13. GUA GAK PEDULI

1216 Kata
Sebelum bulan Ramadan tiba yang dipastikan Albrian takkan pernah lagi mendapat izin keluar malam, apalagi pergi menemui Afrizal yang sudah dicap anak nakal oleh abinya. Jadi, di malam minggu yang dihabiskan Diana bersama Kevin dan Prisil yang menahan cemburu, sedangkan Albrian diam-diam keluar dari rumah lewat jendela kamarnya. Tentu saja Aisyah mengetahui, selalu ada izin darinya untuk anak satu-satunya. Albrian menghabiskan waktu bersama Afrizal di halaman rumah, langit malam dipenuhi bintang membuat Albrian memikirkan Prisil yang belum sepenuhnya ia miliki. Namun, Albrian memilih diam menikmati lagu yang diputar Afrizal. Ia tahu sahabatnya itu kentara tidak menyukai Prisil, mungkin setelah tahu sikap Rania kakaknya? Padahal tidak ada kaitannya soal keterdekatan Albrian dengan Prisil. Jika Afrizal mengkhawatirkan tentang pergaulan Rania yang bisa dibilang cewek murahan, tidak seharusnya menganggap Prisil cewek yang sama seperti kakaknya. Mereka itu beda, jauh berbeda! Albrian akan tetap dengan hatinya yang sudah yakin akan memperjuangkan Prisil. Tak peduli mau saingannya Kevin juga. "Anjir! Parah, Al!" Afrizal menyodorkan ponselnya. Albrian menatap jelas foto Diana dan Kevin yang langsung mendapat ribuan komentar. Tadi, Albrian sedang memikirkan saingannya adalah Kevin, setelah melihat bukti nyata di layar ponsel Afrizal ia malah semakin bersemangat memperjuangkan Prisil agar menjadi pacarnya. Sekarang ia tidak lagi memiliki saingan! Buktinya, tidak ada tuh lelaki yang berani mendekati Prisil seberani dirinya! Afrizal yang heboh sendiri dengan status hubungan Kevin yang baru dengan Diana, sama sekali tak membuat Albrian terpancing. Ia malah membayangkan dirinya bisa bersanding juga dengan Prisil. Membuktikan kepada semua orang, bahwa ia lelaki yang pantas menjadi pacar Prisil Si KETOS bermuka datar, irit senyum. Namun, jangan meragukan otak encernya! "Parah, kapan PDKT-nya, tuh, Si Kevin?" tanya Afrizal. "Gua kok malah curiga, ya?" Afrizal menoleh. "Isi kepala kita sama, Al! Dia gak bisa ngambil hati Prisil, jadi nyuri hati temen sebangkunya aja, ya, gak?" Albrian terbahak. "Haha! Jadi, lu setuju gua pacaran ama Prisil?" "Kagaklah! Percuma lo pacaran ama es doger! Buat apa, sih?" "Lah, lu masih nanya, Zal? Ya ... selain gua suka sama dia, sebuah kebanggaan dong di saat semua cowok gak mampu jadiin dia pacar! Mungkin, gua bakal jadi pacar pertamanya?" Afrizal mengembuskan napasnya kasar. "Gua bilang percuma, Al, gua gak yakin! Dia orangnya gak bisa dirubah dengan gampang, lu tau sendiri dia serius cuma soal belajar! Pacaran? Kayaknya enggak!" "Emang enggak, gua udah dikasih tau. Dalam kamus kehidupan Prisil, gak ada namanya pacaran," batin Albrian yang tak mampu diutarakan untuk didengar jelas oleh Afrizal. Selanjutnya isi grup kelas keduanya dipenuhi pertanyaan yang mengarah kepada Kevin untuk mengonfirmasi fotonya yang sudah beredar. Sosok Diana yang tidak terlalu populer, membuat para cewek semakin tak terima. Siapa gerangan Diana? Kebanyakan postingan di instagramnya hanya diisi dengan tokoh fiksi n****+, sangat kekanak-kanakan! Tidak pantas untuk seorang Kevin yang banyak dikenal orang, cowok keren dan sebagai cowok murah senyum! Albrian membaca satu per satu rengekan cewek teman sekelasnya itu. Intinya, mereka semua menyayangkan pilihan Kevin berpacaran dengan anak Akuntansi yang sama sekali tidak mereka kenal. Tidak lama, Kevin mengirim pesan. Kevin Sorry, ya, gua serius milih dia. Please, jangan jahatin cewek gua, ya :) Aura Kenapa harus dia, Vin? Gua yang udah lama deket ama lo, kok, gak direspon! Siska Yang populer dikit napa, sih, dia kek bocil, Vin! Albrian mematikan ponselnya, pergi meninggalkan Afrizal yang sudah menyalakan batang rokok yang entah ke berapa. Tidak lama, empat teman tongkrongan Afrizal datang membawa keresek besar berisi jajanan. Ternyata bukan para ciwi saja yang membawa cemilan saat nongkrong, membicarakan apa pun agar tidak sunyi saat berkumpul. Para cowok bertato sekali pun, seperti yang kini duduk di samping Albrian. Afrizal mengenalkan Albrian sebagai teman sekaligus sahabat dari kecil, keempat temannya saling memperkenalkan diri yang membuat suasana semakin ramai adalah Dimas. Dia lelaki satu-satunya yang memakai kawat gigi, outfit yang dipakainya juga paling rapi. Albrian curiga, mungkin tadinya Dimas anak mall yang banyak temannya. Namun, sekarang ia memutuskan bersama anak pinggir jalan. "Lu pada masih sekolah?" tanya Albrian. Dimas menjawab, "Dalem seminggu, gua masuknya senin sama jumat, dong!" "Lah, enak, dong! Berarti lu sering masuk BK?" tebak Albrian. Afrizal tertawa. "Mana ada, Al! Mas, jelasin!" Dimas pun berkata, "Gua termasuk murid berprestasi, walaupun jarang masuk kelas, cuma baca materi sekali aja langsung kehapal, anjir! Awalnya gua juga ngerasa aneh, kasian juga liat temen gua tiap hari sekolah, tapi masih b**o! Hahaha!" Albrian ikut tertawa, sampai keenam pemuda tanggung itu menghabiskan waktu sampai jam tiga malam, lalu tidur di ruang tengah yang sudah Afrizal siapkan tiga kasur yang biasa ia pakai tidur ramai-ramai dengan temannya. *** "Tumben lu ngajak lari pagi!" Afrizal terkikik. "Besok-besok kan kagak bisa lagi, masa lu lupa!" "Ohh, puasa? Lu serius mau puasa?" tanya Albrian, ia tahu kebiasaan Afrizal yang tak pernah tuntas saat bulan ramadan tiba. "Gua usahain!" Langkah keduanya mengelilingi sebuah taman, jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan Albrian baru menunjuk pukul enam pagi. Namun, suasana di taman sudah ramai dipenuhi orang-orang yang memakai celana training dan melingkarkan handuk kecil di leher. Banyak juga beberapa siswi SMK Hanum Perwita yang berpapasan dengan Albrian. Afrizal mengajak Albrian berhenti, tepat di sebuah gerobak bubur ayam yang setiap hari mangkal di sana. Tanpa menunggu lama, mereka memesan dua porsi. Menikmati hangatnya bubur ayam, dengan pemandangan hijaunya taman yang terawat. Bunga yang mulai mekar, dihinggapi lebah, sampai petugas kebersihan yang setiap hari memperingatkan pengunjung agar membuang sampah ke tempatnya. "Selain olahraga pagi, gua juga bebas liat tawa bahagia orang-orang di sini," tutur Afrizal. Albrian menepuk bahu temannya itu. "Jadi melow gini, lu masih punya kedua orang tua yang sempurna, Bray! Kali-kali, liat noh yang lagi ngaduk-ngaduk isi tong sampah!" Telunjuk Albrian mengarah ke seorang anak kecil yang diperkirakan berumur sepuluh tahun, sedang sibuk mencari makanan bekas di dalam tong sampah. Kaus putihnya sudah menyatu dengan warna debu, tanah dan rambutnya sangat gimbal! "Lo harus bersyukur masih bisa sekolah, beli bubur, tiap bulan dikirim uang. Apalagi, Zal?" Afrizal meringis, "Gua gak bersyukur banget, ya." Sebelum Albrian berkata, tatapan mata temannya itu memaksanya untuk tetap diam. Afrizal pun berkata, "Tujuan gua ngajak lu keluar, bukan cuma mau olahraga pagi aja, Al." "Terus?" Afrizal mengatur napasnya. "Gua mau bilang, lo gak seharusnya ngejar Prisil." Kenapa? Apa salahnya? Memangnya Prisil di mata Afrizal seperti apa? "Lu suka juga sama dia?" tebak Albrian. "Gila! Gua, sebagai cowok yang bisa bedain mana cewek yang bisa dideketin ama enggak, ngerasa Prisil risi lu deketin!" "Dan gua gak peduli!" tegas Albrin, ia jadi ingin segera pergi karena Afrizal terang-terangan tidak mendukungnya mendekati Prisil. Keberuntungan datang kepada Albrian, sebuah telepon dari abinya yang marah-marah memintanya cepat pulang. Menjadi alasan agar Albrian bisa pergi, enggan mendengar lagi Afrizal yang memintanya untuk jangan memacari Prisil. Setelah Albrian pergi dengan seorang ojek, Afrizal sendiri memilih kembali berjalan kaki menghirup udara pagi dengan isi kepala sepenuhnya menyayangkan pilihan Albrian. Tidak jauh dari pandangan, sebuah tempat ibadah agama Kristen terlihat jelas di depan, Afrizal akan melewatinya nanti. Tepat pukul delapan pagi, beberapa pengunjung dengan setelan baju rapi turun dari mobil masuk ke dalam sana. Afrizal menghentikan langkah kakinya, langsung bersembunyi di belakang ruko yang masih tutup. "Gua gak salah liat, itu mobil yang tiap hari dipakek ke sekolah," gumamnya menilai seseorang yang baru saja memarkirkan mobilnya di parkiran gereja. "Meskipun pakek masker, gua tau lu siapa," lanjutnya dan melihat jelas gadis bersetelan kemeja putih lengan panjang, dipadukan rok hitam selutut itu bersalaman dengan jamaah lain, lalu masuk ke dalam gereja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN