Chapter 12

1246 Kata
C H A P T E R  12 Mia terbangun dari tidurnya karena rasa sakit yang tiba-tiba saja menjalari tubuhnya. Rasanya seperti seseorang baru saja memukuli dirinya dan Mia tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Saat melihat jam dinding menunjukkan pukul lima pagi, Mia harus berusaha memejamkan matanya lagi mengingat besok hari pertama dia harus berkuliah. Mia melirik tempat tidur Sawyer yang kosong. Entah kemana perginya pria itu pagi sekali. Tapi Mia tidak memedulikannya, sedangkan tubuhnya terasa sangat berat untuk bisa bergerak kemanapun. Mia mulai memejamkan matanya lagi, namun sia-sia saja. Matanya tidak mau terpejam sedikitpun dan rasa sakit semakin menjadi-jadi. Dia butuh obat, atau sesuatu untuk menahan rasa sakitnya. Kemudian telepon genggamnya berbunyi di sampingnya. "s**l, aku bahkan tidak bisa menggerakkan jari-jari kakiku," gumam Mia. Bunyi telepon kemudian berhenti dan tiba-tiba Mia berada di kamar tidur rumahnya. Ayahnya menatapnya sambil menghampiri Mia yang tidak bisa bangkit dari tempatnya. "Aku tahu ini akan terjadi," kata ayahnya. Mereka berdua berada di dalam Deja vu yang dibuat oleh ayahnya. Ini pertama kalinya Mia berkomunikasi melalui Deja vu dengan ayahnya. Karena, walaupun ayahnya bisa menggunakan Deja vu, dia tetap ingin Mia merasakan hidup normal seperti anak seumurannya. Sedangkan Mia, dia juga belum bisa mengendalikan cara membuat Deja vu. "Dad, apa yang terjadi? Kenapa aku tidak bisa menggerakkan tubuhku? Dan aku juga merasakan sakit di sekujur tubuhku? Apa yang terjadi?" tanya Mia sambil menahan rasa sakitnya. "Para Peacekeeper tidak akan jatuh cinta sampai planet Orion kembali seperti dulu. Karena sudah tugas kami menjaga Gungnir dan mempertaruhkan nyawa deminya. Aku dulu pernah merasakan hal seperti ini. Saat itu aku hanya tidak bisa bergerak selama beberapa jam dan aku juga masih tidak mengerti sampai sekarang kenapa hal itu bisa terjadi." Ayah Mia—James—hanya bisa melihat anaknya terbaring kaku di tempat tidur. Mia mulai tidak bisa mengendalikan rasa sakitnya yang menjalar melalui otak dan menjalar ke d**a, perut, lengan, kaki, dan seluruh tubuhnya. Rasanya seperti dipukuli berkali-kali dengan sebuah tongkat besi dan otaknya terasa mau meledak. Seolah ada bom waktu yang bisa meledak kapan saja. "Ini sakit Dad!" teriak Mia. Pelupul matanya sudah tergenang air mata dan Mia tidak bisa menahannya lagi. James tidak tahu apa yang terjadi pada anaknya. Dia tidak pernah merasakan sakit saat itu. Apa ini karena Mia adalah darah campuran setengah manusia Bumi? Apa karena Mia tidak abadi, rasa sakit adalah hal yang bisa dirasakan Mia? Apakah artinya jatuh cinta itu sakit? Apa semua ini adalah kutukan bahwa kaum Peacekeeper juga tidak boleh jatuh cinta sampai misi mereka selesai? Apa ini juga berarti bahwa jatuh cinta memang menyakitkan? Semua pertanyaan itu terlintas di pikiran James saat melihat anaknya. Dan tiba-tiba Mia sudah berada di kamarnya lagi, saat ayahnya baru saja akan mengelus kepala anak gadisnya. Berada diruangannya yang sempit lagi. Rasa sakitnya lama-kelamaan juga mereda. Masih terasa sakit, namun Mia masih bisa menahannya. Jari-jarinya mulai dia gerakkan dan akhirnya Mia bisa kembali bergerak. Pintu terbanting terbuka saat Mia bangkit dari tempat tidur dan duduk di pinggirannya. Sawyer menutup pintunya dengan satu gerakan cepat dan terengah-engah. "Mereka mengerjarku," ujar Sawyer. *** Alarm terus menyala di seluruh penjuru The Cavity. Sam terus berjalan melewati lorong penjara. Dia berniat untuk membebaskan adiknya dan dua pemberontak yang dia tangkap. Tapi rasanya, waktu tidak mengizinkan untuk membebaskan keduanya. Jarak terdekatnya adalah dengan dua pemberontak yang dia tangkap. Dan Sam hanya bisa membawa salah satu karena mereka telah terkena efek bubuk besi. Dengan tergopoh-gopoh, Sam menarik lengan salah satu pria itu dan menopangnya. Membantunya berjalan yang sudah kehilangan kesadaran akibat efek bubuk besi. Kaki pria itu terseret sepanjang lorong dan mengharuskan Sam untuk bernopang tubuh pria itu sekaligus menjadi kakinya. Sebenarnya tujuan Sam membawa salah satu pria itu adalah agar dia bisa masuk ke dalam markas para pemberontak—The Fort. Karena hanya dengan itu merela bisa mempercayai Sam dan menerima dirinya. Saat mencapai pintu keluar melalui gerbang belakang The Cavity, Sam mendudukkan tubuh pria itu ke dinding pembatas. Sam berusaha membuka pintu itu dengan batu yang ada di sekitarnya. Namun cara penguncian dari pintu itu cukup susah. Kuncinya tebuat dari besi timah murni pilihan yang hanya ada di planet mereka. Kekuatannya dua puluh lima kali lipat dari besi biasa. Sam kemudian mengingat kejadian tadi dengan Miranda. Dia bisa mengeluarkan benda yang ada dipikirannya. Sam hanya tidak tahu bagaimana caranya. Sam baru saja akan memikirkan benda yang ingin dibuatnya, saat sebuah ledakan kecil di pintu dan membuat pintu tersebut runtuh. Dua orang pria menodongkan s*****a ke arah Sam. "Angkat tanganmu atau kami tembak!" perintah salah satu dari mereka. Sam tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena cahaya malam yang gelap. "Aku ada di pihak kalian!" kata Sam sambil mengangkat kedua tangannya. "Tunjukkan buktinya!" perintah orang itu lagi. Sam berjalan perlahan menuju pria yang tadi dia bawa bersamanya. Kedua pria yang menodongkan s*****a pada Sam mengekor pandangan Sam pada pria yang sedang terduduk di dinding pembatas. "Hodge!" kata pria yang satunya lagi. "Mereka menggunakan bubuk besi padanya," ujar Sam berusaha meyakinkan mereka. "Dimana George?" tanya pria yang menggunakan panah otomatis. "Aku tidak bisa membawanya bersama, yang satu lagi masih ada di dalam," jawab Sam. Walaupun dia tidak tahu siapa George, tapi dia yakin bahwa itu pasti teman mereka yang satunya lagi yang masih terkurung di dalam. "Aku akan membawanya keluar. Kau lanjutkan misi pencarian Gungnir," perintah pria yang menggunakan panah otomatis. Kemudian dia beralih pada Sam. "Bawa dia keluar perbatasan. Pasukan kami menunggu di sana. Sekarang ulurkan tanganmu," tambahnya. Tanpa ragu, Sam mengulurkan tangannya. Dan pria itu menyemprotkan semacam cairan sepanjang pergelangan tangan Sam. "Cairan itu akan terlihat saat gelap, ini tanda bahwa kau adalah pasukan pemberontak. Sekarang pergilah dan katakan pada pasukan di luar perbarasan bahwa Kapten Dtrial yang menguruhmu," jelas pria yang menyebut dirinya Kapten itu. Sam kemduian mulai menopang pria yang terkena bubuk besi itu keluar dari The Cavity. Dia sebenarnya tidak tahu apalah yang dilakukannya adalah hal yang salah. Tapi dia juga tidak tahu apakah yang dilakukannya adalah hal yang benar. Diantara dua keadaan itu, hanya ada satu yang benar. Dan jawaban itu tergantung diri masing-masing setiap orang. Dan dari bagaimana cara mereka memandang. Karena setiap orang memiliki sisi pandangan yang berbeda-beda. Sam akhirnya sampai di luar perbatasan. Seperti yang Kapter Dtrial katakan bahwa pasukan para pemberontak menunggu di sana. Dari kegelapan yang cukup membutakan mata ini, Sam masih bisa melihat mereka dengan tanda yang sama dengan yang diberikanya. Tanda di sepanjang pergelangan tangannya. Warna hijau ke unguannya membuat Sam tidak perlu susah-susah mempekerjakan  matanya dengan ekstra. "Kau! Berhenti di sana!" perintah salah seorang pria. "Siapa yang kau bawa?" "George," jawab Sam.   "George siapa? Dia tidak mengenakan tanda, dia tidak boleh mendekat." Pria itu memerintah. Sepertinya dialah yang menjadi pemimpin dipasukan ini. "Aku diperintahkan Kapten Dtrial untuk membawanya ke sini. Dia juga yang memberikanku tanda di pergelangan tanganku." Sam mulai menjelaskan. Pria itu kemudian diam. "Dia George Ambrose, salah satu anggota kita yang akan kita bebaskan." Kata sebuah sura tepat dari belakang Sam yang entah muncul dari mana. "Bawa dia ke sini," perintah pria yang tadi menanyainya pertama kali. Pria yang tiba-tiba berada di samping Sam langsung mengalihkan tubuh Gorge kepadanya. Dan dibantu oleh seorang lagi sehingga membuat Sam melepaskan pria itu. "Dan siapa kau?" tanya pria yang menjadi pemimpin itu. "Sam," jawabnya. "Sam Rogers?" "Samuel Fox," jawabnya lagi. Pria itu kemudian diam dan dalam kegelapan malam ini, Sam bisa merasakan aura yang berbeda saat dia memperkenalkan dirinya. Dia memang tidak bisa melihat orang-orang di sekitarnya dengan jelas. Tapi dia bisa merasakn bahwa semua orang pasti sedang mengarahkan pandangan ke dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN