3. PROSES BAYI TABUNG

1245 Kata
"Apa kau sengaja mengintipku?" Zea membeku. Entah dosa apa yang sudah dilakukannya di masa lalu. Di hari kedua tinggal di kediaman Jane, tampaknya ia lagi-lagi melakukan kesalahan. Sungguh, tadinya Zea hanya bermaksud untuk menghirup udara pagi sembari jalan-jalan berkeliling taman bunga yang ada di belakang rumah. Ketika melintasi kolam renang, Zea berhenti sejenak demi memerhatikan Edgar yang baru saja keluar dari kolam dalam keadaan shirtless alias bertelanjang dadaa. Sejenak, mata Zea terbuai. Bohong kalau dirinya tidak mengagumi bagaimana tampilan tubuh Edgar yang memang atletis dan juga proporsional. Sialnya, karena terlalu larut, Zea lupa diri. Tahu-tahu Edgar yang tadinya berdiri di pinggir kolam, kini sudah berada tepat di depannya. "Hey!" Edgar terdengar kembali menegur. "Apa kau tuli?" "Ah, maaf, Tuan," cicit Zea ketika tersadar. "Aku rasa kau memang sengaja menguntit dan memata-mataiku." Zea menggeleng. Mau protes tapi dirinya tidak berani. Bisa-bisanya ia yang cantik, polos, dan baik hati ini dianggap penguntit dan juga mata-mata oleh si Tuan rumah. "T-tidak, Tuan. Mana mungkin saya berani melakukan itu. Tadinya, saya sedang berkeliling. Tapi, tanpa sengaja ----" "Arghh!" Edgar berdecak. Alih-alih mendengarkan, pria itu memilih berlalu pergi seolah malas mendengarkan alasan yang akan Zea kemukakan. Padahal, Zea ingin memberi penjalasan agar Edgar tidak salah paham. Entah sebenarnya Zea harus bersyukur atau bersikap seperti apa. Hari kedua tinggal di kediaman Jane, ia sudah mendapatkan banyak kejadian tidak biasa yang membuatnya amat sangat canggung. Setelah kejadian di kolam renang, untuk pertama kalinya ia juga diajak Jane sarapan bersama di meja yang sama. Bahkan Jane memperlakukannya begitu baik seperti seorang tamu kehormatan. "Kau harus makan makanan yang bergizi, Zea. Aku tidak ingin ketika hamil anakku nanti, kau kekurangan nutrisi." Jane mengambilkan sepotong daging dan salad sayur lalu menuang mayonaise ke atas piring Zea. Kemudian, menyodorkan segelas susuu untuk Zea minum nantinya. "Makan lah. Setelah ini, kita akan pergi ke rumah sakit." Selesai sarapan bersama, Zea akhirnya dibawa ke rumah sakit untuk memeriksakan diri. Dari banyaknya pusat kesehatan, Edgar memilih rumah sakit St Thomas, karena di sana ada rekan sekaligus sahabatnya yang berprofesi sebagai dokter spesialis kandungan ternama. "Samuel Maximilian." Jane menyapa dengan ramah kala memasuki ruangan. Mendekati sang dokter, perempuan itu mengajak untuk berjabat tangan. Pun, Edgar juga melakukan hal yang sama. Setelahnya, mereka semua dipersilakan untuk segera duduk. "Jadi, wanita ini yang akan menjalani proses Surogasi?" Samuel menatap lekat beberapa saat lalu melempar tatapan memindai. Ia perhatikan baik-baik penampilan Zea dari ujung rambut hingga kaki seolah terhipnotis dengan perempuan di depannya. "Iya, Sam. Ini adalah perempuan yang aku ceritakan tempo hari. Bagaimana menurutmu?" tanya Jane ingin tahu. Samuel menyunggingkan senyum. Ia sandarkan bahunya pada kursi, kemudian kembali memerhatikan perempuan cantik di depannya. "Siapa namamu, Nona?" tanya Samuel secara langsung kepada Zea. "Zea. Namaku Zea Verona." Samuel mengangguk. Lalu tatapannya beralih pada Jane yang duduk tepat di sebelah Edgar. "Perempuan yang kau bawa ini cukup cantik, Jane. Kau yakin memilihnya untuk menjadi ibu pengganti?" Jane refleks tertawa. "Kenapa tidak? Lagi pula aku sudah mengecek latar belakangnya." "Bukan latar belakang yang aku permasalahkan. Aku hanya ingin tahu, apa kau tidak takut kalau di kemudian hari Edgar tertarik padanya?" Lalu Samuel melirik ke arah Edgar. Ia tertawa melihat sahabatnya itu menggeleng tidak suka. "Hentikan omong kosongmu, Sam." Entah pertanyaan yang Samuel sodorkan sebenarnya bercanda atau serius. Tapi, Jane menanggapinya dengan santai. Perempuan itu tidak sedikit pun tersinggung apalagi terprovokasi. Dari awal, Jane memang tidak sedikit pun khawatir akan hal ini. Lebih dari tiga tahun menikah, ia hapal benar bagaimana tabiat, sikap, dan kepribadian Edgar yang memang setia dan dari awal tidak mudah tertarik dengan perempuan di luaran sana. "Oh, ayolah, Sam. Kita berdua sama-sama tahu selera Edgar bagaimana. Lagi pula, aku percaya bahwa suamiku orang yang setia. Bukan begitu, Sayang?" Edgar hela napasnya pelan. Alih-alih merespon panjang lebar, ia malah membahas hal lain. "Segera lakukan pemeriksaan, Sam. Tolong jangan buang-buang waktu. Lagi pula, aku masih banyak pekerjaan setelah ini." Samuel terkekeh. Bangkit dari duduknya, ia arahkan Zea untuk mengekor menuju ranjang pasien. Setelahnya, dengan dibantu sang asisten, Samuel melakukan serangkaian pemeriksaan dengan teliti dan cermat. Hampir 60 menit lamanya waktu yang dibutuhkan. Ketika hasil pemeriksaan keluar, Samuel langsung bacakan hasilnya kepada Jane dan juga Edgar yang masih setia menunggu. "Dari hasil pemeriksaan yang aku lakukan, dapat disimpulkan bahwa kondisi rahim Zea sangat baik, subur, dan siap dibuahi." Jane tersenyum sumringah. "Apa ku bilang. Dari awal, aku yakin memang tidak salah pilih orang." "Perlu ku ulang kembali," sela Samuel kemudian. "Karena yang dipilih adalah Surogasi gestasional, maka sel telur dan spermaa milik kalian yang sudah ku ambil tempo hari akan menjalani proses pembuahan terlebih dahulu. Dan setelah nantinya berhasil berkembang menjadi embrio yang sehat, maka embrio tersebut dititipkan ke dalam rahim Zea hingga tiba waktunya untuk melahirkan." Jane mengangguk paham. "Aku tahu itu, Sam. Lalu, kapan proses transfer embrio dilakukan?" "Mungkin besok. Karena hari ini aku harus mengecek sekali lagi apakah di dalam embrio ada kelainan kromosom atau penyakit tertentu. Jika tidak ada, maka embrio tersebut bisa langsung disuntikkan." "Itu artinya Zea harus menginap di rumah sakit?" Samuel membenarkan hal tersebut. "Ya. Untuk memudahkan segala proses dan juga pengawasan, ada baiknya mulai hari ini Nona Zea bisa mulai menginap di rumah sakit." *** Zea berusaha untuk rileks. Sambil berbaring dan menunggu, ia memilih untuk menghubungi Renata lewat panggilan telpon. "Rena." "Zea!" Perempuan di seberang sana terdengar berseru. "Astaga, Tuhan. Akhirnya kau menghubungiku juga. Sudah berapa hari ini aku mencarimu." Ada nada senang terselip dari kalimat yang Renata lontarkan. Beberapa hari ini ia memang mencoba untuk menghubungi Zea, tapi sahabatnya itu begitu sulit untuk dihubungi. "Maaf. Beberapa hari ini aku memang sengaja mematikan ponselku." "Tapi, kondisimu baik-baik saja, bukan?" selidik Renata penasaran. Walau dirinya yang menjerumuskan Zea hingga akhirnya menjadi ibu pengganti, ia sama sekali tidak tahu kondisi Zea setelah dibawa oleh Jane ke kediamannya. "Aku baik-baik saja. Sekarang aku ada di rumah sakit untuk menjalani proses bayi tabung." Terdengar helaan napas pelan di seberang sana. Tak lama kemudian, Renata kembali berbicara. "Aku doakan semua prosesnya berjalan lancar." "Terima kasih, Renata. Tapi, sebelum mengakhiri panggilan ini, apa aku boleh meminta tolong kepadamu?" "Tentu saja. Kau butuh apa, Zea?" "Tolong sesekali jenguk ibuku. Kalau dia mencariku, kau katakan saja kalau aku masih dalam masa training yang mana tidak bisa mengunjunginya dalam beberapa bulan ke depan." "Baik lah. Aku akan menyampaikan hal itu kepada Tante Patricia. Sekali lagi, kalau butuh bantuan, kau tidak perlu sungkan untuk menghubungiku." Tepat ketika panggilan berakhir, perawat menjemput Zea lalu membawanya ke ruang bersalin. Di sana, sudah ada Samuel yang menunggu dan siap untuk melakukan tindakan. "Selamat pagi, Nona Zea. Bagaimana keadaanmu hari ini?" "Baik. Tapi, aku sedikit gugup." Samuel tersenyum. Sambil memasang sarung tangan, ia ajak Zea untuk mengobrol. "Kau tidak perlu gugup. Proses transfer embrio ini tidak sakit dan tidak akan memakan waktu yang lama. Kau hanya perlu sedikit rileks." Zea mengangguk. Memasrahkan diri, ia biarkan Samuel fokus menjalankan tugasnya. Begitu selesai, Samuel langsung menghampiri Jane dan Edgar yang menunggu di depan ruangan. "Bagaimana, Sam? Apa semuanya berjalan dengan lancar?" Samuel mengangguk. "Semuanya proses sudah ku lakukan dengan baik. Setelah ini, akan ku berikan hormon progesteron sintetis dalam bentuk pil. Tolong ingatkan Zea untuk menggunakannya 8–10 hari ke depan. Hormon ini berguna untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan embrio di dalam rahimnya." "Lalu, kapan aku bisa memastikan proses bayi tabung ini berhasil?" tanya Jane untuk terakhir kali. "Dua minggu setelah hari ini, silakan bawa Zea untuk kembali memeriksakan kehamilan. Apabila berhasil, Zea akan menjalani perawatan antenatal." Jane mengangguk paham dan tampak senang. Tidak sabaran menunggu kabar baik dua minggu mendatang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN