Aku berdiri di depan tempat cuci piring, setelah aku tahu isi hati Ilyas, membuat hatiku sungguh hancur. Baru mengetahui betapa Ilyas sangat terluka karena perceraian kami. Kupikir si kembar baik-baik saja karena mereka memang tak pernah menceritakan apa isi hati mereka. Hanya Ilyasaa yang sering ngobrol denganku, beberapa kali bilang dia kangen Mas Nino, tapi kalau aku jawab dengan senyuman, dia seperti mengerti. Sedangkan Ilyas, karena dia memang pendiam, kukira sama sekali tak ada masalah padanya. Ternyata aku sungguh keliru. Ilyas malah yang paling terluka di sini. Perceraian, apalagi karena ada orang ketiga, selalu membuat anak-anak menjadi korban utama. Kupegang pinggiran wastafel kencang, aku tak mau menangis lagi. Tapi airmata ini tetap saja meluruh, bahuku berguncang pelan. Aku t