Veronica.
“Pantas saja, wanita itu mengenakan perhiasan mewah dan mahal. ternyata memang itu miliknya. Aku tak menyangka, Brandon baru saja membuang berlian.”
Sebagai kakak tertua, Agnes sangat menyesal karena keputusan Brandon yang terlalu terburu-buru. Tak mau sabar, menunggu sampai Veronica memberi tahu siapa dirinya sebenarnya.
“Apa kau menyesal?” tanya Laura.
Agnes mengangguk pelan. “Ya. Seharusnya aku mendapatkan perhiasan itu dengan cuma-cuma.” Agnes geleng-geleng kepala.
**
Agnes pulang ke rumah dengan langkah yang tergesa-gesa. Tak lama setelahnya, Brandon juga pulang ke rumah.
“Ibu! Ternyata toko perhiasan yang baru saja buka itu merupakan milik Veronica!” ungkap Agnes memberi tahu.
“Ya. Aku sudah melihatnya di televisi tadi,” ucap Medina dengan lemas. Ia lalu menoleh ke arah Brandon. “Apa kau gagal mengambil Veronica kembali?”
Brandon menghela napasnya. “Seharusnya kau sudah tahu jawabannya, Ibu.”
Medina menggigit bibirnya memikirkan upaya yang bisa dia lakukan untuk mengambil kembali hati Veronica.
"Dalam situasi seperti ini, aku akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan cinta Veronica," jawab Medina dengan tegas.
"Aku akan berbicara dengannya, mencoba memahami perasaannya, dan berusaha memperbaiki segala kesalahan yang telah terjadi. Aku akan menunjukkan padanya bahwa kita semua di sini ingin memberikan dukungan dan cinta, tidak hanya untuk Brandon, tetapi juga untuknya."
Agnes masih terdiam, mencerna kata-kata ibunya dengan penuh perenungan. Dia merasa terkesan oleh tekad dan kegigihan ibunya untuk menghadapi tantangan yang begitu besar seperti ini.
Namun, dia juga merasa bingung tentang bagaimana ibunya akan melangkah maju dalam usahanya untuk merebut kembali hati Veronica.
"Bagaimana kau akan melakukannya, Ibu?" tanya Agnes, mencoba memahami rencana ibunya.
“Aku akan melakukan segala cara agar Veronica bisa kembali, Agnes. Kau tahu, kita juga merupakan keluarga kaya raya. Aku yakin, Veronica pasti mau kembali pada keluarga kita,” ucap Medina dengan percaya dirinya.
“Tapi, aku tidak yakin, Ibu. Veronica terlihat sangat membenci Brandon sekarang. Bukan hanya Brandon yang dia benci, melainkan keluarga kita.”
Medina menarik napas dalam-dalam. Ia tidak akan menyerah begitu saja. Penolakan dari Veronica bukan masalah besar baginya.
**
Samara melangkah dengan langkah hati-hati menuju anak perempuannya yang tengah terpesona oleh pemandangan gemerlap kota yang terhampar di balik jendela besar.
Veronica, dengan matanya yang penuh dengan refleksi kilauan lampu-lampu kota, tampak terhanyut dalam pikirannya sendiri.
Samara merasa hangat melihatnya, tetapi juga terdapat getaran gugup dalam hatinya karena misi yang telah dia tentukan.
Dengan lembut, Samara menyentuh bahu Veronica. "Veronica, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu."
Veronica menoleh dengan perlahan, ekspresinya campur aduk antara penasaran dan agak tidak sabar. "Ya, Ibu?"
Samara menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, memastikan kata-katanya dipilih dengan hati-hati. "Aku ingin memberitahukan kabar baik padamu."
Wajah Veronica mencerminkan kebingungan. "Kabar baik? Apa itu, Ibu?"
Samara tersenyum tipis. "Aku telah mengenal seseorang yang mungkin dapat menjadi bagian dari hidupmu."
Veronica memicingkan matanya, mencoba memahami apa yang ibunya maksudkan. "Siapa orang itu, Ibu? Dan mengapa kau tiba-tiba memberitahuku tentangnya?"
Samara menarik kursi di dekat jendela dan duduk di samping Veronica. "Dia adalah seorang pria yang telah lama aku kenal. Namanya adalah Kendrick."
Veronica menatap ibunya dengan bingung. "Kendrick?"