Luluh ~~

1144 Kata
  Setelah pertemuannya dengan Banyu semalam, Rio tidak kembali ke apartementnya, tetapi kembali ke rumah sakit. Semalam suntuk Rio memperhatikan dan menelaah segala diagnosis milik Kiran sejak dua tahun lalu yang ia dapat dari Taufik dan Prima, mempelajari perkembangan hematomanya sejak awal hingga terakhir. Rio menandai segala keluhan yang ditulis dalam lembar diagnosa di mejanya, lalu melihat kembali hasil CT-Scan di monitornya. Hingga akhirnya, segala riset yang ia lakukan pun selesai, tepat saat pukul lima pagi. Rio menaruh bolpoin di tangannya ke atas meja, kemudian menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi putar. Rio bangun dari posisinya seraya meregangkan otot-otot pinggang dan leher yang terasa kaku, lalu berjalan keluar, hendak memeriksa beberapa pasiennya. Para karyawan yang sedang bekerja lembur menatap heran pada Rio, karena tak biasanya pria itu menghabiskan semalaman suntuk di ruangannya. Setelah pertemuannya dengan Banyu kemarin, Rio cukup merasa lega. Rasa penasaran yang selama ini menggelayuti pikiran Rio perlahan berkurang. Semua ekspektasi yang Rio bayangkan selama ini, berbeda dari kenyataa nya. Rio kini mengerti dan takkan berpikir buruk lagi mengenai Kiran. Walau rasa sakit di hatinya masih tersisa, tetapi Rio akan kembali berjuang agar bisa mendapatkan kembali cinta dan kebahagiaannya. Rio masuk ke ruang ICU dan memeriksa beberapa pasiennya di sana, ditemani oleh seorang perawat yang membawa sebuah catatan hasil pemeriksaan lanjutan masing-masing pasien. "Bagaimana tanda vitalnya?" tanya Rio. Perawat tersebut membaca kertas yang ia taruh di atas papan alas dalam genggamannya. "Semuanya normal, Dok." Rio mengangguk lalu beralih ke pasien berikutnya. Tetapi tiba-tiba Rio terdiam, pria itu memijat pelan keningnya yang mulai terasa sakit, keringat pun mulai membasahi tubuhnya. Suster yang menemaninya berkeliling menyadari itu, lalu memegang lengan Rio untuk menopang tubuh pria itu agar tetap seimbang. "Sebaiknya, dokter istirahat sebentar," ujar sang perawat. Rio menoleh pada wanita yang berdiri di sampingnya itu, lalu mengangguk. "Saya akan beristirahat sebentar, jika ada keadaan darurat hubungi Dokter Rama," ujar Rio lalu berjalan pergi menuju ruangannya. Dewi sang perawat yang sedang berjaga di ICU segera menghampiri Siska, perawat yang sedari tadi menemani Rio berkeliling memeriksa pasien. "Lagian … dokter Rio kan direktur di sini, harusnya gak usah ikut sibuk sama pasien-pasien," ujar Dewi sedikit berbisik sambil menatap punggung Rio yang semakin menjauh. Siska menoleh pada Dewi dengan tatapan tajam. "Karena Dokter Rio memiliki rasa tanggung jawab yang besar atas pasien-pasien di sini," sergahnya. *** Setibanya di ruangannya, Rio membaringkan tubuhnya di atas sofa dan berusaha memejamkan matanya agar terlelap. Tetapi, pikirannya terus berkecamuk, memikirkan segala hal tentang Kiran, hingga pria itu akhirnya kembali membuka mata. Akhirnya Rio memutuskan untuk bangun dan berjalan menghampiri meja kerjanya. Dia membuka kembali hasil CT-Scan Kiran dan menelaah hasil tersebut. Waktu terus berlalu hingga matahari sudah benar-benar menerangi dan menghangatkan permukaan bumi. Pria itu melirik pada jam yang melingkar di pergelangan tangan, sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Rio mengambil jas lalu berjalan keluar dari ruangannya. Para perawat dan beberapa Dokter residen membungkuk dan memberi hormat pada Rio saat bertemu di lobby rumah sakit. Pria itu tak menghiraukannya dan mempercepat langkahnya. Seorang valet mobil sudah membawakan mobil Rio dan memarkirnya tepat di depan pintu keluar lobby rumah sakit. Pria itu pun segera masuk dan duduk di balik kemudi. Tepat saat Rio sedang menyalakan mesin mobil, terdengar suara panggilan masuk dari ponselnya. Ia melirik sesaat pada benda elektronik tersebut lalu menekan tombol hijau pada stir mobil seraya menginjakkan kakinya pada pedal gas. "Ada apa?" Tanya Rio. "Dok, dimana?" Tanya Rama dari seberang telepon. "Saya ada urusan di luar,” sahut Rio datar. "Baiklah, biar saya yang mengecek keadaan pasien." "Terima kasih, Rama." Setelah memutuskan panggilannya, Rio kembali melanjutkan perjalanannya. Hingga tak begitu lama, pria itu tiba disebuah gedung kost-kosan yang Kiran tempati saat ini. Rio mencoba mengatur napasnya terlebih dahulu, sebelum akhirnya ia membuka lock safety belt, dan keluar dari mobilnya. Pria itu bergegas naik ke lantai dua, tanpa meminta izin pada induk semang terlebih dahulu. Dengan langkah cepat, Rio menaiki tangga menuju kamar Kiran. Rio menarik napasnya lalu menghembuskannya secara perlahan. Tangannya mengepal dan mulai mengetuk pintu kamar Kiran. Satu kali percobaan, tak ada jawaban apapun dari dalam. Pria itu tak menyerah, dan kembali mengetuk pintu tersebut, dan tetap tak ada jawaban. Rio kembali berusaha mengetuk pintu kamar itu satu kali lagi. Tetapi bukan suara sambutan yang ia dapat, melainkan suara erangan yang sangat keras dari dalam kamar. Mendengar teriakan menyakitkan itu, membuat Rio tak bisa berpikir panjang dan begitu saja mendobrak pintu kamar Kiran yang terkunci. Tepat saat pintu terbuka, Rio membelalakkan matanya ketika mendapati, wanita yang semalaman ia pikirkan itu, kini sedang merintih menahan rasa sakit yang sangat menusuk pada kepalanya, hingga ia terjatuh di lantai. Kedua tangannya menjambaki rambutnya sendiri demi mengurangi rasa sakit. Rio segera berlari ke dalam dan menghampiri Kiran dan mencoba mengecek keadaan wanita itu. Pria itu mencoba mencari obat penahan rasa sakit yang Kiran miliki di atas meja, lalu memberikan beberapa butir pada Kiran lalu memberikan sebotol air mineral. Setelah obat Pereda sakit itu mulai bekerja, Rio bisa melihat Kiran mulai kembali tenang. Walaupun napasnya masih terdengar tidak teratur, tetapi suara rintihan menyakitkan itu perlahan menghilang. Rio menggendong tubuh Kiran yang terlihat semakin kecil itu secara perlahan, lalu menidurkannya di atas tempat tidur. Rio mengambil beberapa lembar tisu dan mencoba menyeka keringat yang membasahi kening dan wajahnya, bahkan pakaian yang sedang digunakan Kiran pun terasa basah karena keringat dari tubuhnya. Kelopak mata wanita itu perlahan terbuka, lalu menatap pada Rio, seakan ia ingin meminta pertolongan. Rio yang mendapat tatapan sendu dan menyakitkan dari mata Kiran, hanya bisa menggenggam tangan gemetar milik wanita itu, lalu tersenyum getir. Tanpa Kiran sadari, air mata yang selama ini ia tahan dan ia bendung, akhirnya luruh. Matanya terus menatap pada Rio, melihat setiap lekuk wajah yang selama ini Kiran rindukan, wajah yang selama ini berusaha Kiran lupakan, dan kini wajah itu kembali berada di hadapannya, seakan itu adalah tatapan terakhir yang tak ingin ia lupakan. Namun, Kiran tiba-tiba saja memalingkan wajahnya ke sisi lain, ketika kembali teringat apa yang sudah dilakukannya pada Rio. Bagaimana dirinya memberi rasa kecewa dan menoreh sebuah luka karena ingin menjauh dari pria itu akibat penyakitnya. "Ki ...." panggil Rio melirih. Kiran tetap bergeming dan tak menghiraukannya. "Aku udah tahu semuanya. Banyu udah cerita sama aku," lanjut Rio. Kiran akhirnya menyerah, dan perlahan-lahan menoleh lalu menatap mantan kekasihnya itu. Rio mengusap puncak kepala Kiran dengan lembut sembari menghela napasnya dalam-dalam. "Kamu gak harus berbuat sampai sejauh ini, Ki. Penyakit kamu masih bisa diobati, kecuali kamu membiarkannya seperti saat ini. Jika dulu kamu bilang sama aku, mungkin kamu udah benar-benar pulih sekarang. Jangan pernah berpikir kamu membebani aku, aku gak pernah merasa seperti itu, Ki. Rasa cinta aku, rasa sayang aku, rasa peduli aku, benar-benar tulus buat kamu. Aku bahkan tak pernah berpikir buruk tentang semua itu." Kiran hanya bisa terdiam mendengar segala perkataan Rio walau kedua sudut matanya masih terus menitikan airmata. Perlahan gadis itu bangun dari posisinya dan memeluk tubuh Rio untuk pertama kalinya, setelah dua tahun ia hanya bisa menatap pria yang sangat dirindukannya itu melalui sebuah foto dalam galeri ponselnya. “Aku takut … jika ini adalah pelukan terakhir, sebelum semuanya hanya tinggal kenangan,” bisik Kiran. *** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN