Tiga hari lagi Rahi akan melaksanakan Ujian Nasional. Tidak terasa dia sudah mau lulus SMA, padahal rasanya baru kemarin sore Rahi lahir dari rahim Irina, perasaan baru kemarin malam Samudra kumpul kebo dengan istrinya, anak mereka yang bungsu itu sudah mau otw dewasa saja. Duh.
Usia Rahi di akhir tahun akan genap 18, dan di usia 18 jalannya itu Rahi akan dinikahkan dengan Sean. Sumpah demi apa pun, nggak nyangka Samudra akan punya menantu secepat ini dari anak ke tungtung, yang dalam bahasa manusia artinya anak terakhir.
Sebagai orang tua, Samudra baru sadar kalau pembelajaran terberat adalah mendidik anak. Dia merasa gagal untuk itu. Anak gadis sematawayangnya adalah bukti dari produk gagal didikannya. Ingin menangis rasanya.
“Pa.” Sebagai respons, Samudra berdeham.
“Bang Seril kapan pulang? Kok dia betah banget tinggal di negara orang?” tanya Rahi.
Samudra terkekeh. “Pas kamu nikah nanti dia pulang.”
Rahi mengerutkan bibirnya. Sebentar lagi dia akan punya suami, tapi nggak pa-pa, karena cinta butuh pengorbanan, maka itulah definisi cinta bagi Rahi terhadap idola-idolanya. Semoga tidak ada manusia sesinting Rahi Dinata Martapatih yang selalu membuat pusing orang tuanya.
“Nanti kalo aku udah nikah sama Om Sean, aku tetep tinggal di sini kan, Pa?”
“Ya nggak dong, Sayang.” Mata Rahi berkaca-kaca. “Kamu udah jadi tanggung jawab Sean, otomatis kamu ikut suami, nurut sama suami, dan Papa angkat tangan.”
Rahi duduk tegak di sofa, dia sedang ngobrol manja dengan papanya. “Maksud Papa apa?”
“Ya, itu …”
“Selamat hidup susah,” tutur Jefri yang datang tiba-tiba sambil menyedot s**u pisangnya. Tidak lupa memberikan sunggingan laknat kepada adiknya. Nakal, sih!
“Tapi kan Rahi masih anak Papa juga, masa Papa tega gituin aku?” Rahi tidak terima kalau dia mendadak melarat gara-gara nikah. Plis deh ya, Rahi nggak bisa diginiin! Apa kabar dunia fangirlnya nanti? Apa kabar kuota? Apa kabar meet up dengan para oppa? Apa kabar album-album tercinta? Apa kabar lightstick yang indah menyala? OH, NO!
“Harga diri Om Sean di mana kalo kamu masih numpang hidup di orang tua sementara udah beralih tanggung jawab?” Kontan Rahi mendelik kepada abangnya. Dipikir-pikir, kata-kata Jefri mulai jahat sekarang.
“Om Sean itu miskin,” dia gak bakal bisa biayain kebucinan aku selama fangirling. Rahi khawatir stadium tujuh.
“Jangan gitu, Ra, dia calon suami kamu sekarang,” ucap Jefri membela Sean. “Ya … meskipun kenyataan emang pahit.”
“Pa.” Rahi merengek. Dia itu yang paling manja, yang paling disayang, dan serba dipaling-paling pokoknya. Hingga hasilnya pun paling melunjak, paling bandel, dan paling buruk kelakuannya.
Samudra mendesah. “Mending kamu belajar, sebentar lagi ujian, kan?”
“Nah, tuh, sekalian … belajar jadi ibu rumah tangga. Belajar masak, nyuci sendiri ngegusrek, Om Sean kan gak punya mesin cuci, apalagi Bibi yang bantu-bantu, laundry aja gak mampu,” ledek Jefri.
Jahatnya! Mending Rahi kabur ke kamar dan chattingan dengan Om Sean.
Rahi : Om, beli mesin cuci!
Sean : Bwt?
Rahi : Aku gak mau nyuci, ya, kalo gak pake mesin!
Sean : Trsrh
Rahi : Jangan gitu! Pokoknya aku gak mau nyuci. TITIK.
Sean : Ydh, plng km pk bj ktr styp hr.
“Anjir, dia ngetik apa?!” Rahi buta huruf seketika.
***
Tanpa terasa tibalah di hari Senin, hari Ujian Nasional anak SMA. Rahi belajar cukup giat semalam, meski lebih banyak kepoin jodoh orang, tentang kandasnya hubungan Jongin dan Jennie misalnya? Dia juga melihat dance Monster dan Power ala EXO untuk pembangkit semangat.
Pelajaran UN pertama adalah Bahasa Indonesia. Bagusnya, selama menjadi penulis online Rahi pernah diberi panduan EYD oleh readersnya, lalu koreksi tentang kata imbuhan dan awalan baik di-, ke-, dan lainnya di kolom komentar karyanya. Itu sangat membantu di dunia realnya sekarang. Ah, Rahi sangat berterima kasih kepada orang-orang baik yang secara tidak langsung membantunya. Keuntungan menjadi penulis adalah ilmu yang bermanfaat.
“Ra, gimana tadi ujiannya?” tanya Misa selepas keluar dari ruangan pengap UNBK.
“Gue dapet banyak ilham tadi, tentang majas juga udah gue pelajari semasa gue nulis cerita Imprinted Traces.”
“Mantep, njir. Gue tadi agak terkecoh di bagian kata baku,” keluh Misa.
Rahi terkekeh. “Untungnya keseharian gue buka KBBI, cerita Greedy sama Imprinted gue perlu itu soalnya.”
“Cerita lo sekarang ada berapa, sih?” tanya Andromeda.
“Dua puluh satu, itu pun rata-rata on going. Akhir-akhir ini gue sering lahirin cerita baru. Gak tau tuh gimana nasibnya,” jawab Rahi seraya membuka buku pelajaran UN berikutnya, dia memanfaatkan waktu untuk belajar. Kali ini adalah mapel pilihan, Rahi pilih kimia karena dia merasa tidak mampu di fisika dan menyerah di biologi.
Singkat cerita, hari pertama UN itu Rahi lalui dengan senyum dan wajah masamnya akibat lupa rumus kesetimbangan dan cara memberi nama ion-ion/senyawa.
***
Esok harinya, di rumah Rahi …
“Kok Om Sean ada di sini?”
“Saya jemput kamu.” Rahi mengangguk. Dia mengambil helm dan langsung dikenakannya, lalu mengambil helm yang lain untuk diberikan kepada Sean, tapi cowok itu nampak sedang melamun.
Sean meneliti sosok Rahi yang memakai seragam putih abu, di mana rok nyaris sebatas lutut tapi tidak menutupi lututnya, lalu seragam putih ngepas di tubuh dan memberikan kesan sedap dipandang pada bagian d**a.
“Ini helmnya muat kan, ya? Ukuran kepala aku sih, nih pake!”
Sean sibuk dengan isi otaknya. Saat menjadi pengawal, Sean tidak pernah melihat sedetail ini penampilan anak majikannya. Tapi karena Rahi adalah calon istrinya, maka Sean tertarik untuk lirik-lirik sedikit.
“Kecil ya, Om?”
“Gede kok.” Dengan polosnya. Rahi langsung bersedekap, sadar pada apa yang Sean komentari sebab matanya tertanam di bagian saku OSIS seragam Rahi. Sean ketahuan, dia terkesiap, salah tingkah.
“Eng … ayo berangkat, nanti kamu terlambat!”
Sean pun buru-buru menaiki motor Rahi yang kemarin-kemarin itu dia bawa pulang atas suruhan Irina sebagai bentuk terima kasih karena sudah menyuapi Rahi, padahal makanannya berakhir di mulut Sean sendiri.
Rahi mengerucutkan bibirnya, kesal. Agak was-was juga, lambat laun dia tahu sedikit nafsunya Om Sean. Rahi jadi penasaran, sekuat apa Sean menahan diri ketika dulu pernah Rahi jadikan korban praktik cerita dewasanya.
***
“Gak pernah, ya, gue ada niatan buat pindah kewarganegaraan, gak ada niat pindah kependudukan juga, seandainya ketemu Oppa pun gue ngomongnya pake Bahasa Korea, ini ngapain coba ada UN Bahasa Inggris?!” sewot Andromeda, satu-satunya teman Rahi yang benci bahasa internasional.
Rahi mengerling. “Udah, ah. Gue balik!”
Secepat itu hari berlalu, kali ini Rahi lemah dalam menjawab soal ujiannya. Makanya Rahi ingin cepat-cepat pulang dan stop bahas pelajaran, pening dia. Begitu nemplok di bonceng Sean, Rahi mengernyit saat jalan yang dilalui bukanlah menuju ke rumahnya.
“Om mau bawa aku ke mana?”
“Butik.”
“Ngapain?”
“Sewa gaun pengantin.”
Astaga, sebentar lagi dia akan menikah. Rahi diam seketika. Benar, UN-nya tinggal satu hari lagi pelajaran MTK. Dan itu artinya, selamat datang di dunia orang miskin.
Good bye kuota! Good bye album oppa! Good bye segala-gala! Tanpa terasa tangan Rahi meremas pinggang Sean, membuat si pengemudi meringis sepanjang jalannya, tapi Sean tidak protes. Mungkin efek datang bulan Rahi sedang sakit-sakitnya, Sean berpositive thinking saja.
***