"Bagaimana kau bisa berada di sini?!." Edward menatap Leyna dan Jensen bergantian hingga pada akhirnya tatapannya jatuh pada Leyna yang malah mengalihkan pandangannya ke arah lain seolah tak melihat keberadaan Edward di hadapannya dan tidak ada yang salah dengan keberadaan Jensen di sini.
"Leyna."seru Edward dengan suara yang cukup keras hingga membuat Leyna terkejut.
"Aku sudah dewasa kenapa memangnya huh! Minggir kami akan pergi sarapan ke luar."Leyna mendorong Edward agar menyingkir dari pintu depannya agar ia dan Jensen bisa keluar. Tiba-tiba saja Edward menarik tangannya dan menjauh dari Jensen untuk membicarakan sesuatu, Jensen hanya diam dan menunggu apa yang Edward dan Leyna lakukan.
"Apa kau tidur dengannya?."ucap Edward berbisik, Leyna menatap Edward dengan kedua mata menyipit. Menyebalkan jika laki-laki itu bersikap seperti ini. Leyna bersedekap dengan kedua tangan terlipat di depan d**a.
"Itu bukan urusanmu."ucap Leyna merasa tersinggung dengan ucapan Edward yang main tuduh saja. Walaupun jika itu benar, mereka sudah tidur bersama itu juga bukanlah urusannya. Leyna tak suka sifat Edward yang terlalu mencampuri kehidupannya.
"Aku rasa tidak secepat ini Leyna."Leyna memutar kedua bola matanya malas, jujur saja jika Edward bersikap terlalu mengatur seperti ini Leyna tak menyukainya walau seberapa dekat mereka, terlalu dekat hingga seperti kakak sendiri Leyna tak suka hidupnya terlalu diatur-atur,
"Berhentilah menghawatirkanku, kau berpikir kejauhan kami tidak melakukan seperti apa yang kau pikirkan."Jensen hanya menatap mereka, ia tak suka bagaimana Edward begitu dekat dengan Leyna. Ia menghampiri Leyna dan menggenggam tangan Leyna. Keberadaan Jensen yang tiba-tiba berada di sebelah kiri Leyna membuat Edward membersakan kedua matanya terkejut.
"Hei. Apa yang kau lakukan!."Edward menarik sebelah tangan Leyna yang lain, hal ini membuat Leyna bingung, ia menatap Jensen dan Edward bergantian lalu perlahan-lahan menarik tangannya dari mereka berdua namun dengan cepat Jensen dan Edward kembali menggenggam tangannya, kali ini begitu erat hingga membuat Leyna tak bisa melepaskan diri ia sudah mencoba untuk menarik tangannya lagi namun gagal.
"Hentikan ini!."gerutu Leyna, melihat bagaimana kedua orang itu saling melemparkan tatapan tajam mereka. Jensen menarik tangan Leyna dengan keras hingga membuat tubuh Leyna tertarik ke arah Jensen dan genggaman tangan Edward pada Leyna terlepas.
"Dengarkan apa yang dia katakan, ini bukan urusanmu."Edward mendengus remeh, tak percaya dengan apa yang baru saja Jensen katakan. ia menatap Jensen dengan mulut ternganga tak percaya. Sementara Leyna hanya diam ketika Jensen berkata pada Edward. Entah ini hanya pikirannya saja atau benar jika Jensen terlihat tidak menyukai Edward.
"Ayo pergi."Jensen menarik tangan Leyna untuk segera pergi dari sana dan meninggalkan Edward begitu saja.Sikap Jensen yang main membawa pergi Leyna membuat Edward tersulut emosi.
"LEYNA."Teriak Edward ketika tersadar wanita itu semakin menjauh darinya. Leyna menoleh pada Edward dan menaruh jari telunjuknya di bibir untuk menyuruhnya diam. Nanti aku akan meneleponmu. Ucap Leyna tanpa suara hanya dengan gerakan bibirnya untuk mengatakan sesuatu.
"JANGAN SAMPAI TIDAK!."teriak Edward hingga membuat Leyna melototkan mata padanya seraya berjalan mengikuti langkah kaki cepat Jensen yang pergi menuju lift.
Jensen menekan tombol lift menuju lantai lobby, Leyna hanya diam saja dan memilih untuk mengikuti apa yang akan Jensen lakukan. Ketika berada di dalam lift suasana menjadi begitu canggung, mereka berdua hanya diam untuk beberaoa saat sebelum akhirnya Leyna membuka sara dan memecah keheningan di antara mereka berdua.
"Kita mau kemana?."Leyna melirik Jensen yang tengah menatap angka yang menunjukkan berada di lantai berapa mereka saat ini, kedua tangannya berada di dalam saku celananya. Leyna memalingkan wajahnya menatap pantulan diri mereka dari pintu lift, diam-diam mengagumi Jensen.
