4. KEGAGALAN

1793 Kata
Pasca proses transfer embrio ke dalam kandungannya, Zea mendapatkan perhatian ekstra dari Jane ditiap harinya. Perempuan yang berprofesi sebagai model profesional tersebut bahkan sampai merogoh biaya yang tidak sedikit untuk membayar ahli gizi mahal. Hal ini sengaja Jane lakukan untuk menentukan serta membuat jadwal makanan apa saja yang harus Zea konsumsi. Diharapkan usahanya ini mampu menunjang pertumbuhan embrio dalam kandungan Zea agar bisa berkembang dengan baik. "Laura, ini semua jadwal menu makanan yang harus Zea konsumsi beberapa hari ke depan. Aku harap selama aku tidak berada di rumah, kau harus siapkan serta perhatikan baik-baik segala keperluan Zea hingga yang terkecil sekali pun." Laura mengangguk paham. Setelah menerima sodoran kertas berisi jadwal yang Jane beri, ia baca sekilas lalu menyanggupi tugas tersebut. Lagi pula, ia dibayar memang untuk membantu, memenuhi, serta memastikan semua keperluan Zea tercukupi dengan baik. "Baik, Nyonya. Saya pastikan Nona Zea mengonsumsi semua makanan yang sudah Anda tentukan." "Bagus," angguk Jane. "Jangan lupa juga ingatkan Zea untuk mengonsumsi vitamin dan beberapa obat-obatan yang sudah dokter resepkan kepadanya. Kalau terjadi sesuatu atau ada hal penting yang ingin kau laporkan, jangan lupa untuk hubungi Edgar atau aku sesegera mungkin." Kemudian, Jane hampiri Zea yang berada di kamar. Sebelum berangkat ke luar negri, ia sengaja menemui wanita yang nanti akan mengandung bayinya tersebut. "Zea." Zea langsung bangkit ketika namanya terdengar dipanggil oleh si pemilik rumah. "Iya, Nyonya." "Aku akan bepergian ke luar negri untuk urusan pekerjaan. Selama aku tidak ada, Edgar yang akan mengawasi proses kehamilan bayi kami. Ku harap, kau menuruti dan menjalani apa yang sudah dokter Samuel katakan tempo hari. Jadi, jangan melakukan hal-hal atau tindakan yang membahayakan kehamilanmu." Zea mengangguk paham. Ia sudah tahu, bahkan hapal benar apa yang harus dilakukannya. "Baik, Nyonya. Akan saya lakukan semuanya sesuai prosedur." "Dan..." sambung Jane. "Aku juga sudah menjadwal segala sesuatu yang harus kau konsumsi. Semuanya akan diurus dan disiapkan oleh Laura. Ku harap kau menurut dan tidak sedikit pun membantah." Kemudian Jane berlalu, kembali ke kamarnya untuk menemui Edgar yang baru saja pulang dari kantor. Pria itu terlihat tengah duduk di salah satu kasur sembari membuka jas dan juga kancing kemeja yang membalut tubuhnya. "Apa kepergianmu ke Milan tidak bisa ditunda terlebih dahulu?" Jane tersenyum. Mendekati Edgar, ia duduk tepat di sebelah pria itu. Jane sadar, suaminya itu pasti akan mengomel. Itu sebabnya, ia perlu menenangkan dan mengambil hati Edgar terlebih dahulu agar merelakannya pergi esok hari. "Kau tahu sendiri jadwalku seperti apa, bukan?" Edgar hela napasnya pelan. Dari raut wajahnya, ia sebenarnya keberatan dengan jadwal Jane yang akan melakukan serangkaian fashion show kali ini. "Tapi, dua hari lagi bertepatan dengan jadwal perempuan itu memeriksakan kandungan ke rumah sakit." "Zea," sela Jane buru-buru. "Namanya Zea, Ed. Zea Verona," eja Jane dengan sengaja. Ia heran juga kenapa suaminya itu seperti orang yang alergi bila menyebut nama atau bertemu dengan perempuan yang jelas-jelas akan mengandung bayi mereka. "Ya, terserah kau saja. Yang pasti, apa tidak bisa jadwal kepergianmu ditunda sampai proses pemeriksaan selesai?" Jane menggeleng. Kemudian dirinya berusaha berbicara dengan lemah lembut. "Sayang... Kalau ditunda, aku yakin Arow pasti akan marah. Apalagi penampilan kali ini bertepatan dengan annyversary Versace. Aku bisa dituntut kalau mangkir dari kontrak yang sudah ku setujui." "Tidak masalah. Biar aku yang membayar ganti rugi," sahut Edgar dengan santai. Ia pikir, uang bukan perkara besar baginya yang memang kaya raya dan kelebihan uang. "Dan membiarkan istrimu di cap sebagai model yang tidak profesional?" Jane mendebat. Karena merasa ini adalah tanggung jawab serta profesionalisme kerja yang harus dilakukan, ia bersikeras untuk tetap pergi sesuai jadwal yang sudah diberikan kepadanya. "Kau tahu sendiri dari awal aku selalu totalitas dalam bekerja. Apalagi ini memang impianku sejak dulu menjadi model profesional. Aku tidak ingin merusak karir yang sudah ku bangun susah payah." Edgar diam sejenak sebelum akhirnya kembali melayangkan pertanyaan. "Lalu, berapa lama kepergianmu kali ini?" "Sekitar empat minggu. Dua minggu di Milan, dua minggu di Paris." "Kau gila!" Edgar berseru. Susah payah membujuk Jane untuk menunda kepergiannya, kini ia malah mendapati kenyataan kalau sang istri akan berada di luar negri dalam waktu yang lumayan lama dari biasanya. "Empat minggu waktu yang sangat lama, Jane. Kenapa kau tidak sekalian saja pindah dan tinggal di agensimu?" Jane berdecak lalu cemberut. Ia sebenarnya sadar kalau Edgar kali pasti akan melayangkan protes. Selama ini, Jane sering bepergian ke luar negeri untuk mengikuti jadwal fashion show. Hanya saja, baru kali ini juga kepergiannya sampai berminggu-minggu. "Oh, ayolah, Sayang. Tolong izinkan aku pergi. Ada serangkaian acara yang harus aku ikuti. Di minggu pertama dan kedua ada peluncuran produk baru dari Bottega Veneta dan Salvatore Ferragamo. Kemudian, dilanjut dengan Prada serta Roberto Cavali. Bahkan, aku juga dapat undangan untuk menghadiri acara yang Dior selenggarakan. Harusnya, kau bangga istrimu menjadi model eksklusif dari brand ternama tersebut." Edgar usap keningnya berulang kali. Dari wajahnya saja ia terlihat tidak sedikit pun tertarik dengan apa yang Jane jabarkan. "Lalu, bagaimana dengan proses bayi tabung yang sedang berlangsung? Kau bahkan tampak sibuk sendiri seperti ini." "Ada kau, Edgar. Ada kau yang bisa bantu mengawasi. Lagi pula, kau yang sedari awal menggebu ingin memiliki anak, bukan?" Edgar tidak membantah. Pria itu mengangguk sembari menatap tajam ke arah sang istri. "Ya. Kau benar. Dari awal memang aku yang ingin sekali memiliki keturunan. Tapi, aku ingin bayi yang lahirnya secara langsung dari rahimmu. Bukan dari rahim wanita lain." Jane rotasi bola matanya. Ia lelah kalau sudah berdebat dengan Edgar membahas permasalahan hamil dan melahirkan. "Edgar..." Jane menurunkan suaranya agar terdengar lebih lembut dan tenang. Ia kalungkan kedua tangannya pada tengkuk Edgar, lalu ia tatap mata suaminya itu lekat-lekat sembari mengecup sesekali. "Sebelumnya aku minta maaf apabila ada kata-kataku yang menyinggung perasaanmu. Kita berdua sudah puluhan atau mungkin ratusan kali membahas persoalan ini. Aku mohon untuk tidak diungkit kembali. Lagi pula, kita sama-sama sepakat untuk melakukan proses bayi tabung dengan meminjam rahim wanita lain. Dan soal kepergianku yang terbilang lama, aku juga minta maaf. Tapi, ini memang pekerjaan yang tidak bisa aku tinggal. Jadi, aku mohon pengertian dan kerja samamu." Mendapati Jane yang berucap dengan nada sendu dan terlihat penuh mohon, Edgar mau tidak mau mengalah. Pada dasarnya, ia memang tidak tega berlama-lama marah dengan istrinya tersebut. "Baik. Kali ini kau ku izinkan pergi." Raut kesedihan yang tadinya terpancar jelas di wajah Jane, kini berubah menjadi binar senang. "Kau memang suami yang terbaik, Ed. Aku selalu bersyukur menjadi istrimu." Jane lantas mendaratkan ciuman dalam pada bibir Edgar. Sengaja merayu, mengajak Edgar bersenang-senang sebelum dirinya pergi untuk waktu yang cukup lama. *** "Laura, suruh Zea untuk bersiap-siap. Sebentar lagi kita akan ke rumah sakit." Tepat dua hari setelah kepergian Jane ke Milan, sesuai jadwal Edgar membawa Zea menuju rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Karena merasa canggung kalau harus pergi berdua, Edgar sengaja meminta Laura untuk ikut serta menemani Zea dan mengurusi seluruh keperluannya. Sampai di rumah sakit St Thomas, Samuel langsung menyambut. Karena tahu apa yang harus dilakukan, dokter muda itu langsung melakukan pemeriksaan kepada Zea. "Nona Zea, sebelum memulai pemeriksaan, apa beberapa waktu belakangan ini kau merasakan sesuatu? Atau ada keluhan yang menganggu aktivitasmu?" Zea menggeleng pelan. "Tidak ada, dok. Sempat di awal perutku terasa keram. Tapi, setelah meminum obat yang kau berikan, rasa keram itu berangsur hilang dan sekarang sudah tidak terasa lagi." Samuel mengangguk paham. Kemudian mulai melakukan serangakaian pemeriksaan demi mengecek apakah embrio yang ia transfer tempo hari mengalami perkembangan. "Ed..." panggil Samuel saat dirinya baru selesai melakukan pemeriksaan. Menoleh, ia tatap Edgar sembari berjalan mendekat. "Ada sedikit masalah," ungkapnya kemudian. "Masalah?" Samuel kembali duduk di kursi kerjanya lalu mengangguk. "Embrio yang aku transfer ke perut Nona Zea tidak mengalami perkembangan." Edgar lantas diam sebentar. Mencerna ucapan Samuel, lalu tak lama memberikan reaksi. Ia memang sedikit tidak paham soalan ini. "Maksudmu?" "Iya," angguk Samuel. "Embrio yang ada di dalam perut Zea gagal berkembang." "Apa ini terjadi karena Zea---" "Bukan," potong Samuel buru-buru. Ia lantas memberi klarifikasi sebelum Edgar berpikiran macam-macam. "Permasalahannya bukan pada Zea." "Lalu?" "Tapi, dari sel telur milik Jane yang sepertinya tidak bisa bertahan." Edgar terkesiap. Ia dengarkan baik-baik ucapan Samuel barusan. "Jadi, ini bagaimana kelanjutannya? Apa ini artinya proses bayi tabung yang kami pilih gagal total?" Zea yang duduk di sebelah Edgar ikut cemas. Khawatir juga kalau proses bayi tabung yang ia jalani tidak berhasil, maka dirinya akan diminta untuk mengembalikan uang yang sudah terpakai untuk pengobatan ibunya. Sedang Samuel malah terlihat tenang dan biasa sana. Pria itu tersenyum sembari berusaha menenangkan Edgar. "Tidak perlu khawatir. Aku masih menyimpan sel telur dan spermaa milikmu. Kita bisa mengulang proses pembuahan dan transfer embrio kembali. Tapi, sebelum melakukan itu..." Samuel kemudian beralih pada Zea. Kali ini pria itu berbicara kepada wanita yang duduk di sebelah Edgar. "Saya mau Nona Zea menghentikan konsumsi obat hormon yang saya berikan di awal. Setelah ini, saya akan beri obat penyubur kandungan terlebih dahulu. Tolong diminum selama tiga hari penuh." "Lalu, kapan kami harus kembali dan mengulang proses transfer embrio?" Samuel tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya memberi jawaban. "Dua minggu lagi kau bisa membawa Zea kemari untuk melakukan pemeriksaan dan proses transfer ulang seperti sebelumnya." Sementara itu, malam harinya Jane yang berada di Milan langsung dihubungi oleh Edgar. Karena hal ini memang penting, Edgar ingin istrinya tahu apa yang sudah terjadi. "Kenapa kau susah sekali dihubungi sejak tadi siang?" Baru saja mengangkat telpon, terdengar Edgar sudah menggerutu. Pria itu protes karena banyak sekali panggilan telponnya yang Jane abaikan. "Ya Tuhan, Edgar. Kau tahu sendiri aku sedang bekerja. Lagi pula, ada apa?" "Kalau aku menelponmu berkali-kali, itu artinya memang ada hal yang penting." "Hal penting apa?" selidik Jane ingin tahu. "Embrio yang ada di perut Zea tidak berhasil berkembang. Samuel mengatakan kalau proses kehamilannya gagal." "Hehmm... Kalau begitu, minta saja Samuel untuk melakukan proses ulang. Bukannya dia menyimpan cadangan spermaa dan sel telur milikku yang sudah dibekukan?" "Samuel juga berkata seperti itu. Dia memintaku untuk membawa Zea kembali dua pekan mendatang." "Ya sudah lakukan saja apa yang Samuel perintahkan," sahut Jane tampak santai. "Kau sama sekali tidak cemas atau khawatir?" Jane tertawa kecil. "Ya ampun, Edgar. Untuk apa cemas atau khawatir? Aku sudah mengantispasi hal ini. Itu sebabnya, sejak awal aku meminta Samuel untuk menyimpan sel telur dan spermaa milikmu karena takut saja percobaan pertama gagal. Lagi pula, aku tetap yakin cara ini akan berhasil. Sudah banyak perempuan yang berhasil hamil karena ditangani oleh Samuel. Jadi, untuk apa aku merasa cemas?" "Tapi, Jane---" "Edgar, aku harus kembali bekerja," potong Jane tampak buru-buru. "Serahkan saja semuanya pada Samuel. Ikuti saja apa yang ia pinta. Aku yakin kau bisa menghandle ini semua." Jane akhiri panggilan telpon Edgar. Berdecak, perempuan itu berjalan ke arah tempat tidur. Menghampiri seseorang yang sedang menunggunya. "Sayang... apa kita bisa lanjut percintaan yang tadi sempat tertunda?" Jane melempar senyum kepada pria yang tengah berada di atas tempat tidur. Mengabaikan Edgar yang jauh di London, ia pun bersenang-senang dengan pria lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN