Seorang pria dengan setelan jaket kulit dan celana jeans hitam memasuki sebuah bangunan mirip rumah namun kesan mengerikan begitu kentara dirasakan.
Black Eclips memiliki arti sebagai gerhana hitam. Persis seperti namanya, kelompok ini bergerak layaknya hewan nokturnal, mereka lebih suka bergerak kala malam datang hingga keesokan paginya mereka berubah menjadi orang biasa. Gerhana tampak indah jika dilihat dengan bantuan saat menyaksikannya namun berbahaya apabila dilihat hanya dari satu sisi yang salah. Seperti itulah Black Eclips ini berdiri. Mereka akan baik apabila tak ada musuh dan mereka akan kejam apabila ada yang berusaha merusak teritorialnya.
Siapa sangka kelompok yang terlihat besar ini nyatanya adalah gembong mafia yang menguasai kawasan Asia. Kekuasaannya hampir setara dengan gembong mafia besar seperti The Devil yang dipegang oleh keturunannya yang ke empat, Don Alfonzo Renzuis di tanah Sisilia, Italia. Namun perbedaannya adalah, The Devil lebih memiliki sifat manusiawi, namun Black Eclips tidak. Mereka akan bergerak menyingkirkan siapapun yang berusaha menghalangi jalannya, mereka tak segan-segan membunuh, menyiksa dan melakukan kejahatan, seperti mencuri bongkahan berlian dan batu-batu kuno yang harganya triliunan di luar sana. Namun hebatnya, mereka sama sekali tak terendus polisi.
Mereka, Black Eclips adalah gembong mafia yang baru di dirikan selama 8 tahun yang lalu, namun mereka mampu menguasai seluruh kawasan Asia bahkan hampir ke Australia. Pemimpinnya yang tak memiliki rasa belas kasihan pada musuh, Christian Xander. Berhasil membuat nama Black Eclips begitu di takuti di area Asia, bahkan hampir ke Australia. Namun mereka belum bisa bergerak untuk menguasai Amerika, karena di sana ada gembong mafia lain yang jauh lebih besar, dipimpin oleh generasi ke tiga Leonardo De Lavega, Regnarok.
Kepemimpinan Christian berhasil menumbuhkan para mafioso tak berperasaan, mereka membunuh terlebih dahulu baru berpikir. Bahkan, mereka nekat memperjual belikan narkoba dalam jumlah fantastis, sedangkan persenjataan mereka di dapatkan dari salah satu penyelundup senjata besar dari Rusia. Kini sang pemimpin Black Eclips, Christian Xander tengah berjalan dengan langkah gontai seakan tak terjadi apapun, namun kenyataannya ia kemari untuk menyelesaikan salah satu misinya. Membunuh seorang pemimpin negeri yang hendak dilengserkan oleh kliennya.
Christian berjalan dengan mata yang mengedar, ia memasuki ruang bawah tanah menyaksikan seorang pria yang kedua tangan dan kakinya diikat tepat di sebuah batu besar."Lepas!" Bentak pria itu dengan mata yang nyalang. Christian meraih cerutu lalu menghidupkannya, ia menyesap cerutu itu tanpa mempedulikan hardikan yang diberi oleh pria sandraannya. "Lepaskan aku!"
"Jangan teriak," balas Christian dengan suara pelannya, ia bahkan sudah menarik salah satu kursi lalu duduk menghadap sandraannya.
"Bagaimana kabarmu?" tanya Christian dengan mengusap belati miliknya.
"Jangan banyak bicara! Aku akan pastikan kau akan dipenjara karena menculik petinggi negara!"
"Wow, jangan berlebihan!"
"Lepaskan aku!"
"Tunggu, kau ingin dilepaskan?"
"Ya!"
"Baiklah." Christian meraih samurai dan melepaskan sarung samurai itu. Ia memainkan samurainya sebentar lalu tanpa ampun ia memotong kesepuluh jari-jari pria itu.
"Jarimu sudah terlepas, sekarang katakan apa lagi yang ingin kau lepaskan?" tanya Christian dengan mengusap darah di ujung samurainya dan tanpa ada rasa jijik sedikitpun ia mencium bahkan menjilat darah itu langsung dari ujung samurainya.
"Aromanya sangat lezat!" ucap Christian dengan seringaianya.
"Akh! Lepaskan aku, ku mohon!"
"Apa yang kau mohonkan?" tanya Christian dengan mengangkat dagu pria malang itu menggunakan ujung samurainya.
"Lepaskan aku," lirihnya putus asa.
Christian tertawa terbahak-bahak, ia lalu menatap pria sandraanya. Si pria bisa bernapas lega kala Christian meletakkan samurai di tempatnya semula. Namun ia semakin menggigil kala Christian justru meraih kapak dan memainkannya sebentar. "A-apa yang kau lakukan?!"
"Melepaskan tubuhmu!"
"A-apa?!"
Dugh… Dugh… Dugh…
Christian berhasil memisahkan tangan dan kaki pria itu dengan brutal. Si pria sudah tak ada tenaga lagi untuk memohon. Ia bahkan terlihat sekarat namun siapa perduli? Mengharapkan iblis seperti Christian melepaskannya adalah hal yang mustahil. "Ku mohon, b-bunuh saja a-aku"
"Sesuai keinginanmu." Christian meraih belati emas yang ia simpan, tanpa kata ia langsung menusukkannya tepat di jantung pria itu.
Jlep!
Pria itu terkulai tak berdaya, dan Christian justru tersenyum seakan ia mendapatkan kesenangan dengan hal menjijikan ini. "Welcome to the hell!"
Tertawa sekeras yang ia bisa, Christian bahkan tak mengindahkan tubuhnya yang penuh darah. Ia membalikkan tubuhnya seraya menatap Liam yang sedari tadi sudah mengawasinya di ambang ruang penyiksaan. "Siapkan mobil, kita akan kirimkan ganja itu sekarang."
"Baik, Tuan." Liam beringsut pergi dari hadapan tuannya, sedangkan Christian bergerak menuju ruang pribadinya.
Pria itu memasuki pintu dengan corak warna hitam dengan atasnya yang merah, sepintas warna merah itu seperti cat biasa. Nyatanya pintu merah itu dari darah para musuh-musuhnya yang diberikan sebuah zat agar warnanya tidak luntur, dan inilah yang digunakan oleh Christian untuk mempercantik pintu ruang pribadinya. Bahkan bau anyir dari darah itu pun tak ada, hanya tercium bau cat biasa, seakan itu benar-benar cat biasa.
Christian memasuki ruang pribadinya, ia meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. "Dia sudah mati, ku tunggu bayarannya." Tanpa jawaban dari orang di seberang telepon, Christian mematikan sambungan teleponnya cepat. Pria itu langsung memasuki kamar mandi di dalam ruang pribadinya yang monoton berwarna hitam. Lantainya yang terbuat dari marmer dengan warna senada, mampu memberikan kesan yang sadis mencerminkan si penunggu ruang tersebut.
Christian mengguyur tubuhnya dengan air shower, ia menghapus jejak darah di tubuhnya dengan perlahan seakan menikmati darah itu luruh tak bersisa di tubuhnya. Setelah selesai, pria itu lantas memasuki walk in closet mini dan mengganti bajunya di sana. Ia memakai jas biru navy yang dipadukan dengan turtleneck berwarna hitam tak lupa ia kenakan celana senada dengan jasnya sementara itu jam tangan rolex masih setia di pergelangan tangan kanannya. Setelah selesai dengan penampilannya, Christian lantas keluar dari walk in closet, ia menjalankan kakinya dan berhenti tepat di sebuah foto yang dipajang besar di sudut kanan ruangannya.
Tepat di dalam foto yang tingginya hampir menyamai tinggi dinding, seorang pria dengan setelan toxedo berdiri dengan gagah dan perkasa. Pria itu tampak sangat menakutkan, aura kegelapan begitu terasa bagi siapapun yang menatap fotonya. Meskipun ia telah tiada namun ia tetap mengukir kesan di dalam diri Christian. "Hai Dad,” sapa Christian dengan senyum dan memasukkan satu tangannya di saku celana bahannya.
"Aku disini, Dad. Dan aku selalu siap meneruskan apa yang telah kau berikan. Black Eclips akan menyamai Regnarok, Arthur De Lavega. Pria itu akan mengingatmu sebelum ajalnya aku jemput Dad. Ia akan mengingat aku adalah putramu, pria yang ia bunuh dengan kejam, pria yang tak pernah ia anggap. Doakan aku agar dendam mu bisa aku balaskan. Tak lama lagi Dad, putrinya akan aku hancurkan, ia akan hancur!" Christian mengepalkan tangannya erat sampai menunjukkan buku-buku jarinya yang memutih.
"Kita akan bangun kembali Black Eclips, kita akan bangun kembali dan melengserkan Regnarok, menghapusnya seakan tak pernah ada di dalam sejarah. Doakan aku Dad." Kini Christian tampak meraih sesuatu dari dalam jam tangannya. Ya, jam tangan pria itu bisa terbuka menampilkan sebuah wajah wanita cantik dengan senyum yang manis tak lupa lesung pipinya yang indah dan tatapan polosnya yang begitu menggoda.
"Aku juga butuh doamu, Mom," ucap Christian pelan.
Manik elang Christian kembali menatap gambar pria di dinding. Ia menyentuh gambar itu dengan sangat pelan. "Walaupun Arthur sudah banyak melumpuhkan lawannya, namun akan ku pastikan dia mengingatmu Dad! Walaupun kau dipandang sebagai mafia kecil olehnya, namun aku berjanji aku akan jadi mafia besar sepertinya!" desis Christian penuh kemarahan.
"Tuan." Christian menatap asal suara, ia menatap Liam yang berdiri di ambang pintu ruangannya dengan menundukkan kepalanya.
"Mobilnya sudah sampai."
"Baiklah." Christian dan Liam sama-sama keluar dari dalam ruangan, mereka berjalan beriringan menuju mobil Pagani Huayra yang sudah terparkir apik di depan markas.
Mereka pun memasuki mobil itu dengan Liam yang menyetirnya, tak lupa mobil box besar mengikuti mereka di belakang. Tak lupa penjagaan 6 mobil hitam lainnya mengikuti tepat di belakang mobil box yang berisikan ganja yang senilai 25 juta dollar.
Saat mereka telah sampai di sebuah pelabuhan kecil, rombongan Black Eclips itu menepikan mobilnya masing-masing. Christian turun dari mobilnya, ia tatap mobil box itu dan memastikan isinya tak kurang. Setelah semua dirasa sudah sesuai. Pria itu pun menemui kliannya. "Sesuai permintaanmu."
"Bagus, tunggu." Pria itu menatap salah satu wanita yang ada dibelakangnya. Wanita itu mendekati si pria dengan membawa lima box koper besar yang langsung ditanggapi oleh Liam dan mafioso milik Christian.
"Sesuai kesepakatan, itu 25 juta dollar. Anggap kita tak pernah bertemu sekarang atau nanti, kau mengerti?"
"Tanpa kau beritahu, aku sudah paham betul peraturan dunia gelap ini," ucap Christian seraya berlalu pergi dari hadapan kliennya.
Christian menatap ganja yang tengah di pindahkan kedalam sebuah kapal pesiar milik kliennya. Ya, kliennya adalah bandar nar*oba besar, mereka akan menyalurkan nar*oba ke seluruh dunia, penyelundupan yang gila! Tapi bisnis ini sudah mereka jalani hampir 4 tahun, dan polisi sama sekali tak curiga. Polisi diam karena si klien memberi bukti bahwa kapal pesiar yang ia miliki untuk perjalanan biasa untuk turis, namun ia justru menggunakannya sebagai alat transportasi penyebaran narkoba.
Christian yang merasa sudah selesai dengan tugasnya pun bergegas menyuruh Liam mengatarkannya untuk pulang ke mansionnya. Setelah sampai di mansionnya, Christian bergegas masuk tanpa mempedulikan Liam yang ikut masuk atau tidak. Tubuh pria itu lelah, dan ia butuh pelarian atas itu semua, ranjangnya. Ia butuh istirahat saat ini.
Mansion besar dengan di d******i warna emas dan putih mampu membuat orang-orang takjub dengan kemewahan dan kebesaran mansion milik Christian ini. Dihiasi dengan kolam renang pribadi ditambah dengan sejuknya pepohonan semakin memanjakan mata yang melihatnya. Bahkan, terdapat sebuah tempat ngobrol di tengah kolam renang. Dan kemewahan lainnya. Namun siapa kira yang tinggal disana adalah seorang iblis tak berperasaan?
Christian memasuki kamarnya yang berwarna emas dengan ukiran di langit-langit kamarnya. Lampu hias besar yang terpasang di langit-langit kamarnya begitu terasa semakin memperkuat ciri antik yang amat digemari si empunya. Pria itu langsung membaringkan tubuhnya di atas ranjang, seraya memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya pada putri dari pembunuh ayahnya, Fiorella.
***
Fiorella langsung bergegas memasuki kamar mandi dan bersiap, hari ini ia akan mulai bekerja, sial! Siapa yang tak senang dengan kabar ini?!
Fiorella merias wajahnya dengan riasan natural, ia memakai crop top putih dipadukan dengan jaket seperut berwarna hitam. Rok levis selutut dengan beberapa model sobekan di bawahnya melekat pas di tubuh gadis itu. Belum lagi sepatu boots berhak dengan tinggi 7 cm berwarna hitam semakin menunjang penampilannya saat ini.
Gadis itu meraih tas selempangnya dengan gerakan cepat, ia bahkan tak sempat pamit pada Charlotte yang saat ini masih bersiap di kamarnya. Fiorella meraih dua lembar roti dengan mengoleskan selai coklat di atasnya lalu ia tangkupkan dan ia pun memakannya. Sementara itu tangannya bergerak meraih note dan menuliskannya untuk Charlotte.
"Selamat pagi dokter cantikku, maaf aku harus pergi tanpa pamit padamu, aku takut terlambat seperti kemarin. Jadi aku berangkat lebih pagi. Jangan marah dulu, aku sudah sarapan dengan roti, jangan khawatir. Doakan aku agar lancar yah, selamat beraktifitas dokter!!"
-Fiorella-
Fiorella bergegas keluar dari apartemen milik Charlotte, ia langsung memberhentikan taxi yang lewat tepat di depan apartemen milik Charlotte.
"Christian's Corp ya."
"Baik, Nona."
Taxi itu berjalan dengan kecepatan sedang, sedangkan Fiorella tak berhenti meremas jarinya gugup. Sumpah! Saat pertama kali ia pemotretan ia tak segugup ini, namun kenapa kali ini rasanya berbeda. Mungkin, ini karena ia bekerja benar-benar bekerja, tidak dalam lindungan keluarganya lagi.
Setelah sampai ke tujuannya, Fiorella turun dari Taxi dan membayar taxi tersebut. Setelah itu ia menjalankan kakinya memasuki gedung Christian's Corp. Gadis itu berhenti tepat di depan meja resepsionis. "Maaf, ruang pemotretan dimana?" tanya Fiorella sopan.
"Anda...?"
"Fiorella."
"Ah, nona anda sudah ditunggu. Mari saya antarkan."
"Terimakasih." Resepsionis itu mengantarkan Fiorella sampai di depan sebuah pintu berwarna silver. Resepsionis itu membukakan pintunya dengan pelan. "Silakan."
Fiorella mengangguk dan ia pun tersenyum manis. "Terimakasih." Fiorella menjalankan kakinya pelan, ia menatap sekitar. Ada empat model yang terlihat sangat antusias sama seperti dirinya. Baiklah, Fiorella paham sekarang, jadi ada 4 model lain selain dirinya di tempat ini.
Manik Fiorella terkunci pada sosok tinggi besar yang duduk di kursi besar yang terlihat nyaman di ujung ruangan. Siapa lagi pria itu jika bukan Christian. "Nona Fio?"
"Ah iya?"
"Mari, saya tunjukkan beberapa baju yang anda pakai untuk photo shoot kali ini."
"Ya, baiklah." Fiorella mengikuti langkah kaki pria yang sepertinya salah satu karyawan dari gedung yang tengah ia pijak saat ini.
Fiorella menatap jejeran baju dengan merk terkenal dan beberapa dari desainer handal yang tentunya sangat Fiorella kenali, ia sudah beberapa kali memakai hasil karya dari salah satu desainer tersebut.
"Anda akan memakai tiga baju ini, temanya adalah summer. Crop top hijau dipadukan dengan outwear rajut dan sepatu sneakers. Kemudian dress selutut berwarna kuning cerah, dan yang terakhir atasan hijau dan celana jeans panjang dengan heels."
"Baik, jadi yang mana dulu?"
"Kau bisa memilihnya."
"Baiklah."
"Aku pergi dulu."
"Ya, terimakasih."
Pria itu pergi meninggalkan Fiorella dengan segala pikiran yang berkecamuk di otaknya. "Come on working Fio!"
♣♣♣