"rahasia,"ucapnya tanpa menoleh pada Leyna. "Kalian terlihat begitu dekat."gumam Jensen. Membicarakan tentang Edward. Hal itu membuat Leyna melirik Jensen, pria itu hanya menatap pantulan mereka berdua di kaca pintu lift. Leyna hanya diam menatap Jensen sebelum beralih menatap ke arah lantai lift.
"Ya. Kami sudah seperti saudara. Dia memang seperti anak kecil, sikapnya suka berlebihan sangat menjengkelkan."Leyna tertawa setelah mengatakannya, tiba-tiba suasana seolah berubah hening Leyna kembali melirik Jensen dan cukup terkejut karena Jensen sedang menatapnya tanpa ekspresi apapun. Saat pintu lift terbuka Jensen kembali menariknya pergi keluar menuju mobil yang saat ini sudah berada di lobby Apartemen. Leyna menahan diri karena tak tahu mobil siapa itu namun Jensen mendorongnya masuk ke dalam lebih dulu lalu menyusul di belakangnya.
***
"Kau berbohong padaku!."gerutu Leyna menatap Jensen dari pantulan cermin yang kini berada di hadapannya. Saat ini seseorang sedang melakukan sesuatu pada rambutnya, Jensen memperhatikannya dari kursi yang berada di belakangnya, menatapya dengan senyum geli di wajahnya yang membuat Leyna mendengus sebal. Jensen bersikeras untuk membawanya ke acara amal malam ini. Jensen memutuskan mengajak Leyna ke sini ketika Leyna berkata ia tak bisa ke sana karena ia tak tahu caranya bermake up. Jensen berdiri dari kursinya lalu menghampiri Leyna, ia mendekatkan wajahnya ke telinga Leyna dan membisikannya sesuatu.
"Aku pergi sebentar, akan kembali setelah kau siap."Leyna menatap Jensen terkejut bak bocah berumur 5 tahun yang akan di tinggal sang ibu pergi berbelanja sementara ia berada di sebuah Barbershop sendirian. Leyna merasa gugup, ia tak mengenali siapapun di sini bagaimana bisa Jensen meninggalkannya sendirian dengan orang-orang yang tak dikenalinya. Leyna tak membawa uang banyak ke sini, bagaimana jika wanita itu memintanya untuk membayar. Leyna rasa ia tak bisa membayarnya karena salon ini begitu besar dan memiliki brand ternama. Leyna pikir ia akan menghabiskan banyak dollar di sini hanya untuk gunting rambut.
"Jangan tinggalkan aku. Bagaimana bisa kau melakukan hal ini padaku."Wajah Leyna memelas menatap Jensen yang kini malah tertawa di hadapan wajahnya. Laki-laki lembut itu berhenti melakukan sesuatu pada alat pemanas kepalanya yang terus-menerus mengeluarkan uap. Ia melihat interaksi antara Jensen dan Leyna. Bibirnya berkedut menahan tawa melihat Leyna yang tak ingin Jensen pergi meninggalkannya di sini.
"Aku hanya di ruang sebelah. Aku akan kembali setelah kau selesai."Leyna tak menjawabnya dan terus menatap Jensen tanpa satu patah katapun yang bisa ia katakan. Ia mencoba berbicara melalui matanya yang terus menatap Jensen seolah berkata jangan pergi.
"Aku tidak akan mengigit kau tidak perlu takut."Lenya tersenyum canggung, memalukan sekali. Jensen menegakan tubugnya dan menyentuh bahu Leyna. "Hanya sebentar."ucapanya. Leyna menganggukkan kepalanya mengizinkan Jensen pergi dari hadapannya. Ketika Jensen pergi keluar seorang wanita berpakaian jas masuk dan duduk di tempat duduk yang tadi Jensen tempati.
"Sepertinya seseorang diminta untuk menemanimu di sini nona Leyna."ucap laki-laki itu, Leyna hanya tersenyum tipis tak terlalu menanggapi apa yang ia katakan, bagaimana jika Jensen tak kembali namun sepertinya wanita itu yang di minta Jensen untuk menemaninya di sini. Ekspresinya nampak kaku, ia duduk di sana seraya menatap majalah, Leyna tak menggubrisnya dan mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati panggilan sebanyak 30 kali dari Viona. Saat ini sudah jam 3 sore dan panggilan itu sejak jam 10 pagi sejak ia meninggalkan Apartemen. Leyna mulai bertanya-tanya apa yang membuat Viona meneleponnya sebanyak ini. Tidak biasanya, jika wanita itu meneleponnya sebanyak ini berarti dia sedang mabuk namun sepertinya itu tidak mungkin terjadi karena terlalu pagi bagi Viona untuk minum-minuman beralkohol itu dan membuatnya mabuk di jam ini.
Leyna memustukan untuk menghubungi Viona dan bertanya langsung padanya. baru sambungan pertama dan wanita itu sudah menjawabnya begitu cepat. "LEYNA!."teriak Viona hingga membuat Leyna menjauhkan ponsel itu dari telinganya, ketika Leyna mendekatkan kembali ponsel itu di daun telinganya ia dapan mendengar ocehan Viona yang terdengar tak masuk di akal.
"Kupikir seseorang menculikmu. Sialan Edward, dia bilang kau di culik dan menyuruhku untuk terus menghubungimu siapa tahu kau meneleponku ketika kau bisa menyentuh ponselmu. Tunggu, kau tidak diculik kan, jangan katakan padaku jika hal itu benar! Ahh aku tidak bisa merasakan jantungku. Apa aku sudah mati. Aku tidak bisa percaya ini, kau membuatku panik. Kenapa kau baru meneleponku huh! Kenapa kau diam saja jawab aku. Apa kau benar-benar di culik! Kau dimana? Kau baik-baik saja."
Ya. Sialan untuk Edward karena dia mengarang cerita yang tidak-tidak dan untuk Viona wanita itu bertanya dan menjawabnya sendiri tidak membiarkannya untuk bicara sedikitpun. Viona terlalu banyak bicara, Leyna bahkan sampai lupa yang ingin ia tanyakan tadi. Viona menunggu dengan tidak sabaran dan Leyna mencoba mengingat-ingat apa yang tadi ingin ia katakan.
"Jangan percaya apa yang Edward katakan! Dia bohong."
"Aku akan memenggal kepalanya bila bertemu nanti. Dimana kau? aku mengetuk pintu Apartemenmu tadi tapi tidak ada orang."
"Aku sedang di suatu tempat, ku beritahu jika aku sudah di rumah."Tidak mungkin membicarakan Jensen di tempat seperti ini, rasanya terlalu terbuka. Leyna butuh privasi.
"Kau membuatku penasaran. Apa tidak bisa katakan sekarang saja! Aku rasa aku tidak bisa menunggu nya lagi."
"Tidak bisa. Pokonya aku baik-baik saja. Jangan meneleponku berkali-kali lagi."
Viona menganggukan kepalanya dari sebrang sana. Ia setuju, tadi itu berbeda ia pikir jika ucapan Edward benar karena pria itu mengatakannya dengan mimik wajah serius. Seharusnya ia tidak percaya sejak awal. Leyna melihat pria yang akan menanganinya tadi datang dengan sebuah rak yang ia dorong menuju ke arah Leyna.
"Aku tutup dulu, sampai nanti."
"Apa sesibuk itu kau saat ini. Hei... Leyna."Ucapan Viona terputus karena Leyna sudah menutup sambungan teleponnya. Viona kembali meneleponnya lagi namun Keyna langsung memutuskan sambungan teleponnya. Pria itu benar-benar menghampirinya dan menjauhkan alat pemanas itu dari kepalanya. Ia mengambil penutup kepalanya dan mulai mengerjakan rambutnya. Leyna tak pernah berdiam selama ini di salon, biasanya ia hanya menggunting rambut atau creambath, tak pernah begitu lama menghabiskan waktunya di sini. Jika Viona mengajaknya ke sini pun Leyna tak mau melakukannya selama ini, menurutnya waktunya begitu berharga untuk di sia-siakan.
Rambutnya yang lurus sepajang bahu di buat bergelombang indah, warna rambutnya yang berwarna coklat natural kini terasa lebih menyala. Leyna rasa ia menjadi orang lain, apa ini dirinya. Leyna menjadi bertanya-tanya, mungkinkah roh nya masuk ke dalam tubuh orang lain. Terlalu berlebihan namun Leyna tak bisa mengenali dirinya. Ini pertama kalinya model rambutnya berubah, biasanya ia mencepol atau mengikat kuda rambutnya. Leyna tidak terlalu memikirkan penampilannya, pikirannya terlalu memikirkan tentang pekerjaan dan pekerjaan hingga tak bisa mengurus dirinya sendiri.
Jensen muncul dan berdiri tepat di belakangnya, menatap pantulan dirinya dari cermin, bibirnya tersenyum hingga membuat jantung Leyna berdebar keras. Jensen sudah siap dengan setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu berwarna senada. Ternyata Jensen pergi untuk menyiapkan diri menghadiri acara itu, Leyna pikir pria itu meninggalkannya sendirian di sini.
"kau sangat cantik."puji laki-laki itu. Leyna menggelengkan kepalanya dan tertawa. "Kau yang membuatku seperti ini, terima kasih."
"Sudah siap? Tinggal pakaiannya saja."ucap Jensen yang membuat Leyna menatapnya cepat.
Leyna memiringkan kepalanya menatap Jensen dengan wajah memberenggut. Ia tak berpikir akan sejauh ini. Sementara Jensen hanya menatapnya seolah tak ada yang salah dengan itu.
"Kau benar-benar membuatku kehilangan kata-kata."