10. DATANG TAK DIHARAPKAN

1116 Kata
Banyak orang yang mencari tempat untuk menenangkan diri adalah tempat sepi, nyaman dan bebas menghirup udara luar. Seperti memandang gemericik air pancuran, tenangnya sebuah danau sampai diam sendirian di kursi paling ujung dalam kafe. Tidak dengan Prisil, dia lebih suka pergi bersembunyi di deretan rak buku dan menghirup dalam aroma buku baru. Tanpa suara bincang orang-orang, hanya suara lembaran buku dibalik saja. Cukup untuknya menenangkan diri tanpa mengajak seseorang, hanya perlu bayangan kedua orang tuanya saja agar ia kembali bangkit dari keterpurukan. Suara dan tetesan hujan juga sangat ia damba dan nantikan, ketika masalah datang tanpa diundang. Sayang, malam ini hujan tidak datang. Ia disambut gelapnya langit di atas sana, beberapa cahaya bintang bermunculan menemani sepi di dalam perpustakaan. Beruntung tempat favorit Prisil buka sampai jam sembilan malam. Jadi, ia masih punya banyak waktu untuk menenangkan diri. Drit! Getaran ponsel Prisil memecah sunyi, ia segera membaca sebuah pesan yang dikirim oleh adik ayahnya yaitu Aldo termasuk orang yang mengurus biaya kehidupan kedua anak Juna kakaknya yang sudah meninggal. Sebelum kecelakaan terjadi yang merenggut nyawa Juna dan istrinya semua berkas termasuk ahli waris sudah Juna siapkan sebaik mungkin. Pastinya harus adil karena ia memiliki dua anak perempuan, walaupun beda ibu. [Pril, kamu tahu cara licik kakak kamu kayak apa. Jadi, apa pun yang berupa permintaan tanda tangan asli kamu, jangan sampe kamu kasih! Rania itu berbahaya, om takut semua harta dan hak kamu pindah ke tangan kotor dia.] Selesai membaca pesan pertama, tak lama pesan panjang lainnyua datang. [Om dapet ancaman, jaga diri kamu. Ingat, sampai kapan pun Rania seperti jalang di luar sana! Kamu harus hati-hati, dia kuat karena banyak temannya saja, om yakin kamu bisa jaga diri.] "Dia bakal ngejar gua, sebelum hak milik gua dihabisin!" geram Prisil. Bukannya masalah semakin berkurang, hari ini malah bertambah runyam. Prisil segera pergi ia akan berjaga-jaga, takut Rania menjebaknya jika ia tengah malam masih di luar. Mengingat tempat nongkrong dan kenalan Rania bisa saja berada di sepanjang jalan Ibu Kota dan dengan gampang menyeret Prisil untuk memaksa, memberikan harta masa depan Prisil nanti. Seperti niat awal Rania yang menewaskan sekaligus kedua orang tuanya, belum genap tiga hari berpulang ia sudah mempertanyakan harta warisan yang jatuh kepadanya. Setelah mengetahui catatan bertandatangan di atas materai, bahwa Juna ayahnya memilih dan menegaskan bahwa harta kekayaannya beserta harta istrinya akan dibagi rata dengan Prisil. Meskipun Rania anak pertama, nominalnya akan tetap sama dengan Prisil yang jarak umurnya beda tiga tahun dengannya. Membaca surat wasiat tersebut sifat keras kepalanya, dengan berani mengancam akan membunuh salah satu saudara ayahnya itu. "Kalian semua gak buta! Dia, tuh, bocah! Kenapa hartanya disamain sama gua? Seharusnya gua yang dapet kekayaan paling banyak!" protes Rania. Prisil yang baru masuk SMK tidak terima dengan perkataan kakak tirinya itu, lalu menjawab, "Terus mau diapain uang yang lo dapet? Foya-foya?" "Itu bukan urusan lo!" "Bukan urusan gua? Lo sendiri masih bingung mau diapain uang yang didapet! Please, deh, kesempatan waktu bokap sama nyokap minta lo kuliah tanpa pikir panjang lo tolak! Apalagi setelah mereka meninggal? Lo mau jawab apa, ha?" Rania terdiam. Enggan memperpanjang ancamannya, sampai selang beberapa tahun ia kembali dengan niat tak masuk akalnya. Ingin menghabiskan hak milik Prisil yang sudah dijaga oleh Aldo bertahun-tahun demi terjaminnya pendidikan Prisil nanti. Malam ini, Prisil dipaksa untuk menelan pahit kabar buruk tentang kakak tiri yang tak tahu malu itu. Padahal warisan dari kedua orang tuanya yang pasti hak Rania sudah diberikan. Namun, wanita keras kepala itu tetap berusaha di saat masalah keuangannya tak bisa dibantu oleh beberapa teman tongkrongan, pacar dan selingkuhan! Untuk menjadi kekasih semalam adalah pilihan terakhir yang memaksa Rania berubah menjadi wanita malam, demi sesuap nasi dan membayar kosan setiap bulan. "Prisil?" Sebuah suara menyedarkan Prisil dari lamunan, ia berbalik mendapati Kevin tepat di samping mobilnya. "Ngapain lo malem-malem masih di luar?" tanya Kevin lagi. "Bukan urusan lo!" ketusnya. Sebelum Prisil menarik pintu mobilnya, Kevin kembali berkata, "Dari tadi gua ngikutin lo, sorry ... gua terlalu khawatir." Langkah Prisil terhenti, menatap Kevin tak suka. "Gak ada kerjaan banget! Lo jadi pembantunya Si Rania? Dibayar berapa? Hah!" "Maksud lo apa?" Prisil tak perlu memperjelas pertanyaan dari manusia yang tak bisa ia percaya lagi! Sampai kapan pun takkan pernah! Cukup di masa lalu saja Kevin ada di dalam lembaran cerita hidupnya! Prisil pun segera menjalankan mobilnya, semakin bertambah saja masalah yang datang. Sialnya lagi besok adalah hari selasa, masih jauh menuju hari minggu. Baru kali ini Prisil kesal karena masih harus belajar, padahal ia sangat suka saat waktunya dihabiskan hanya untuk belajar! Memenuhi pertanyaan dengan jawaban di setiap soal. Namun, malam ini rasanya Prisil ingin beristirahat sejenak dahulu. Terlalu banyak masalah! Terlalu banyak drama juga! Sesampainya di dalam kamar, dengan cepat Prisil merebahkan tubuh lelahnya. Menatap jarum jam yang terus berjalan, sampai ingatannya tertuju ke senin depan. Senin penuh hal baru bagi hidupnya di usia ke 17 tahun menjadi sebuah tantangan sebagai ketua OSIS yang patut diteladani. Mengartikan Prisil harus menutup rambut yang terbiasa ia ikat? Terganti sebuah kerudung yang membingkai? "Sial! Kenapa banyak masalah, sih? Gua salah apa selama ini? Peras—" Drit! Ponsel di nakas berdering, memaksa Prisil menyambarnya dan membaca nama Diana yang menelpon. Ada apa gerangan? Jika cewek cerewet itu hanya ingin mengabarkan masalah seperti orang yang baru saja berinteraksi dengannya, sebaiknya Prisil tidak perlu mengangkat panggilan itu. "Males banget," gumam Prisil, lalu mematikan ponselnya. Di ujung sana Diana mengatur nafasnya, benar dugaannya Prisil takkan mengangkat panggilan darinya. Terbukti dalam hitungan detik, ponsel teman sebangkunya itu berubah jadi tidak aktif! Padahal Diana sedang dalam keadaan darurat, ingin curhat di malam hari yang didengarkan oleh temannya. "Awas aja, ya, besok bakal gua omelin, tuh, anak! Gak tau apa gua mau curhat cogan!" geramnya, lalu Diana membaca kembali pesan dari seseorang yang tak pernah disangka akan mengajaknya makan malam minggu nanti. Walaupun sekarang baru hari senin, tetapi Diana tetap mengiyakan ajakan lelaki yang dulu sempat ia duga menyukai Prisil. Nyatanya, setelah mendengar ajakan dinner, Diana semakin yakin bahwa lelaki satu SMK itu mungkin menyukainya? Ah, mimpi apa Diana kemarin malam! Sebelum ia mematikan ponsel, sebuah pesan datang. [Jangan lupa baca doa sebelum tidur.] Diana hampir berteriak, ia termasuk cewek yang banyak dijauhi cowok. Mengingat suara cempreng dan super cerewet, membuat beberapa cowok yang tadinya berniat mendekati malah menjauhi. Sekalinya mendapat cowok yang mendekat, Diana bersyukur berkali-kali dan berjanji akan bersikap manis. [Iya, makasih udah ngingetin.] Setelah Diana mengirimkan pesan, tidak butuh waktu lama cowok di seberang sana mengajaknya untuk cepat tidur. Tidak baik begadang, apalagi jika tidak ada kerjaan penting yang harus diselesaikan. "Anjir ... dia sosweet juga orangnya!" pekik Diana sambil berguling di atas kasur. "Udah ganteng, kalem, ehhh tetiba ngajak dinner ama gua!" Diana memejamkan kelopak mata, sudut bibirnya tertarik melengkung membentuk senyuman. "Kevin," gumamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN