5 anak kecil berjalan berbarengan ke sekolah yang hanya berjarak 500 meter dari rumah Fay, ayahnya tadi bersikeras ingin mengantarkan Fay, tapi ketika 4 kepala kecil mengintip ke dalam rumah mungil mereka, Michael menyerah.
Mereka berempat berjanji seperti kakak laki - laki yang akan menjaga adik perempuan satu - satunya, "Tenang aja om, nanti kalo ada yang nakal aku yang marahin." Robert anak yang bertubuh paling besar berkata dengan tegasnya.
"Kalo Fay jatuh aku yang akan gendong Fay ke UKS om." ujar Nicholas tidak mau kalah.
"Iya om, tenang aja kami bisa kok jagain Fay." Sean menimpali.
Sementar Peter yang paling diam di antara mereka berempat, segera menggandeng tangan Fay sebagai bukti bahwa dia pun bisa melindungi Fay.
"Yakin kalian bisa jaga aku, mungkin nanti malah aku yang jagain kalian hahaha..." canda Fay
Ke empat wajah anak laki - laki itu memerah "Fay udah dong jangan godain kami terus..."
"Ok ok, ayo berangkat! Yah aku berangkat dulu ya...dadah!"
"Fay, hati - hati di jalan. Pulang sekolah langsung ke kantor ayah ya, jangan mampir kemana - mana."
"Siap yah.."
Setelah kejadian perkelahian seminggu yang lalu, mereka menjadi bertambah akrab. Robert adalah pemimpin mereka karena badannya yang paling besar, meskipun jabatan ini lebih cocok disematkan ke Fay, walaupun satu - satunya anak perempuan dia yang paling berani menegakkan keadilan di antara mereka. Sean adalah si pintar, dengan otaknya yang encer dia selalu menjadi juara kelas. Peter si pendiam juga tidak kalah pintarnya karena kegemaran membacanya, ketika mengetahui Fay adalah penulis dia diam - diam meminta contoh karangan Fay ke ayahnya dan mengaguminya. Sementara Nicholas adalah yang paling ceria dan pandai bergaul di antara mereka berempat, selalu ada anak - anak perempuan yang memberikan sesuatu kepadanya.
Dikarenakan rumahnya yang berdekatan satu sama lain mereka selalu bermain bersama - sama, mereka menyebut dirinya lima petualang. Dengan keberadaan mereka berempat, Fay sedikit demi sedikit mulai bisa kembali menjadi anak yang mandiri dan pemberani, dia sudah tidak menempel kemana pun ayahnya pergi. Hanya saat malam hari, kadang - kadang dia masih terbangun menangis memimpikan ibunya. Michael selalu menghiburnya dengan mengatakan, Fay bisa memimpikan ibu karena dia selalu ada di dalam hati Fay, menjaga dan melindungi Fay.
Jalan ke sekolah melewati beberapa rumah penduduk dan sawah dan kebun yang di kelola oleh om Frans, Michael dan beberapa orang perangkat desa, mereka menyebutnya Lumbung desa. Setiap musim panen, hasilnya dibagikan sesuai kebutuhan ke penduduk desa itu. Di dekat sawah dan kebun itu ada sungai kecil dengan air sebening kaca yang sering menjadi tempat Fay dan anak - anak kampung itu bermain air sepulang sekolah.
Sesampainya mereka di sekolah Fay memilih bangku yang kosong di sebelah Nicholas dan di depan Sean, "Nanti kalo aku ada yang bingung ajarin ya Nic."
"Sip"
Bell tanda masuk pun berbunyi, pak guru masuk dan mempersilahkan Fay untuk memperkenalkan diri "Halo teman - teman...Namaku Fairish Liandra, panggilanku Fay."
"Kamu dari kota besar ya? Ngapain anak kota besar pindah ke kampung, pasti ada apa - apanya ya?!" salah satu anak menyelutuk dari belakang.
"Iya bener pasti ada apa - apanya, lagian biasanya anak kota sombong - sombong." anak lainnya menimpali dan kelas itu seketika berubah jadi gaduh.
Pak guru bangun dari tempat duduknya dan mendampingi Fay "Anak - anak ayo diam semua! Ini teman barumu harusnya kalian sambut dengan baik."
"Fay gak sombong kok, dia kan tinggalnya di seberang rumahku. Kemaren kami berlima main kejar - kejaran di sawah, kotor - kotoran gitu, Fay mau kok. Dia juga suka masakan ibuku. Betulkan Sean?!" sahut Nicholas membela Fay.
"Bener itu, Peter sama Robert juga main bareng."
"Oh ya? Masa? Fay kamu doyan singkong rebus gak?" salah satu anak perempuan menyelutuk.
"Ibuku dulu sering kok buat singkong rebus atau ubi goreng untuk camilan sore..."tiba - tiba Fay terdiam matanya mulai berkaca- kaca, isak tangis kecil mulai tercekat di tenggorokkannya "Aku kangen ibu..."
Anak - anak yang tadinya mengolok - olok Fay terdiam seketika, anak perempuan yang tadi bertanya tentang singkong rebus maju ke depan dan memeluk Fay, "Maaf ya Fay, aku buat kamu nangis. Namaku Sheila Lesmana, kamu bisa panggil aku Lala."
"Oh...Hi Lala, gak papa kok. Aku cuma teringat ibu tadi. Ibuku seorang suster di rumah sakit, dia melindungi seorang dokter ketika keluarga pasien yang marah ingin menikam dokter itu dengan pisau." sedikit isak tangis mulai terdengar lagi, Lala mempererat pelukannya.
"Fay, maafkan aku ya."
"Maaf, Fay."
Anak - anak kelas itu silih berganti mengucapkan maaf dengan Fay, suasana yang tadinya dipenuhi dengan kecurigaan menjadi hangat seketika, pak guru pun mulai melanjutkan pelajarannya.
Ketika bel sekolah berbunyi, anak - anak seketika mengerubungi meja Fay "Fay, kamu bawa bekal apa?"
"Fay di kota katanya ada gedung - gedung yang tinggi banget ya? Gimana caranya naik ke atasnya?"
"Ada tempat belanja sama main yang ada AC nya juga kan?"
Riuh pertanyaan teman - teman barunya membuat Fay kembali tersenyum ceria, dia jadi ingat masa - masa sekolahnya dulu ketika semua hal - hal buruk belum terjadi "Aku bawa bekal yang sama dengan Nicholas, Ibunya Nicholas masakkannya enak - enak."
"Iya di kota banyak gedung - gedung tinggi, rumah sakit tempat ibuku kerja ada 15 tingkat, ibuku di tingkat 5 kerjanya. Ke atasnya naik lift, jadi gak capek."
Bell pulang sudah berbunyi, hari pertama yang membuat Fay bahagia. Dia berlari - lari sepanjang jalan, tidak sabar untuk laporan kepada ayahnya, "Ayo guys buruan!"
"Fay, hati - hati awas jatuh!"
Ketika tiba di depan kantor ayahnya Fay masih tidak menghentikan larinya, "Ayah...Ayah..."
"Fay, hey sstt..."
"Maaf ayah, aku terlalu gembira. Tadi teman - teman sekolah aku baik - baik. Aku senang banget seperti waktu aku sekolah dulu sebelum ibu gak ada lagi."
"Syukurlah Fay...Ayah senang dengarnya. Kamu pulang dulu sama teman - temanmu ya, tadi ayah sudah pesan untuk makan siangmu sama tante Sheila, kamu pasti suka!"
"Wihh, Apa itu ayah?"
"Pulang dulu nanti kamu akan tahu. Kamu tunggu ayah pulang di rumahnya Nicholas ya, tadi ayah sudah ngobrol - ngobrol dengan tante Sheila, beliau senang kamu bisa temenin Nicholas. Tapi jangan nakal ya Fay..."
"Siap, yah. Tenang saja kami hari ini udah janjian mau main petak umpet di sekitar rumah. Dadah ayah, aku pulang dulu..."
"Iya, hati - hati di jalan."
Sesampainya di rumah Nicholas, tante Sheila buru - buru menyiapkan makanan mereka, "Ayo cuci tangan dulu dan ganti baju sebelum makan. Fay, baju gantimu sudah dititipkan ayahmu tadi pagi. Ini ayo ganti baju dulu, Nicholas tunjukkin kamar mandinya ya."
"Iya bu, ayo Fay."
Setelah selesai berganti pakaian Fay dan Nicholas duduk di meja makan, ketika tante Sheila membawakan pepes tahu yang tadi ayah Fay bilang adalah kesukaannya. Fay yang melihat pepes tahu dihadapannya tertegun dan matanya mulai berkaca - kaca "Tante Sheila makasi ya, Fay seneng banget. Sudah lama Fay gak makan pepes tahu karena takut kangen ibu. Tapi hari ini Fay seneng banget, temen - temen baru Fay baik eh sekarang ada pepes tahu favorit Fay."
Tante Sheila memeluk Fay "Fay nanti kalo kamu kangen masakan ibumu, kasih tahu tante aja ya. Kalau tante belum bisa masaknya, nanti tante belajar."