Fiorella berpose dengan berbagai gaya di setiap model baju yang ia kenakan. Aura kecantikannya begitu terpancar jelas saat ini, beberapa orang di sana bahkan terlihat mencuri-curi pandang pada gadis berumur 19 tahun itu.
Tak terkecuali pemilik dari gedung Christian's Corp ini. Pria itu dengan alis yang menaut menatap tanpa celah gadis yang ada di hadapannya saat ini. Bahkan Christian dengan sangat bodohnya tak berkedip menatap kecantikan yang terpancar dari putri orang yang membunuh ayahnya.
Melihat tubuh Fiorella yang hanya dibalut crop top mampu mengalihkan perhatian Christian. Sialnya baju rajut yang seharusnya dipakai oleh gadis itu ia gunakan dan ia ikat di pinggangnya. Kini kulit putih Fiorella semakin membuat Christian teralihkan, ia bahkan seakan tak ingin melewatkan satu detik pun untuk menatap Fiorella.
Gadis itu berpose dengan sangat cantik, tubuhnya yang mungil dan kulitnya yang putih bersih dan jangan lupakan manik hazelnutnya yang sangat membuat Christian kepayang. Tak tahan dengan godaan yang begitu menggebu, Christian mendirikan tubuhnya ia menjalankan kakinya tepat di samping fotografer yang tengah memotret Fiorella.
Christian mengusap dagunya dengan jari telunjuk seraya bergumam. Pikirannya ingin membenci gadis di depannya saat ini, namun hatinya justru sebaliknya, ia bahkan tak bisa diam saja disini. Ada sesuatu dalam dirinya yang menginginkan untuk merengkuh tubuh mungil Fiorella. Ia ingin merasakan bagaimana tubuh kecil itu begitu pas di dalam dekapannya, ia ingin merasakan tangan itu ia genggam dengan erat. Ia juga ingin merasakan_ ah sial! Jangan berpikiran bodoh Christian! Ingat dendam mu! Batin Christian menggila.
Christian menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia enyahkan seluruh pikiran bodohnya. Christian menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, ia tatap sekitar dan ia pun menyilangkan tangannya di depan d**a. "Sudah cukup, ini waktu siang. Kita akan lanjutkan lagi" Instruksi Christian berhasil merebut atensi semua orang teralihkan. Mereka mengangguk setuju dengan gagasan yang diberikan oleh bossnya itu.
Perlahan semua orang mulai keluar dari sana. Menyisakan Fiorella yang masih mengganti bajunya, wajar sebab Fiorella yang terakhir memperagakan busananya. Saat Fiorella baru saja keluar dari kamar ganti, gadis itu sedikit terkejut mendapati Christian yang berada di depan pintu kamar ganti. "Boss, apa yang kau lakukan disini?" Tanya Fiorella dengan alis yang saling menaut.
"Menunggu seseorang." Sontak saja ucapan Christian itu membuat Fiorella bingung, ia tatap sekeliling yang tampak kosong. "Tapi disini sudah tidak ada orang. Mereka tengah makan siang."
"Kau benar."
"Lalu siapa yang tengah kau tunggu?"
"Kau."
"Apa?! Aku?!"
"Ya," balas Christian santai.
"Do you want to lunch together with me?"
"Em, aku_"
"Aku tak akan memaksa."
"Baiklah."
"Aku tak memaksamu."
"Iya, aku tau. Tapi aku lapar."
"Baiklah." Mereka pun keluar dari dalam ruangan photoshoot dan hendak menuju ke area pantry, namun tangan Fiorella terlebih dahulu di cegah oleh Christian. "Kenapa boss? Bukan kah pantry ada di sebelah sana?"
"Siapa bilang kita makan di pantry?"
"Lalu, kita makan dimana?" tanya Fiorella dengan menatap penuh pertanyaan pada Christian.
"Di luar."
"Luar kantor?"
"Jangan bodoh!"
"Maaf." Mereka berjalan beriringan, Fiorella menghentikan sejenak langkah kakinya saat Christian memasuki mobil Lamborghini Reventor yang terparkir apik di tempat parkir khusus CEO. Christian membunyikan klaksonnya sekali guna menyadarkan Fiorella dari lamunannya.
"Ayo masuk!"
"Ah, iya."
"Apa kau berusaha mengkodeku untuk menggendongmu masuk mobil?" tanya Christian berhasil melukiskan semburat merah di kedua pipi Fiorella.
"Aku_"
"Jangan pikirkan, aku bercanda."
"Ah iya." Fiorella membuka mobil Christian dan langsung memasuki kendaraan itu. Hening kembali menyergap sesaat setelah mobil itu bergerak keluar dari tempat parkir.
"Kau tau?" Fiorella mengalihkan tatapannya pada Christian yang tengah fokus menyetir mobil.
"Entah mengapa, melihatmu mengingatkanku akan seseorang."
"Ya? Siapa?"
"Ada, seseorang."
"Maaf."
"Tak apa." Fiorella memang sedikit gugup berdekatan dengan pria yang tengah menyetir mobil ini, rasanya kejadian kemarin masih berputar jelas diotaknya. Dan jujur, ia masih amat malu jika menatap manik Christian.
Tak lama mobil itu menepi di salah satu restoran besar bergaya Yunani kuno. Christian menatap Fiorella seraya melepaskan sabuk pengamannya. "Kau tak mau keluar?"
"Ah, iya." Fiorella menjawab dengan gugup seraya melepas seatbeltnya.
Christian keluar dan memutari mobilnya, pria itu langsung membukakan pintu mobilnya untuk Fiorella. Gadis itu keluar dengan senyum terimakasih untuk Christian. "Ayo masuk" Ajak Christian dengan meminta tangan Fiorella. Gadis itu mengangguk seraya mengulurkan tangannya menyentuh telapak tangan besar milik Christian.
Mereka berjalan dengan tangan yang saling manaut, Christian pun dengan pelan membuka pintu untuk mereka. Ia menarik salah satu kursi dan menyuruh Fiorella duduk dengan matanya. Mereka duduk saling berhadapan, Fiorella sesekali melirik menelisik seisi restoran yang dipenuhi dengan lukisan-lukisan kuno. "Ini restoran lama yang diperbarui kembali, wajar isinya beberapa lukisan kuno," ucap Christian seakan mengerti pemikiran Fiorella.
"Ya, aku hanya kagum." Tak lama pelayan datang dan menawarkan beberapa menu makanan.
"Kau pesan apa?" tanya Christian pelan.
"Aku ikut saja," jawab Fiorella dengan senyum tipisnya.
"Moussaka 2 dan sebotol wine," ucap Christian pelan.
"Baik, tunggu sebntar." Pelayan itu beringsut pergi meninggalkan Christian dan Fiorella di sana.
"Jadi, boleh aku bertanya beberapa hal padamu?" tanya Christian pelan.
"Boleh, silahkan asal aku bisa menjawabnya"
"Em, pertama. Jika aku boleh tau, sebenarnya siapa nama keluargamu? Karena di data dirimu kau hanya memberikan nama Fransisca, aku yakin itu hanya nama tengahmu, right?"
"Ya, kau benar itu adalah nama tengahku."
"Lalu?"
"Tolong jangan pecat aku setelah aku mengatakan siapa aku sebenarnya, aku mohon."
"Baiklah, katakan."
"Em, namaku Fiorella Fransisca… De Lavega," cicit Fiorella dengan memelankan dua kata terakhirnya. "De Lavega?!"
"Aku mohon, jangan pecat aku," ucap Fiorella cepat kala melihat reaksi Christian yang terlihat sangat kaget. "Bagaimana bisa kau berada disini?"
"Ceritanya panjan."
"Astaga, jadi kau putri tunggal Arthur De Lavega?"
"Ya, dia Daddy ku."
"Dan kau bekerja padaku?"
"Ku mohon."
"Baiklah, tapi kenapa? Maksudku De Lavega Group's adalah perusahaan besar, Daddy mu bahkan memiliki cabang di bidang Fashion artinya kau bisa bekerja di sana."
"Ya, aku ..." Fiorella menghentikan ucapannya kala pelayan datang dan memberikan pesanan mereka. Fiorella menatap dengan lapar makanan yang tersaji di atas meja mereka. "Bisa aku ceritakan nanti, aku sangat lapar," pinta Fiorella dengan puppy eyesnya.
"Baiklah." Christian mengangguk paham, ia pun mulai menyantap makannya.
"Em, boleh aku tau, ini apa?" tanya Fiorella dengan menunjuk makannya.
"Itu Moussaka hidangan lapisan dari tumisan terong, daging cincang, tomat, bawang, bawang putih dan rempah-rempah seperti kayu manis dan sedikit kentang. Kemudian sebagai topping akhir ditambah keju dan saus," jawab Christian membuat Fiorella menggeleng tak percaya.
"Kau tau sedetail itu?"
"Aku menyukainya, jadi aku paham isinya," ujar Christian seraya meminum winenya.
"Ini enak," puji Fiorella dengan mulut yang terisi Moussaka.
"Telan dulu."
"Maaf." Fiorella menelan makannya dengan pelan, sungguh! Walaupun ia berumur 19 tahun tapi jika sudah dihadapkan dengan makanan semua jiwa dewasanya hilang begitu saja.
Christian mengulurkan tangannya meraih sebuah tisu dan membersihkan sisa makanan di sudut bibir Fiorella. Sedangkan si empunya sudah terdiam bak patung hanya menyisakan degub jantung yang berdegub dua kali lebih cepat. "Kau persis seperti anak kecil," ucap Christian setelah membersihkan sudut bibir Fiorella.
"Terimakasih."
"Ya, lanjutkan." Fiorella mengangguk dan mulai menikmati makanannya lagi.
"Apa aku boleh bertanya lagi?"
"Ya, silakan."
"Jadi alasannya?" Fiorella menghentikan acara makannya, ia meminum wine lalu menghapus jejak wine dari bibirnya menggunakan punggung tangannya.
Ia menyatukan tangannya di atas meja seakan ingin bicara serius, tatapan matanya mulai menyendu. "Kau tau, aku sudah bekerja pada Daddy selama satu tahun. Aku bahkan mempercepat kuliahku hanya karena aku ingin mengejar mimpiku. Tapi sialnya para model bermulut tajam itu selalu saja membicarakan hal-hal buruk tentang aku! Padahal aku tak ada masalah sama sekali dengan mereka! Aku bahkan sanggup mendepak mereka dari menagemant Daddy apabila aku mengatakan apa yang telah mereka lakukan terhadapku pada kakakku, tapi aku tau. Kalau aku melakukan itu, justru mereka akan semakin mengolok-olok aku, dan pastinya mereka juga semakin memandangku sebagai anak yang sangat manja. Padahal kan aku tak seperti itu, jadi aku memutuskan setelah aku lulus kuliah aku ke Seattle untuk membangun karier ku disini. Nah, kebetulan aku mendengar tentang Christian's Corp. Aku tau jadi aku ikut dengan management mu," jelas Fiorella panjang lebar dengan deru napasnya yang cepat sebab ia bicara tanpa jeda.
"Kau mendengarkan ucapan mereka dan mempersulit dirimu sendiri?"
"Akh! Aku kesal kau tau, setiap hari telingaku panas mendengar omong kosong mereka! Aku sudah tak tahan! Rasanya aku ingin sekali menjahit mulut mereka agar mereka tak bicara lagi! Sungguh! Aku kesal saat ini!" desis Fiorella dengan nafas yang menggebu-gebu.
"Tenanglah, minum dulu." Christian yang paham pun langsung mengusap lengan atas Fiorella seraya memberikan segelas wine untuk gadis itu. Fiorella meminumnya sampai tandas, ia menatap Christian dan sedetik setelah itu.
"ASTAGA! Maafkan aku, sungguh aku tak bermaksud menjadikanmu sebagai tempat luapan emosiku."
"Tak apa, aku suka caramu berucap seakan tak ada jeda seperti tadi, sangat menggemaskan," ujar Christian dengan senyum manisnya
"Boss ini ada saja, kau membuatku malu, eh!" Fiorella menutup mulutnya cepat dengan kedua matanya yang membulat sempurna. Christian tertawa pelan, ia mengacak-acak rambut hitam Fiorella pelan. "Kenapa kau sangat lucu?"
"Aku tak tau," jawab Fiorella dengan senyum manisnya.
"Ayo makan lagi." Fiorella menganggukkam kepalanya dan kembali menyambung acara makannya.
Mereka memakan makanannya dengan tenang. Sesekali Fiorella mencuri pandang pada Christian yang tengah sibuk memainkan ponselnya saat ini.
"Ada apa?" tanya Christian tanpa melihat pada Fiorella.
"Eh tidak, kau maksudku boss. Kenapa sepertinya sangat sibuk?"
"Tak ada, hanya masalah kecil."
"Baiklah."
Setelah mereka selesai makan, Christian dan Fiorella bergegas kembali memasuki mobil Christian dan bergerak kembali ke Christian's Corp. Mereka berjalan beriringan memasuki gedung dengan 35 lantai itu. Christian menatap Fiorella. "Selamat bekerja."
"Terimakasih," jawab Fiorella dengan senyum tipisnya.
Christian mengangguk dan ia pun berlalu memasuki ruangan photoshoot untuk kembali menyambung pekerjaannya. Sementara di dalam ruangan Christian, pria itu berjalan seraya melepas tautan kancing jas miliknya. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi kebesarannya seraya memijit pelipisnya pelan.
Tak lama terdengar ketukan pintu dari luar. "Masuk!" Pintu terbuka menampilkan Liam dengan rambut yang sudah ia cat putih. Pria asia itu berjalan menghampiri bossnya dan berdiri tepat di samping kiri Christian.
"Rambut baru Liam?"
"Ya, Boss. Aku bosan."
"Terserah!"
Liam duduk di depan Christian dan ia pun mengotak-atik ipad yang ia bawa di tangan kanannya. "Boss, ada proyek."
"Katakan."
"Kau tau Thomas?"
"Penyelundup itu?"
"Ya, ada keuntungan besar." Christian menegakkan tubuhnya menatap Liam penuh pertanyaan. "Maksudmu?"
"Pria tua itu ingin mengirim sepuluh box besar senjata terbaru yang akan ia antarkan ke Italia malam ini dengan kapal pesiar miliknya."
"Siapa pemilik senjata itu?"
"Kaki tangan The Devil, boss."
"Milik Alfonzo?"
"Ya."
"Lawan yang imbang."
"Jadi bagaimana boss? Apa kau tertarik untuk mencegatnya?"
"Ya, siapkan. Kita akan bergerak malam ini. Pastikan tak ada siapapun yang mengetahui, jangan sampai The Devil tau keberadaan Black Eclips."
"Tentu Boss, semua orang mengenal kita dengan Night Mafia. Itu karena kita yang bergerak di malam hari, tanpa meninggalkan jejak sedikitpun."
"Bagus, kita akan berusaha hancurkan relasi Regnarok. Agar nanti kita bisa merebut kekuasaan Regnarok, sudah terlalu lama Regnarok berada diatas. Sudah saatnya Black Eclips memimpin mafia di seluruh dunia! Regnarok sudah tak lagi pantas!" desis Christian dengan seringainya. "Tentu boss."
***
Fiorella menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya, pukul empat sore yang artinya saat ini Charlotte pasti sudah pulang.
Gadis itu berjalan memasuki salah satu mall dan mulai mencari bahan-bahan makanan. Ia meraih beberapa snack dan keperluan untuk apartemen nanti termasuk beberapa pewangi ruangan. Netra gadis itu terhenti kala melihat sebuah tas keluaran terbaru dari Hermes. Ia mendekati tas itu dan menatapnya sebentar, gadis itu berjingkrak dengan pelan lalu ia tersenyum manis.
Bagaimana Fiorella tak senang, tas itu adalah Hermes Birkin bag sudah dari lama ia mengincar tas itu dan baru saat ini ia dapat menemukan tas itu. Langsung saja ia meminta pada pelayan untuk mengepaknya. Gadis itu berjalan menuju salah satu kasir. "Berapa totalnya?"
"Semuanya termasuk tas ini jadi dua juta dollar nona."
"Ah tunggu." Fiorella meraih black card dari Arthur dan memberikannya pada kasir.
Ia pulang dari mall dengan senyum yang sangat manis, gadis itu langsung memasuki salah satu taxi dan bergerak menuju apartemen milik Charlotte.Setelah sampai Fiorella langsung meletakkan barang belanjaannya di meja sementara ia berjalan ke kamarnya dengan memeluk tas yang baru saja ia beli.
Gadis itu langsung memeriksa dan mencoba tas itu. "OH MY GOD! MY DREAM IS COME TRUE!" teriaknya kencang. Charlotte yang baru saja pulang langsung berlari dan menatap Fiorella yang tengah berkaca dengan menenteng tas barunya. "Apa ini Fio?"
"Eh?" Fiorella berbalik dan menatap Charlotte.
"Charlotte! Lihat ini incaranku!"
Charlotte menggelengkan kepalanya, lalu ia menyuruh Fiorella duduk ia pun duduk disampingnya. "Kau bilang ingin berubah?"
"Iya."
"Kalau begitu untuk apa menghamburkan uang hanya untuk satu tas?"
"Tapi ini_"
"Aku mengerti, tapi jika kau ingin hidup mandiri. Cobalah hidup dengan sederhana."
Fiorella merenung sebentar, ia pun mengangguk lalu menatap Charlotte. "Kau benar, terimakasih telah menyadarkan ku. Aku janji tak menghamburkan uang lagi."
"Bagus." Fiorella memeluk Charlotte erat. "Aku belanja ayo masak!"
"Tapi."
"Ayo!" Mereka pun bergegas memasuki pantry.
♣♣♣