Fakta yang Buruk

926 Kata
Suasana mencekam begitu Inara masuk ke dalam mobil audi hitam. “Saya minta maaf, Pak,” ucapnya sambil menunduk. “Kesalahan kamu itu banyak sekali, saya hampir gak bisa hitung jumlahnya.” “Maaf.” Kata maaf tidak membuat Agra puas, dia harus memanfaatkan anak ini supaya rasa kesalnya tersalurkan. Pertama, Agra mengatakan dulu bagaimana kacaunya Universitas hingga membuat Dewan Pengawas berniat menyingkirkan keluarga besar Bramawijaya. Berhasil membuat Inara semakin merasa bersalah. “Saya lelah terus bekerja, ditambah kamu bikin saya jengkel.” “Maaf, Pak. Apa yang bisa saya bantu?” “Masakin makan malam buat saya.” “Hah?” Maniknya membulat, sepersekian detik langsung mengangguk. Inara diajak masuk ke apartemen Agra. Ternyata milik pria ini jauh lebih besar. Begitu pintu tertutup, Inara menciut takut. Senakal apapun dirinya di Amerika, bersama laki-laki adalah hal menakutkan. “Bebas ya masak apa aja?” “Asal gak bikin saya keracunan.” Agra pergi mandi. Inara masak secepat mungkin, untung dia mendapatkan keahlian dari sang Nenek dan Mama meskipun agak lambat. Cepet Inara… cepetan keluar dari kandang pria bujangan…. Batinnya menjerit ketakutan. Apalagi saat Agra keluar kamar hanya memakai handuk di pinggangnya saja. Matanya langsung menunduk saat Agra melihat ke arahnya. “Hallo? Baju laundry saya mana? Kenapa belum dikirim?” Tanya Agra pada seseorang dalam telpon. Pakaian tidurnya sedang diantarkan, itu membuat Agra terus memakai handuk saja. Inara sudah panas dingin, takut kejadian yang tidak-tidak. “Pak, makanannya sudah selesai.” “Beresin kamar saya sana.” “Gimana, Pak?” “Kamu gak tuli ‘kan?” “Ba-baik.” Inara melangkah pergi ke kamar Agra dan menguncinya dari dalam saking takutnya ini adalah jebakan. Kamarnya memang berantakan, banyak buku dimana-mana. Inara langsung membereskannya sampai buku terakhir yang paling besar tersisa. “Loh, inimah album?” Rasa penasaran memerintahkan Inara membukanya, isinya adalah foto seorang laki-laki beserta surat tulisan tangan. “Untuk Kesayanganku, Agrian. Sudah berapa lama kepergianmu? Rasanya begitu lama. Agrian Sayang, aku merindukanmu. Kita tidak menghirup udara yang sama lagi, tapi kamu lihat aku di surga ‘kan, Sayangku? Lihat aku yang menderita tanpamu, ini membunuhku.” Halaman pertama album adalah kata-kata tersebut, disusul dengan foto-foto seorang pria dewasa yang disetiap fotonya tertulis kesayanganku, atau Pangeranku. Inara langsung menutup mulutnya dan keluar…. Agra…. Suka laki-laki? *** “Hallo, Agrana?” “Wingardium Leviosa.” “Hah? Kamu ngomong apa?” “Oh salah. Obliviate.” “Agra?” terdengar dari telpon sebuah kalimat, “Itu mantra harry potter, Oma. Yang pertama biar Oma terbang, yang kedua buat menghapus ingatan.” Yaa karena Agra terlalu Lelah. “Agrana!” “Dalem, Sayang.” “Kurang ajjar.” “Kurang? Tambah aja, Bu.” “Ibu bawa jodoh kamu ke Jakarta ya! Awas kamu!” “Bu, Agra lagi sibuk. Ibu sendiri tahu gimana Yayasan majikannya Agra lagi diambang kebangkrutan.” “Kamu sengaja sibukin diri ‘kan?” Tanya Ibu Sundari. “Nanti Agra kirim tas branded buat Ibu ya, sekalian album foto bautan Kakak Ipar juga malah kebawa sama Agra.” “Album foto yang isinya Abang kamu?” “Iya.” “Simpen dikamu aja deh, atau kirim ke Kakak ipar kamu di Luar Negara. Ibu suka sakit hati liat foto Abang kamu sebelum dia sakit. Hmmmm… kalau gak mau Ibu sakit hati, mending kamu pulang terus nikah sama perempuan pilihan Ibu.” TUT. Agra terlalu lelah menanggapi, dia mengirimkan sejulmah uang supaya Ibunya tidak lagi menelpon. Baru juga hendak memejamkan mata, bel apartemen berbunyi. Itu ajudannya mengirimkan berkas yang diinginkan. “Gak bisa banget besok?” “Heheheh, kan biar Bapak tinggal tempur besok. Mari, Pak.” Sialnya, berkas itu salah. Agra menghubungi Aben, tapi tidak diangkat. Terpaksalah dia mengejar ke bawah. “Ini kamu gimana sih?! Salah berkas.” “Maaf, Pak. Maaf.” Untungnya masih bisa disusul. Mereka menukarkan berkas di parkiran. “Ihhh ada yang gantenggggsss disini…..,” ucap seorang pria gemulai mendekat. Tubuh Agra menegang ketakutan. “Heh, kenapa dia belum kamu laporin?” “Kan saya sibuk bareng bapak.” Banci itu penghuni apartemen dan suka pria-pria jantan. “Besok saya laporan ya, Pak. Buat sekarang ikutin ini…….” Aben berdehem sebelum, “Haiii Shayyyy, sorry niehhh mau pulangsss dulu. Byee yahhh…” Hingga membuat pria gemulay itu diam. “Nah, kayak gitu, Pak. Pura-pura gemulay,” bisik Aben. “Saya permisi ya, Pak.” “Heh, berani kamu ninggalin saya. Heh!” “Ishhhhh, teriakan Mas Iniehhhh jantan bangetsss. Akuhhh suka deh.” Agra semakin meriding merasakan makhluk itu mendekat dari belakang. Disisi lain, Inara terbangun karena rasa lapar. Baru ingat dia tidak diawasi disini. Keluar jam 12 lewat rasanya menakjubkan, Inara sampai tersenyum sepanjang jalan sampai seyumannya memudar melihat Agra ada di parkiran juga. Inara sembunyi, mengintip siapa yang sedang Bersama Agra. Tidak tahu saja Agra sedang menarik napasnya dalam berusaha tenang sebelum berbalik dan… “Shayyyy… jantan gimana ah! Formalitas ajahhh manjalitahhh!” Inara langsung membungkam mulut tidak percaya. “Lohhh, Slayyyyy Bebebkuhhh. Mau ikut nyari mangsahhh diluar?” “Nooo, Thankyouhhhhh. Mau balikh- uhuk! Uhuk! Bhayyyy!” sumpah demi Tuhan, Agra terpaksa melakukannya. Dia takut sekali dengan banci. Ini bukan pertama kalinya diganggu, biasanya Agra lari. Tapi hanya ada mereka berdua sekarang, Agra takut tertangkap. Terlebih lagi memiliki pengalaman mengerikan saat kecil. Ketika sudah tidak terlihat lagi oleh bancii tersebut, Agra berjalan cepat. “Awas aja kamu, Aben! Kalau besok dia masih di apartemen ini, kamu bakalan saya pecat jadi ajudan!” Sementara Inara menutup mulutnya tidak percaya, hal itu semakin membuktikan kalau Agra…. Bukan pecinta Wanita. “Botita ‘kah?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN