11. NGAJAK DINNER?

1611 Kata
Hari yang dinantikan akhirnya datang dengan cepat, Diana seperti biasa keluar dari mobil yang disopiri oleh sopir pribadinya. Keadaan sekolah masih sepi, tetapi tidak dengan isi kelasnya yang dipenuhi orang-orang yang terlalu giat ingin belajar. Termasuk teman sebangku, yang sengaja mematikan ponselnya tadi malam! Prisil nampak duduk santai membaca materi Bahasa Indonesia yang jam tujuh lima belas nanti, akan berlangsung khidmat seperti biasa. Kedatangan Diana mengusik Prisil, benar saja teman sebangkunya itu siap membuka mulut. Ingin menyampaikan curhatan yang tertahan tadi malam, sebelum Diana mengoceh tatapan tajam Prisil mengartikan. "Lu jangan ngomong sekarang!" Diana menelan ludah kasar, lalu menjatuhkan ranselnya ke atas meja. "Terus siapa yang mau denger curhatan gua, ha?" tanya Diana kesal. Prisil menoleh. "Masih banyak manusia di kelas ini," balasnya, lalu kembali membaca materi. Diana mendengkus sebal, tatapannya beralih ke bangku paling belakang. Sasarannya adalah Yuni dan Wina. Mereka berdua sudah nempel sejak masuk SMK sama-sama tidak terlalu menyukai belajar. Namun, Diana tidak terlalu sering bergaul dengan mereka takutnya malah ketempelan bodoh atau malas, lebih baik dengan Prisil, bukan? Langkah Diana mendekati dua manusia yang sedang menertawakan wajah cowok di layar ponsel. Diana menghampiri meja keduanya, lalu berkata, "Asik banget, nih? Ngetawain siapa?" Wina dengan mata berbinar-binar mendongak. "Biasa, Yuni ditembak cowok yang baru ketemu sehari!" Biasa? Ah, ya, Diana tidak lupa bahwa Yuni bukan Yuni Shara tentunya. Adalah cewek yang sedikit populer di kalangan cowok yang, bisa dibilang sangat urakan bukan cowok idaman yang berpenampilan rapi. Dilihat, dari tampangnya saja beberapa mantan Yuni sangatlah menyeramkan. Mungkin ketua gank begal? Diana mendekatkan wajahnya, menilai bentuk rupawan padahal biasa saja manusia yang ditertawakan oleh Yuni dan Wina. Dalam hati, Diana langsung menyanjung cowok yang mulai dekat dengannya. Lebih gantengan Kevin lah, mau lewat foto ataupun wujud asli. Sudah terbayang bagaimana respon kedua temannya itu jika mendengar curhatan Diana. Tanpa menunggu lama, Diana mulai mengatur suaranya agar semua manusia yang sok haus ilmu di kelas bisa mendengar juga, termasuk Prisil tentunya. "Parah! Gua diajak dinner sama anak MM!" seru Diana heboh, tetapi belum membuat anak lain di kelas meliriknya. "Wah, diajak siapa? Mungkin gua kenal orangnya?" tanya Yuni, sebagai cewek yang mungkin merasa paling kenal dengan semua manusia berjenis kelamin cowok? "Siapa, tuh? Jarang banget lo deket ama cowok, Din!" balas Wina. Diana tersenyum senang, lalu berkata, "Walaupun ngajaknya malming yang masih lama, tapi gua seneng banget! Nah, kalian juga tau sendiri gua gak terlalu disukai cowok!" "Sama siapa, ih! Ngeluhnya nanti aja kali," sela Yuni sudah tidak sabar. Baiklah, Diana segera membalas, "Kevin, cowok yang dikalahin Prisil waktu pemilihan KETOS!" Yuni dan Wina saling berpandangan, tak mampu membalas kabar sangat menggegerkan dan tidak pernah disangka! Yuni yang dari kelas sepuluh memgejar Kevin sama sekali tak pernah direspon, sekarang mendengar Diana yang tiba-tiba diajak dinner adalah hal yang membuatnya iri dan juga aneh. Mengapa harus Diana? Apa kelebihan cewek cerewet dan manja itu? Pikir Yuni kesal. Penghuni kelas yang tadinya tidak nampak peduli akan ocehan Diana, saat mendengar nama Kevin pasang mata di kelas sana tiba-tiba melirik Diana. Mempertanyakan apakah pendengaran mereka tidak salah? Diana diajak dinner oleh Kevin? Kevin yang terkenal kalem dan selalu melempar senyum? Prisil yang mendengar nama manusia itu disebut, sontak menghentikan aktivitasnya. Diana memang menyebut nama Kevin beserta keterangan, dengan jelas bahwa Kevin yang dimaksud adalah manusia di masa lalu yang pernah menorehkan luka dan pengkhianatan. Prisil enggan diam di tempat, ia segera beranjak mendekati Diana yang menjawab pertanyaan Yuni dan Wina yang tidak percaya. "Lo serius?" Diana menoleh, mendapati Prisil yang bertanya kepadanya. "Gua keliatan ngarang apa?" tanyanya balik. "Jadi, waktu malem lo mau bilang berita barusan?" tanya Prisil. Bukannya menjawab Diana malah tertawa. Sejak kapan Prisil kepo lebih jelas apa yang ingin Diana sampaikan? Bukankah teman sebangkunya itu sungguh terlalu cuek? Namun, sekarang Prisil kelihatannya sedang berada di zona ingin tahu! Apa jangan-jangan Prisil malah menyukai Kevin karena mereka dekat sebagai pengurus OSIS? Diana tidak yakin. Toh, Prisil sendiri yang bilang kepadanya. Di dalam kamus kehidupan Prisil, tidak ada namanya pacaran, tetapi penuh dengan belajar! Aduh ... gak capek apa ya? Sekali-kali kan deket sama cowok apa salahnya? Selain untuk menemani kesendirian, pastinya sebagai penyemangat belajar seenggaknya! "Kenapa lo ketawa?" tanya Prisil. Diana mengatur napasnya, masih tersisa tawa lalu berkata, "Kirain gak dengerin omongan gua, ehh ... ternyata mata ngeliat ke buku tapi kuping tetap terjaga dengerin apa yang gua bilang, hem?" Sial! Prisil baru tersadar. Tadi dengan terang-terangan ia meminta Diana untuk tidak berkata di sampingnya. Namun, kenyataan berkata lain bahwa Prisil mendengar apa yang Diana katakan di belakangnya. "Suara lo itu kedengeran sampe depan! Gua yakin yang di luar kelas juga pasti denger!" ketus Prisil membela diri. "Gua juga gak terlalu peduli," lanjutnya, lalu melangkah pergi. Diana tidak membalas lagi. Namun, Yuni segera berbisik, "Kayaknya ada masalah, deh, lo yakin Prisil sama Si Kevin gak ada hubungan spesial, gitu?" "Adu adu ... jangan ngaco, deh, lo!" pekik Diana. "Gak mungkin banget! Kalaupun bener, Prisil gak bakal baper!" lirihnya. Yuni melirik Wina, meminta pembelaan. "Terserah, sih, tapi gua liat Prisil kayak mendem sesuatu. Takutnya, lo malah nyakitin temen sebangku terus jalan ama tuh cowok!" balas Wina. Diana mengiyakan pendapat Wina. Benar juga, ya, tetapi saat Kevin mengirimkan pesan kepadanya sama sekali tidak pernah dan terselip menanyakan soal Prisil. Lelaki itu dengan jantan mengharap Diana mau keluar bersamanya, jangan mempertanyakan alasan mengapa Kevin mendekati dan Diana tidak terlalu peduli! Yang penting ia bisa update di media sosialnya. Bahwa seorang Diana sekarang tidak lagi menjomblo, siap menuju mengikat janji bersama lelaki yang semua penghuni SMK Hanum Perwita tahu wajah dan sikap manisnya. Lihat saja nanti! Respon semua manusia, sebelum hari Ramadan tiba. Sebelum Prisil memakai kerudung panjang, menutupi rambut pirangnya dan bersikap profesional sebagai KETOS harapan SMK yang patut diteladani. "Liat aja malming nanti, kalo Prisil minta gak ngikut ajakan Kevin ato cari alesan lain, pasti ada masalah yang disembunyikan! Gua, bakal mundur," jelas Diana meyakinkan. Tidak lama guru Bahasa Indonesia datang. Memaksa Diana kembali ke depan, duduk di samping Prisil yang tetap diam tidak mengeluarkan sepatah kata. Masih seperti biasa sikapnya, perubahannya hanya wajah yang tegang. Sekarang konsentrasi Prisil tidak sepenuhnya ke depan, mendengar penjelasan guru yang mengajar. Namun, terbagi banyaknya pikiran kacau tentang pertemuan Diana dan Kevin nanti. Apakah lelaki yang dulu dekat dengannya itu akan mencelakai Diana? Sebagai balas dendam karena Prisil enggan berdamai lagi dengannya? Tentu saja bukan salah Prisil! Kevinlah yang merendahkannya! Menghargai kehormatannya dengan uang yang sama sekali dan seperser pun sampai nominalnya ke tangan Prisil! "Prisil? Kamu ngelamun?" Deg! Pertanyaan guru di depan menyadarkan Prisil. Kedua tangannya mengepal di samping tubuhnya, ia mendongak lalu menggeleng tegas. "Maaf, Bu, saya tidak fokus," lirihnya. Diana yang sudah menjadi teman satu bangku Prisil, kurang lebih setahun setengah. Sangat terkejut dan mungkin untuk pertama kalinya, Prisil tidak fokus di dalam kelas! Ada apa gerangan? Apa jangan-jangan soal Kevin tadi? Ah, mungkinkah? Diana menoleh diam-diam ke bangku belakang, Wina dan Yuni sudah menatapnya dengan tatapan penuh tanya dan prasangka. Sampai jarum jam dinding mengartikan pergantian mata pelajaran. Beruntung, mereka semua mendapat jadwal pergi ke luar siap berada di tengah lapangan untuk pelajaran olahraga. Jadi, Diana dapat banyak bertanya di tempat ganti baju nanti kepada Prisil. Ada apa gerangan temannya itu tidak fokus belajar? Mendengarkan penjelasan guru yang dari pagi sudah ia tunggu? Juga menanyakan soal Kevin untuk memancing. "Terima kasih, jam pelajaran Bahasa Indonesia sudah selesai." Semua penghuni kelas segera membereskan alat tulis, memasukkannya ke dalam ransel, lalu membawa baju olahraga ke luar kelas. Sebelum pergi, Diana menghampiri Wina dan Yuni. "Parah! Bukan aneh lagi," bisik Yuni. Diana mengangguk setuju. "Jadi, gua harus batalin ajakan Kevin?" "No!" sela Wina. "Lo harus jalan sama dia, terus liat respon Prisil nantinya!" "Mengartikan gua sama aja mancing kemarahan? Cemburu seorang Prisil gitu?" "Haha! Yaps, kita liat aja!" seru Yuni, lalu mengajak Wina dan Diana keluar dari kelas. Di dalam ruang ganti. Hanya ditutupi oleh sebuah papan kayu, Diana bisa dengan leluasa melontarkan tanya yang pas sekali Prisil berada di bilik sebelah kiri kamar gantinya, sedangkan Yuni ada di samping kanan. "Prisil, lo di sebelah gua?" tanya Diana basa-basi padahal ia sudah tahu. "Hem," gumam Prisil. Diana sudah tidak sabar memancing respon Prisil soal Kevin. "Kevin, tuh, jadi sekertaris di OSIS, kan?" Seketika gerakan Prisil yang melipat baju putih abunya terhenti, tanpa sadar melirik bilik kamar ganti yang berisi Diana di dalamnya. "Iya," balasnya singkat. "Orangnya seru gak, sih? Pasti kalian deket, dong!" tanya Diana lagi. "Biasa aja," jawab Prisil cepat, lalu segera memutar kunci bilik ia malas menjawab pertanyaan Diana, apalagi tentang Kevin. Mendengar suara pintu dibuka tepat di samping bilik kiri, sontak Diana berteriak, "Pril!" Prisil terus melanjutkan langkah kakinya keluar dari tempat ganti baju, tanpa membalas panggilan Diana yang tidak penting baginya. Tidak lama, ketukan pintu dari luar mengharuskan Diana dengan cepat merapikan baju olahraganya. Wina dan Yuni menunggunya di luar, berkata bahwa Prisil sangat tidak suka dengan pertanyaan Diana tentang Kevin. "Terbukti, kan? Pasti mereka berdua punya hubungan spesial!" ucap Wina. "Terus, gua gimana? Kenapa Kevin ngajak dinner ke gua? Gak mungkin kan salah alamat? Kalian tadi liat, chatting Kevin gimana!" protes Diana. Yuni mengangguk paham. "Jalanin aja, Din, nanti kalo kalian udah deket baru deh lo tanya. Apa pernah ada hubungan sama Prisil, gitu," sarannya. Ide bagus, lagian jika Diana harus menggagalkan acara dinner nanti malming rasanya seperti membuang emas yang datang tiba-tiba, padahal dia tahu emas itu berharga mahal. Bukankah Kevin manusia yang tidak semua perempuan bisa dekat dengannya? Bahkan, setahu Diana Kevin sedang tidak dekat dengan pempuan lain! "Dicoba dulu, kalo nyaman, ya, lanjut," batin Diana, lalu pergi keluar dengan Wina dan Yuni menuju lapangan. Tanpa sepengetahuan Diana ataupun Prisil diam-diam di balik dinding tikungan sebelum ke lapangan, Albrian dan Kevin sama-sama mengawasi Prisil yang bermuka datar tanpa senyuman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN