Bab 4: Penyesalan Willem

1469 Kata
*** Wellington, New Zealend… PLAK! Sebuah tamparan keras melintang mendarat di pipi kanan seorang pria. Wajah tampannya terhempas ke sisi kanan, sebelum perlahan kembali menghadap ke arah wanita di hadapannya yang tengah menatapnya dengan tatapan penuh kemarahan. “Kamu br3ngs3k, Willem!” desis Clarissa sambil menatap sepupunya dengan tatapan penuh kebencian, amarah, dan kekecewaan yang menyatu. d**a Clarissa terlihat naik turun dengan cepat akibat napasnya yang terengah-engah, sementara wajahnya memerah memperlihatkan betapa tingginya emosi yang tengah dirasakannya. “Setelah kamu mendapatkan segala yang kamu inginkan, setelah kamu merenggut harga dirinya, kemudian dengan kejamnya kamu meninggalkannya?! Kamu memutuskan hubungan dengannya hanya karena kesalahan yang dilakukan oleh kakaknya?!” seru Clarissa, matanya melotot tajam, suaranya penuh dengan kekecewaan. Willem terdiam, menatap Clarissa dengan tatapan pasrah. “Apa yang ada di pikiranmu, Will?! Mengapa kamu bisa begitu kejam?! Kamu... bahkan lebih b******k daripada Axel, kamu tahu?!” bentak Clarissa dengan penuh emosi. Wanita itu terengah-engah. “Kamu tidak lebih baik dari Axel! Tindakanmu terhadap Marina membuktikan betapa jahatnya kamu!” “Masalahnya ada pada Axel! Marina tidak tahu apa-apa, Will!” teriak Clarissa sambil dengan penuh kekuatan memukul rahang Willem. Bug! Lelaki tampan itu terhuyung dan hampir tersungkur akibat pukulan keras dari Clarissa di rahangnya. Kemudian, ia mengangkat wajahnya dan membalas tatapan marah dari wanita beranak tiga itu. “Kenapa kamu begitu kejam? Kenapa, Will? Apa kesalahan Marina terhadapmu?” lirih Clarissa di sela-sela deru napasnya yang memburu. “Aku menyesal, Cla. Aku sangat menyesal,” ucap Willem. Hanya kalimat itu yang mampu ia ucapkan. Apa lagi yang bisa ia katakan? Ia sungguh menyesali perbuatannya terhadap Marina, wanita yang masih sangat ia cintai hingga saat ini. Ia meninggalkan luka yang dalam di hati wanita itu hanya karena masalah yang bahkan tidak dimengerti oleh Marina. Entah, apa yang ada dalam pikirkan Willem saat itu. Ketika Clarissa kecewa dan terluka oleh perbuatan suaminya, Axel di masa lalu, Willem ikut merasakan luka yang sama. Sehingga ia akhirnya memutuskan hubungan dengan Marina, meskipun ia sadar bahwa keputusannya sangat tidak adil bagi Marina. “Menyesal? Kamu baru menyesal setelah meninggalkan luka begitu dalam di hatinya? Kamu baru menyesal setelah membuatnya merasa hina terhadap dirinya sendiri atas ulahmu? Kamu sungguh kejam, Will. Kamu sangat jahat!” desis Clarissa dengan suara bergetar, penuh dengan emosi. “Coba bayangkan, Will... Bayangkan jika aku atau Helena berada di posisi Marina. Coba, Will... Bayangkan. Bayangkan betapa sangat terlukanya kamu! Ayo, coba bayangkan!” teriak Clarissa, mencoba membawa Willem untuk merasakan sebagian kecil dari penderitaan yang ia timbulkan pada Marina. Willem menggelengkan kepala berulang kali sambil mundur menjauhi Clarissa, namun wanita itu terus mendekat, seolah-olah memojokkannya. “Sakit, kan? Ya, rasanya sungguh-sungguh menyakitkan, bukan, Will? Kamu merasa sesak, terluka, dan…” Clarissa memberi jeda sejenak sebelum melanjutkan, “itu adalah apa yang akan dirasakan oleh Axel dan Mario jika mereka mengetahui bagaimana kamu memperlakukan adik mereka!” “Aku akan menebus kesalahanku, Cla. Aku berjanji,” ucap Willem dengan suara yang terdengar tercekat. “Menebusnya dengan apa? Dengan cara bagaimana, Will? Apakah kamu akan meminta maaf, lalu merayu agar dia mau memaafkanmu dan kembali bersamamu?” Clarissa menggeleng pelan. “Cih! Aku justru berharap semoga Marina tidak akan mengambil keputusan bodoh itu.” “Cla, tolong. Aku sungguh menyesal. Demi Tuhan... selama ini aku merasa sangat bersalah padanya. Aku telah berusaha menemui dia, tetapi dia selalu menolak. Aku tidak berani memaksa karena aku khawatir dia akan menyakiti dirinya sendiri. Aku mohon... aku mohon, Cla, tolong bantu aku kali ini saja. Biarkan aku bertanggung jawab dan menebus kesalahanku. Aku sungguh mencintainya, demi Tuhan,” ucap Willem dengan penuh ketulusan. Clarissa menggelengkan kepala dengan sedih. “Tolong, Will... kamu telah menghancurkannya sekali, aku mohon jangan ulangi lagi. Jangan ganggu dia lagi, karena sebentar lagi dia akan menikah. Biarkan dia bahagia, jika memang kamu benar-benar mencintainya,” ucapnya sambil menatap Willem dengan ekspresi kecewa. Willem terdiam sejenak, namun akhirnya ia menggelengkan kepala tanda tidak setuju, menunjukkan keteguhannya untuk berjuang mendapatkan kembali hati Marina. “Bagi ku, kesalahan yang telah kamu lakukan sangat fatal, dan jika aku menjadi Marina, aku tidak akan pernah menerimamu kembali,” ucap Clarissa dengan tegas, memberikan jeda sebentar sebelum mengangguk pelan. “Tapi semoga Marina tetap teguh pada prinsipnya. Dia akan menikah dengan Luke dan melupakanmu selamanya. Kamu tidak pantas diingat, apalagi diberi kesempatan kedua. Aku sungguh kecewa padamu,” lanjut Clarissa, menatap Willem dengan ekspresi kecewa. Clarissa kemudian membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan Willem dengan semua rasa penyesalan yang mendalam. Setelah bertahun-tahun menyimpan rahasianya bersama Marina, hari ini akhirnya Willem memutuskan untuk menceritakan semuanya kepada Clarissa, hanya kepada Clarissa seorang. Pengakuan Willem tiba-tiba membuat Clarissa marah hingga ia melancarkan tamparan dan pukulan di wajah Willem. Setelah mendengar pengakuan tersebut, Clarissa menyadari bahwa inilah sebabnya Marina selalu menolak untuk ikut merayakan pesta ulang tahun ketiga anaknya yang diadakan di Wellington. Tidak hanya berlaku pada pesta ulang tahun sang keponakan, bahkan ketika kakaknya mengadakan pesta peringatan hari jadi yang dirayakan di kota yang sama, Marina juga tak pernah hadir. Dia selalu memberikan berbagai alasan yang masuk akal pada keluarganya agar tidak menimbulkan kecurigaan, meskipun dalam hati mereka merasa janggal dengan penolakan Marina yang berlangsung terus-menerus. Hari ini, Clarissa sungguh terkejut oleh kenyataan yang diungkapkan oleh Willem. Dia juga merasa sedih saat membayangkan betapa hancurnya hati Marina. Kemudian, Clarissa merasa bersalah karena menyadari bahwa semua penderitaan yang dialami Marina bermula dari dirinya. Willem melakukan perbuatan kejam terhadap Marina karena masalah rumah tangga yang pernah terjadi antara dirinya dan Axel. Setelah bayangan Clarissa menghilang dari pandangannya, Willem memundurkan langkah dengan langkah lemah menuju sofa yang terletak di belakangnya. Perlahan, ia duduk di sofa anyaman tersebut. Willem menengadahkan wajahnya ke langit-langit sambil menutup kedua matanya. Dengan kedua tangan, ia mengusap wajahnya dengan kasar, mencerminkan rasa frustrasi yang sangat mendalam. ‘Tidak. Aku tidak akan menyerah. Meskipun katanya dia akan menikah, aku tidak peduli. Aku akan tetap berusaha agar dia kembali bersamaku,’ batin Willem. Terdengar egois, dan dia menyadarinya. Namun, Willem tidak memperdulikan hal itu. Baginya, yang terpenting saat ini adalah upaya untuk mendapatkan kembali Marina, meskipun harus melawan segala rintangan yang ada. Bagi Willem, waktu yang ia ulur telah terlalu lama dan sudah cukup bagi Marina untuk terus menghindari dirinya. Apalagi kabar bahwa wanita cantik itu akan segera menikah semakin membuatnya gelisah. Willem tidak akan membiarkan hal buruk itu terjadi. Hingga kapan pun, dia tidak akan rela melihat Marina hidup bahagia bersama pria lain. Willem tidak akan sanggup menerima kenyataan tersebut. Bahkan, dia merasa bahwa tindakan lebih nekat mungkin perlu dilakukan, meskipun tanpa disadari bahwa tindakan tersebut hanya akan menyakiti Marina lebih dalam. Oleh karena itu, sekarang Willem akan memulai perjuangannya. Dia akan mencoba menyentuh hati Marina dengan penuh kelembutan, meskipun dia sadar bahwa wanita itu mungkin sangat membenci dirinya. *** Los Angeles... Saat ini, Marina telah tiba di bandara bersama Luke. Kekasihnya bersikeras untuk mengantarnya ke bandara karena hari ini Marina akan berangkat ke Wellington untuk memenuhi janjinya kepada sang keponakan, Nicolas. “Hati-hati di sana, dan jika sempat, kabari aku sesekali,” ujar Luke sambil menangkup wajah cantik Marina dengan kedua tangan lebarnya. Ia menatap lekat sambil tersenyum. Sebagai pria yang normal, Luke mengakui kecantikan yang dimiliki Marina. Marina mengangguk pelan sambil membalas senyuman Luke. “Maaf karena aku tidak bisa ikut menemanimu,” ucap Luke dengan raut wajah penuh penyesalan. “Tidak mengapa. Aku mengerti bahwa kamu sangat sibuk. Dan lagi pula, aku hanya sehari di sana,” balas Marina. Luke mengangguk pelan lalu menurunkan wajahnya mendekat ke wajah Marina. Dia memagut bibir kenyal Marina, dan wanita itu pun membalas ciuman tersebut. Hubungan mereka hanya sebatas ini, berciuman bibir, tidak pernah lebih dari itu. Setelah menyudahi pagutan lembut, Luke mengusap jejak saliva di permukaan bibir Marina sebelum melabuhkan kecupan hangat di kening sang tunangannya itu. Luke membiarkan Marina pergi. Dia tetap berdiri di tempat sambil menatap punggung sempit Marina hingga wanita itu menghilang dari pandangannya. ‘Maafkan aku, Marina,’ bisik Luke dalam hati, nadanya penuh sesal. Ia mendesah pelan sambil menggelengkan kepala, lalu membalikkan tubuhnya dan meninggalkan bandara menuju mobilnya yang diparkir di sana. Beberapa menit berlalu, Marina duduk dengan nyaman di kursi pesawat. Dengan dagunya ditopang, ia menatap ke luar jendela dengan pandangan kosong. Pikirannya dipenuhi oleh sosok pria yang merupakan cinta pertamanya, namun juga pria yang telah membuat hatinya hancur berkeping-keping. Setelah enam tahun berusaha menghindarinya, kini saatnya Marina bertemu kembali dengan lelaki itu. Marina mendesah singkat. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. ‘Aku berharap dia tidak egois kali ini. Semoga setelah dia mengetahui kedatanganku, dia akan pergi,’ batinnya penuh harapan akan pengertian dari Willem. Namun sepertinya harapan Marina berbeda dengan harapan lelaki itu, di mana Marina tidak ingin bertemu dengannya, namun lelaki itu malah mengharapkan pertemuan ini sebagai awal dari kesempatan kedua yang akan dia kejar nantinya. Keduanya memiliki harapan yang berbeda, dan pertemuan mereka di Wellington tampaknya akan membawa konflik yang rumit dan penuh emosi bagi keduanya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN