12. MANTAN PACAR TEMAN

1149 Kata
Hari sabtu di akhir pelajaran! Membuat Diana heboh sendiri dengan malam yang nanti akan ia lalui. Sebelum kelas berakhir, Kevin sudah mengabarinya tentang dinner nanti. Prisil yang mendengar ocehan Diana yang degdegan sangat bosan! Terasa kupingnya akan meledak, ingin sekali menyumpal mulut Diana sekarang juga. Namun, apa daya Prisil hanya mampu berpura-pura tidak peduli, padahal hati kecilnya menjerit berharap Diana yang mengagungkan sosok Kevin nampak manis, nyatanya sangat buruk mungkin saja sikapnya masih seperti dulu? Posesif dan keras kepala! Semoga saja lelaki itu tulus mendekati teman sebangkunya. "OMG ... gak kerasa banget! Masa udah malming aja, kan gua belum persiapan!" rengek Diana sambil menatap layar ponselnya. "Biasa aja kali," ucap Prisil. Diana menoleh. "Lo minta gua biasa aja? Hello, Prisil ... gak liat apa siapa Kevin di mata semua cewek SMK kita? Dia, tuh, idaman! Gua yakin, waktu pemilihan KETOS semua cewek pasti maunya milih dia, tapi karena konsepnya untuk kepemimpinan bukan siapa cowok terganteng! Jadi dia kalah," jelasnya panjang lebar. Terlalu berlebihan apa yang dikatakan Diana! Kevin memang salah satu dari beberapa anak MM yang sering mencuri perhatian. Matanya yang sipit dengan kulit putih keturunan, membuat beberapa perempuan meleleh bertekuk lutut di hadapan. Belum lagi senyum manisnya yang selalu menghiasi bibir kemerahannya. Karena dicuekin terus oleh Prisil, Diana pun memutuskan pergi ke bangku Yuni dan Wina. Kedua temannya itu juga punya jadwal dengan pacar masing-masing. Melihat Diana yang datang menghampiri, Yuni mematikan ponselnya siap mendengar keluh kesah dari seorang Diana yang siap jalan bersama Kevin. "Parah! Gua bingung mau pakek baju apa, dong!" pekik Diana mengingat beberapa baju yang ia miliki. "Menurut gua, enaknya lo belanja dulu ke mall, nanti kita temenin gimana?" saran Yuni. "Bener! Gua juga lagi mau beli sepatu, gimana?" tanya Wina. Diana menggeleng lemah. "Gak bisa, guys! Uang bulanan gua udah abis ikutan PO n****+ kesayangan, kayaknya pakek baju lama aja," ringisnya. "PO n****+?" Serentak Yuni dan Wina tertawa lepas. Apa salahnya? Diana bingung harus berkata apa, sampai ia pun kembali dengan topik utama. "Jadi, gua minta kalian pilihin salah satu baju gua mau, ya?" "Sorry, Din, gua kayaknya gak bisa! Pulang sekolah udah dijemput cowok gua, pasti ponsel gua direbut ama dia. Jadi, gua gak bisa maen hp apalagi nemenin, lo!" jelas Yuni. Diana berharap Wina akan membantunya, tetapi temannya itu malah memberikan jawaban yang sama. "Gua ngekos sendiri, tau kan pacar gua udah di mana sekarang?" Baiklah, Diana berharap Prisil ingin membantunya. "Sok sibuk banget, sih, kalian!" ketus Dina, lalu berbalik ke bangku depan. Prisil yang masih mengerjakan soal terakhir matematika tetap diam, walaupun pendengarannya menangkap bahwa Diana meminta Yuni dan Wina untuk memilih baju yang pas saat Kevin mengajaknya jalan nanti malam. Prisil akan menolak dengan cepat, sebelum Diana meminta pertolongan kepadanya. "Susah banget soalnya, pantes jadi pekerjaan rumah!" gerutu Prisil. Ia melirik jam tangannya yang menuju jam pulang tinggal lima menit lagi. Belum juga Diana menghempas bokongnya di kursi, sudah mendengar ciri-ciri penolakan sebelum meminta tolong kepada Prisil. "Lo tetep mau ngerjain tugas nanti malem?" tanya Diana. Prisil menoleh. "Iyalah, ngapain gua tunda-tunda kerjaan! Apalagi ninggalin karena ngabisin waktu yang gak penting sama sekali!" sindirnya menekan kata-katanya agar Diana mendengar dengan jelas. "Kalo ngerjainnya di rumah gua gimana? Mau, ya, nemenin gua persiapan malming ama Kevin!" "Gak, banyak urusan gua!" Tidak lama, suara bel pulang pun berbunyi nyaring. Pesan singkat dari Kevin datang, tetap sama untuk mengingatkan Diana nanti malam. Dengan cepat Prisil membereskan barangnya, segera pergi keluar, ia bosan mendengar rengekan Diana. Sampai sudut matanya menangkap Kevin yang siap berpapasan dengannya! Terbukti lelaki itu akan menghampiri Diana yang masih di kelas. Benar saja, Kevin dengan ramah menyapa beberapa kakak kelas Akuntansi yang berpapasan, Prisil mencoba membaur dengan teman sekelasnya agar menghindari pertanyaan Kevin yang selalu terlontar berbasa-basi, apalagi sekarang masalah besarnya kemungkinan mempertanyakan Diana. Mungkin Prisil terlalu gampang dicari karena ia berjalan di tengah-tengah temannya yang memakai kerudung putih, sedangkan ia sendiri mengikat rambut sebahunya tanpa penutup kepala dan Kevin melempar senyum kepadanya. "Prisil!" seru Kevin. Prisil merasakan tubuhnya langsung membeku. Wajahnya yang tadi menunduk dalam, terpaksa mendongak menatap Kevin yang sudah diam di sampingnya. "Diana mana?" Gua bukan siapa-siapa Diana! "Masih di kelas," jawab Prisil cepat, pandangannya terus mencari-cari agar menghindari tatapan Kevin. "Ohh, gak bareng? Bukannya kalian temen sebangku?" Prisil terpaksa menoleh. "Lo gak liat? Gua emang gak bareng sama dia!" Kevin tersenyum kecil. "Ok, thanks infonya, gua ke kelas lo dulu," pamitnya. Prisil mengatur napasnya. "Jangan mainin perasaan cewek lain, cukup gua yang menjadi korban terakhir lo!" batin Prisil yang mustahil Kevin dengar. *** "Wow, seriusan kita makan di sini?" tanya Diana tidak percaya. Ada banyak orang yang datang ke restoran malam itu, kebanyakan dengan setelan jas hitam dan gaun super mahal. Aksesoris yang dipakai juga nampak seharga langit, jangan palingkan paras rupawan orang-orang yang datang! Sekelas pebisnis dan anak orang-orang yang bekerja di istana presiden untuk mengurus masalah pemerintah! Kevin benar-benar gila, Diana menatap penampilannya sendiri apakah terlihat dekil di antara pengunjung yang berpakaian mewah? Setelan gaun berwarna merah muda, dari lutut sampai mata kaki memamerkan kaki putih mulusnya. Rambut Diana digerai indah, menutupi sebagian punggung terbukanya, sedangkan Kevin memakai jas hitam, dipadukan sepatu hitam yang nampak licin. "Parah! Kayak dinner di istana aja, anjir!" batin Diana, bola matanya tidak lelah mengagumi restoran dengan harga satu porsi membuat Diana terkaget-kaget. "Udah, pilih aja jangan-jangan mau semuanya dipesen?" goda Kevin. "Apaan, sih! Gila tau, lo ngajak gua ke tempat yang salah!" Diana terus terang keberatan, mengingat isi dompetnya. "Hei, gua yang ngajak dinner, udah deh gak usah lama-lama. Mau pesen apa, hem?" Terpaksa Diana memesan menu yang ia kira jika diuangkan bisa membeli satu motor dan sepuluh n****+ kesukaannya yang belum terbeli. Pesanan datang dengan cepat, Kevin menyukai restoran itu karena memang cepat dalam penyajian bukan karena ingin dilihat mampu. "Din, gak ada yang marah kan gua ajak dinner?" Diana mendongak. "Ya enggaklah! Malahan, gua takut nanti setelah acara malam ini gua dilabrak ama cewek lo, Vin!" Kevin terbahak. "HAHA! Enggalah, Din, gua malahan mau nembak cewek malem ini." "Hah? Gila, siapa ceweknya? Tapi kan malem ini lo dinner ama gua!" Kevin menatap serius Diana. "Ceweknya udah ada di hadapan gua, kok," ucapnya dengan lancar. Wajah Diana sudah memerah, menahan rasa yang campur aduk. Malu dan bahagia, tapi ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Kevin barusan. Sampai lelaki di hadapannya kembali berkata, "Diana, mau gak jadi pacar gua? Nerima semua kekurangan yang mungkin lo tau sendiri dari banyak orang?" Please, Diana sama sekali tidak pernah mendengar kekurangan seorang Kevin! Tanpa menunggu lama Diana mengangguk cepat. "Gua mau, kok, jadi pacar lo, Vin!" Malam itu, keduanya memilih mempublikasikan hubungannya. Media sosial Kevin langsung dipenuhi komentar, saat ia meng-upload fotonya bersama Diana di restoran itu. Diam-diam di balik tawa keduanya, ada seseorang yang menguntit dari tadi. Prisil dengan penyamarannya, duduk membelakangi. Menahan rasa sakit, entah perasaan apa yang membuat Prisil dengan cepat keluar dari restoran itu. "Semoga, lo bukan jadi sasaran baru buat disakitin, Din," harap Prisil.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN