Aletha 4

1810 Kata
Sore hari datang tanpa Aletha sadari, ia akan pulang dan digantikan oleh Arni. Sebelum pulang, Aletha disuruh menemui Mas Bayu, pemilik supermarket, entah ada urusan apa bos nya memanggil dirinya, Aletha pun tidak tahu. Setelah mengambil totebag nya, Aletha berjalan memasuki ruangan bosnya itu dan menemui pria berumur sekitar 28 tahun sedang duduk di kursi kebesarannya. Ia langsung disambut hangat oleh Bayu, pria itu mengulurkan tangannya menunjuk kursi di hadapannya, memberi kode kepada Aletha agar ia duduk di sana. Aletha dengan pelan menarik kursi dan duduk menghadap Mas Bayu. "Saya senang dengan semangat kamu dalam bekerja, Letha," ucap Mas Bayu seraya tersenyum tulus kepada Aletha. "Oh iya, ini gaji kamu bulan lalu dan bulan ini." Bayu memberikan amplop putih kepadanya dan langsung Aletha terima dengan senang hati. "Terimakasih, Mas Bayu." "Iya sama-sama, kamu mau sudah mau pulang?" Aletha mengangguk pelan sambil memasukkan amplopnya ke dalam totebag nya. "Mau saya antar? Kebetulan saja juga mau pulang." "Tidak perlu repot-repot mas, saya membawa motor sendiri. Kalau begitu saja pamit pulang mas, selamat malam," ucap Aletha sopan sambil berlalu pergi meninggalkan Mas Bayu yang tidak bisa berkata-kata dibuat Aletha. Padahal Mas Bayu ingin sekali mengantarkan Aletha pulang, tak tega melihat gadis polos seperti Aletha pulang larut malam seperti ini. Aletha segera menghampiri motornya dan menaikinya lalu melaju membelah jalan malam itu. Di sepanjang perjalanan, senyum selalu menghiasi wajahnya, pertama karena ia akan membayar uang kost-annya dan yang kedua karena Darren. Astaga, mengingat kejadian itu membuat kedua pipi Aletha bersemu merah lagi. Ia terkikik geli melihat pantulan wajahnya di kaca spion. Percayalah, Aletha tidak pernah sesenang ini dan itu karena Darren, cowok yang ia kagumi sejak dulu. Ternyata menyukai seseorang sangatlah menyenangkan, bisa membuat mood Aletha menjadi baik setiap kali mengingat sang pujaan hati yang hanya bisa di kaguminya dalam diam. Setelah mengantarkan uang kost-an ke Bu Nuri, Aletha langsung pulang dan memarkirkan motornya di depan kost-annya. Ia menghela nafas kesal karena melihat pintu kost-annya terbuka, itu pasti karena ulah Alasya. Dan benar saja, ia melihat Alasya sedang tertidur pulang di kasur kecil miliknya. Aletha meletakkan totebag nya di meja belajar dan berjalan memasuki toilet untuk membersihkan diri. Setelah mandi, ia mengeringkan rambutnya dengan handuk dan duduk lesehan, menatap Alasya yang menggeliat tidak nyaman di kasurnya, mungkin karena tidak empuk. "Eh Leth, lo udah pulang," ucap Alasya sambil duduk dan merenggangkan tangan dan lehernya yang sedikit pegal dan nyeri. "Iya, lo udah lama tidur di sini?" Alasya menahan kuapnya sambil mengangguk. "Kenapa pintunya gak lo tutup?" Alasya berdecak. "Panas, gue jadi nggak bisa tidur, makanya gue buka biar anginnya masuk." Aletha hanya diam, masih sibuk mengeringkan rambutnya yang masih basah. Namun samar-samar Alasya tersenyum kecil melihat penampilan Aletha yang sangat jarang ia lihat akhir-akhir ini. Wajah putih bersih Aletha yang terlihat lebih segar, rambut panjang yang terurai serta mata yang indah tanpa diburukkan dengan memakai kacamata. Menurut Alasya, Aletha cantik bahkan sangat cantik jika cewek itu mau merubah penampilannya, namun Aletha selalu saja menutupi kecantikannya itu dengan menjadi cewek nert yang cupu dan tidak lepas dari kacamata serta kuciran di rambutnya serta penampilan kunonya. "Gue tadi baru gajian," ucap Aletha. Alasya mangut-mangut. "Gunain uang itu baik-baik, terutama buat tubuh lo. Gue nggak suka lihat dapur lo yang isinya mie instan semua." Aletha membelalakkan matanya. "Jangan bilang lo..." Alasya mengangguk mantap. "Udah gue buang semuanya." "ALASYA!!!" jerit Aletha dengan wajah memerahnya. Alasya hanya memasang wajah tidak berdosanya lalu berbaring di kasur sambil memainkan ponselnya. Aletha menggeram kesal, mie instan yang banyaknya sekitar 30 mie instan kuah kesukaannya dibuang semuanya oleh Alasya tanpa memikirkan apakah Aletha akan marah besar jika tahu Alasya membuang makanan Aletha. "Alasya, lo kurang kerjaan banget-." Alasya langsung menempelkan jari telunjuknya di bibir, memberi kode kepada Aletha agar gadis itu berhenti mengomel. Aletha mendengus kesal meratapi makanannya yang sudah dibuang sahabat laknatnya itu. Alasya terkekeh geli melihat raut wajah Aletha, lagipula bagaimana mungkin ia tega melihat Aletha setiap hari mengonsumsi mie instan tanpa memakan nasi, Alasya tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Ia mengambil plastik yang berisi dua bungkus ayam geprek yang dibelinya saat dalam perjalanan menuju kosan Aletha. Alasya tahu sahabatnya itu pasti belum makan, ia langsung membuka plastiknya dan memberikan nasi ayam geprek kepada Aletha. "Jangan cemberut mulu, udah ayo makan, udah laper banget gue dari tadi nungguin Lo," ucap Alasya sambil menyuap nasinya ke mulut. "Tapi kan..." "Lo mau gue aduin ke Mama kalo selama ini lo suka ngoleksi banyak mie instan?" sela Alasya dengan cepat hingga membuat Aletha menggeram frustasi, menahan amarah. Aletha berdecak kesal, ia sama sekali tidak bisa berkata-kata dengan kelakuan Alasya, cewek tengil itu selalu saja bertingkah menyebalkan jika berada di kosannya. *** Aletha sedang sibuk mencari buku-buku matematika di perpustakaan, suasana ruangan penuh buku saat itu sangatlah sepi, hanya ada dirinya dan juga Bu Nina, penjaga perpustakaan yang sedang berkutat pada komputernya. Aletha menelusuri rak demi rak, mengambil beberapa buku matematika dari berbagai jenis penerbit dan menumpukkannya di tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berfungsi mengambil buku dari rak. Ada lima buku matematika yang ia dapat dan itu sangat berat karena bukunya lumayan tebal. Seseorang tiba-tiba menabrak bahu Aletha membuat tubuhnya sedikit terhuyung dan buku-bukunya berserakan di lantai. Aletha mendengus lalu berjongkok untuk memunguti buku-bukunya dan berdiri tegak, menatap kesal ke arah Aldino yang menjadi tersangka utama yang menabrak bahunya secara sengaja. Merasa di tatap, Aldino yang baru saja duduk di salah satu kursi dengan laptop yang menyala di hadapannya, kini membalas tatapan Aletha dengan wajah arogannya. "Apa?!" Aletha memutar bola matanya kesal lalu berjalan menuju kursi yang sedikit lebih jauh dari kursi Aldino dan meletakkan buku-bukunya di meja. Ia mengambil buku tulis serta bolpoinnya dan mulai mempelajari salah satu buku matematikanya dengan cermat. Aletha menghela nafas kesal, kacamata yang ia pakai sudah buram akibat sudah lama tidak ia ganti. Dilepas malu karena ada Aldino di sana dan jika tidak dilepas, bisa-bisa ia terkena sakit mata benaran, mengingat selama ini matanya masih sehat-sehat saja. Aletha melirik Aldino yang fokus mengetik sesuatu di laptopnya, pasti Aldino akan mengejeknya jika melihat dirinya tidak mengenakan kacamata. Aletha mendengus, sejak kapan ia menjadi pesimis seperti ini. Ayolah, selama ini ia mengabaikan semua cibiran dari Aldino mulai dari rasa original sampai pedas sekalipun. Perlahan Aletha melepas kacamatanya dan meletakkannya di atas tumpukan buku matematikanya. Aletha menghembuskan nafasnya lalu mulai fokus dengan kegiatan belajarnya. Beberapa saat keheninganlah yang menyelimuti ruangan perpustakaan saat itu, hingga suara kursi yang bergesekan dengan lantai membuyarkan keheningan juga menarik perhatian Aletha untuk berpaling dari bukunya. Aletha mengernyitkan keningnya ketika melihat Aldino dengan santainya menarik kursi yang berada di hadapannya dan duduk di sana. Cowok itu menatapnya sebentar lalu melanjutkan kegiatan mengetiknya. "Lo ngapain duduk di situ? Duduk di tempat lo tadi." Aldino mendongak, menatap Aletha dengan alis yang terangkat sebelah. "Kenapa? Nggak boleh? Emang sekolah ini punya bapak lo sampai lo ngatur-ngantur di mana seharusnya gue duduk?" Aldino menyebalkan. Tidak mempedulikan cowok arogan itu, Aletha kembali fokus belajar. Sesekali ia berdecak kesal karena sulit memahami beberapa soal yang menurutnya susah, ia mencoret kertasnya dengan frustasi. Diam-diam Aldino memperhatikannya dari balik layar laptopnya. Aldino bisa menatap wajah Aletha lebih dekat, sungguh pemandangan yang baru pertama kali Aldino lihat selama ini. Suara dering ponsel Aletha membuat Aldino buru-buru mengalihkan tatapannya ke laptop. Aletha mengambil ponselnya dari saku roknya dan segera mengangkat telepon dari Arni. "Hallo Arni, ada apa?" ''Leth, nanti bisa dateng cepat nggak? Gantiin gue jaga kasir? Gue ada urusan keluarga soalnya." Aletha menghela nafas gusar, memejamkan matanya sesaat lalu bersuara, "Bisa." "Oh oke. Makasih banyak ya Leth, gue tutup dulu, bye." Aletha meletakkan ponselnya di meja dan menenggelamkan kepalanya yang terasa sakit dilipitan tangannya. Soal-soalnya belum selesai, pulang sekolah ia harus mengikuti kerja kelompok di rumah Mita dan sekarang ia harus datang cepat ke supermarket. Aletha benar-benar sulit untuk membagi waktunya. Ia memijit kepalanya yang seakan ingin meledak. Aletha menghembuskan nafasnya, mulai mengerjakan beberapa soal yang belum selesai dengan cepat dan tepat. Tidak lama, ia kemudian bernafas lega. Aletha melirik Aldino yang juga tengah meliriknya namun cowok itu langsung membuang tatapannya ke arah lain. Aletha mengabaikan Aldino, ia mengemasi buku-bukunya dan segera beranjak dari duduknya. "Heh, mau kemana lo?" "Bukan urusan lo," ketus Aletha. "Pakai kacamata lo, lo kelihatan makin buruk kalo nggak pakai benda pusaka lo itu." Aletha mendengus, ia mengenakan kacamatanya dan langsung pergi meninggalkan perpustakaan menuju ruangan Pak Rizal. Aletha berjalan di sepanjang koridor sesekali menatap ke arah lapangan karena di sana ada Darren yang tengah bermain basket seorang diri. Aletha lantas menghentikan langkahnya, ia menatap Darren dari kejahuan dengan senyum yang menghiasi wajahnya, sesekali ia berdecak kagum melihat wajah tampan Darren. Aletha dibalik kacamata buramnya, Aletha memicing, ia menjentikkan jarinya. Tidak salah lagi, Darren pasti cowok yang menjadi langganan di supermarket tempat ia bekerja. Dan juga, Darren lah pemilik dari mata tajam yang membisikkan kata cantik dipikiran cowok itu ketika menatapnya. Seketika pipi Aletha bersemu merah mengingat kejadian itu, ia memegangi pipinya dengan senyum yang mengembang. "Bim sala bim! Keluarlah wahai engkau makhluk akstral yang merasuki diri si cewek cupu ini! Hush! Keluarlah!" Senyum yang sedari tadi ia pasang seketika pudar, ia langsung menatap kesal ke arah Aldino yang sedang memejamkan matanya dengan mulut komat-kamit dan kedua tangan di atas kepala Aletha. Benar-benar menyebalkan! Tidak mau meladeni tingkah aneh Aldino, ia langsung berjalan meninggalkan cowok itu dengan dengusan kesal di setiap langkahnya. Mood nya benar-benar hancur dan juga kepalanya terasa sakit kembali, Aletha meringis pelan sambil memegangi kepalanya. "Woi Aletha!" "Gue belum selesai ngeluarin setan dari tubuh lo!" Aletha mendengus kesal, ia mempercepat langkahnya namun Aldino masih saja memanggilnya dan berlari kecil menyusulnya. Tarikan di rambutnya membuat Aletha terpental ke belakang dan jatuh menabrak tembok dinding. Jatuhnya tubuh Aletha juga membuat kacamatanya terjatuh dan suara benda retak membuat tubuh Aletha menegang. Ia menatap nanar kacamanta yang sudah hancur karena tidak sengaja diinjak oleh seorang siswa yang tengah berlari di koridor. Rambut panjang Aletha terurai indah, wajahnya kini tidak memakai kacamata memperlihatkan mata indahnya yang sangat jarang dilihat oleh semua makhluk yang ada di sekolah. Beberapa siswa-siswi menatapnya dengan pandangan terkejut mereka. "Hei, itu benar Aletha?" "Itu, dia kok jadi..." "Halah paling nyari tenar nih anak." "Caper banget sih ah." "Ganjen banget sih sama Aldino." Aletha memejamkan matanya, air matanya seketika turun memabasahi pipinya. Aletha mengambil kacamatanya dan memasukkannya ke saku roknya. Aldino menatapnya tanpa eskpresi, tangan cowok itu hendak terulur ke arah Aletha, namun otaknya segera berfungsi dan langsung menyembunyikan tangannya di saku celananya. Aletha buru-buru mengingat rambutnya dengan asal dan segera pergi dari koridor dengan sedikit berlari. "Aletha!" teriak Alasya, namun Aletha mengabaikannya dan terus berlari menuju kelasnya dan mengemasi barang-barangnya dan setelah itu ia melangkah menuju ruang guru untuk meminta izin pulang lebih awal. *** Hallo, share cerita ini ke teman-teman kalian ya dan jangan lupa untuk tap Love:)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN