PART 13 - BEKAL MAKAN.

1724 Kata
PART 13 – BEKAL MAKAN. Pagi itu seperti mimpi untuk seorang Nadya Faranisa. Ketika akhirnya, ia bisa merasakan sarapan pagi bersama sang buah hati, mendengar celotehannya yang terdengar riang. Mungkin Cantika merasakan hal yang sama. Bahagia tiada terkira bisa kembali berkumpul bersama sang Bunda. Biasanya Cantika yang berkunjung ke Malang, di temani Siva. Itupun saat Heru dapat tugas ke sana dan tidak bisa berlama-lama. Dulu Siva memang tinggal di Malang bersama Heru, suaminya. Cantika pun lahir di Malang. Siva memboyong Nadya ikut dengannya di sana, karena menjelang usia kehamilan Nadya ke tujuh, Heru pindah bertugas disana. Heru seorang pegawai negeri di salah satu instansi pemerintahan. Dia sering di pindah tugaskan antara Malang dan Jakarta. Tapi tiga tahun ini, Heru menetap di Jakarta. Itulah sebabnya Nadya terpisah kembali dengan Cantika. Gavin sudah ada di rumah Nadya, memulai rutinitas menjadi Ayah untuk Cantika. Pagi-pagi ia sudah sampai sebelum Cantika bangun dari tidurnya. Selama Cantika tinggal bersama Nadya, Gavin pindah ke rumah Siva. Karena jarak rumah Gavin yang lama agak jauh dari rumah Nadya. “Bunda, kapan bunda mulai antar Ika ke sekolah?” tanyanya dengan mulut mengunyah makanan. Ia sudah tak sabar ingin memperkenalkan Bundanya pada sahabatnya. “Bagaimana jika hari sabtu sayang? Bunda hari sabtu bisa agak siang berangkat bekerja. Jadi hari senin sampai jum’at kamu tetap berangkat sama Mama Siva dan Papa Heru.” Nadya merapikan anak rambut Cantika yang menutupi dahi. Hari ini Nadya menguncir dua rambut Cantika dan memakaikannya pita berwarna biru muda. Membuat gadis kecilnya ini semakin cantik. Benar kata Mbak Siva, kamu kok mirip Bunda waktu kecil. Batin Nadya. “Ayo lekas habiskan sarapan nya sayang, nanti Mama Siva keburu jemput.” Gavin menyeruput kopi di tangannya. “Nanti kalau Bunda antar, Ika akan kenalkan bunda sama teman Ika, namanya Mauren. Mobilnya bagus lho Bun, besar lagi. Ika pernah diantar pulang pake mobilnya Mauren.” “Terus di sekolah Ika juga ada anak yang bandel Bunda, namanya Jordi. Dia sering meledek Ika, nyebelin deh pokoknya.” Cantika masih semangat menceritakan tentang teman-temannya, sementara Nadya sedang mempersiapkan bekal makan siang untuk Cantika. Ia memasak nasi goreng untuk bekal makan siang Cantika. "Sayang, nasi gorengnya mau Bunda taburi bawang?" Cantika mengangguk sambil tersenyum. "Bawang gorengnya yang kemarin Bunda, enak." Nadya tersenyum. Ia memang membeli bawang goreng dari salah satu toko online. "Jeung Tati." Cantika membaca label di depan toples. "Ih pinternya putri Bunda sudah bisa baca." "Apakah pemiliknya bernama Jeung Tati, Bunda?" Cantika kembali membaca perlahan label yang ada di sekeliling toples kecil berisi bawang goreng. "Tidak memakai pengawet." "Iya sayang, Bunda sering memesan bawang goreng dari sana, selain rasanya gurih dan bebas pengawet." Nadya menaburkan bawang goreng ke atas nasi goreng yang sudah ia letakkan telur dadar di atasnya. “Oh iya Bunda, ... kok mobil Jordi sama Mauren sama ya Bun, mereka janjian kali ya beli mobilnya. Aku mau dong Bun punya mobil besar seperti Mauren dan Jordi.” Nadya yang sedang memasukan bekal ke dalam kantong pastik Cantika menghentikan gerakannya. “Mobil besar? Sebesar apa?” Tidak mungkin mereka di antar mobil bus atau truk? “Gak tau Bun, pokoknya besaaarrrrr sekali, lebih besar dari mobil Mama Siva dan Papa Gavin pokoknya.” Cantika bahkan melebarkan kedua tangannya memperagakan sebesar apa mobil yang dimiliki temannya. Nadya melirik Gavin, dan ber-oh ria saat mendengar nama merk mobil yang harganya selangit. Alphard. Mau kerja puluhan tahun juga, mana bisa Bundamu beli mobil merk itu. Batin Nadya. Siva memasukkan Cantika ke sekolah yang elite, bisa repot jika putrinya menuntut yang macam-macam seperti milik temannya. Walau semua biaya sekolah Cantika ditanggung Siva, tapi suatu saat nanti Cantika harus mengetahui tentang jati dirinya. “Makanya Ika doakan supaya Bunda bisa bekerja dengan baik, supaya bisa belikan Ika mobil seperti teman-teman Ika. Sekarang Ika habiskan susunya, dan kita tunggu Mama Siva di depan, oke?” Nadya tersenyum saat melihat sang putri menganggukkan kepala. Tak lama terdengar suara klakson mobil dari luar. “Tuh kan, mama Siva sudah datang, ayo let’s go girl.” Gavin segera meraih tas Cantika, sementara Nadya membawakan bekal dan menuntun sang putri keluar rumah. Sekilas mereka bertiga sudah seperti keluarga. “Mama Siva.” Cantika melambaikan tangannya ketika melihat mobil Siva masuk gerbang. “Dihabiskan sarapan nya?” tanya Siva. Cantika mengangguk dan meraih tangan Siva. Nadya mencium kepala sang putri. “Gak boleh nakal ya sayang, belajar yang rajin.” "Cium papah dulu ya sayang. Semoga jadi anak pintar." Gavin mengusap sayang puncak kepala Cantika. “Dadah Bunda, dadah Papa Gavin,” ucap Ika sambil melambaikan tangannya sebelum mobil yang membawanya pergi dari hadapan Nadya dan Gavin. "Beneran ya, kalau kaya gini aku merasa melepas anak sendiri ke sekolah." Gavin mengusap dadanya dengan haru. Melihat itu, Nadya tersenyum. "Cantika memang putrimu." "Tinggal selangkah lagi mewujudkannya, tapi sayang langkah akhir yang berat pake banget. Ketika cintaku tak pernah bisa berbalas, sekalipun sudah melewati hari, bulan dan tahun." Nadya merotasi bola matanya. "Please deh, masih pagi. Aku bisa muntah dengar rayuanmu." "Aku serius Nadya. Ya Tuhan, kurang tampan apa coba hambamu ini." "Kamu antar aku kerja, atau aku naik taxi online?" "Siap sayang. Aku akan mengantarmu kemana saja. Mendampingimu hingga engkau menyadari tulus cintaku. Atau mau sekalian kita ke kantor KUA?" "Gavin?" "Oke, oke. Aku tutup mulut. Puas?" Lalu terdengar kekehan dari Nadya. *** Sementara di belahan wilayah yang lain. “Daddyyyy.” Teriakan dari lantai atas mengagetkan sosok lelaki tampan yang sudah rapi dengan jas kantor melekat di tubuhnya yang gagah dan dasi di tangan. Melihat bidadari kecilnya berlari, ia segera menunduk, demi menerima pelukan rutinnya. Tak lama tubuhnya ditabrak gadis kecil yang langsung mengalungkan tangannya ke leher lelaki tampan itu. “Mauren, mommy kan sudah bilang jangan berlari jika di tangga, nanti jatuh.” Suci geleng kepala melihat kelakuan putrinya yang selalu lengket dengan Daddynya. “Daddy semalam bobo dimana? Kok Mauren bangun Daddy tidak ada.” Tatapan tajam diarahkan kepada lelaki yang dipanggil Daddy. Arkhan tersenyum sambil mencium pipi mungil gadis kecil, yang terlihat memiliki mata sangat cantik. Bola mata yang menatapnya dengan penuh protesan, dan jika diperhatikan dengan seksama memiliki warna hitam kebiru-biruan, hasil perpaduan dua budaya yang berbeda, antara timur dan barat. “Semalam Daddy di ruang kerja, banyak kerjaan honey. Sekarang kita sarapan, dan lekas berangkat ke sekolah.” Arkan mendudukkan tubuh mungil itu di kursi makan. Ia lalu memakai dasi di lehernya. Melihat suaminya kesulitan, Suci mendekat. Membantu hingga dasi terpasang di leher Arkhan. Mauren memang selalu ingin tidur dalam dekapan Daddynya, padahal Suci mulai membiasakan diri untuk Mauren menempati kamar tidurnya sendiri. Namun terkadang ditengah malam Mauren selalu kembali mengetuk pintu kamar Daddy dan Mommynya. Arkhan menyeruput kopi yang disuguhkan Suci dihadapannya. “Daddy antar aku ke sekolah ya?” pinta Mauren. “Honey, Daddy harus ke kantor.” Suci mengoleskan coklat ke atas roti sebelum menyerahkan kepada putrinya. “Tapi Daddy janji hari ini mau antar!” Mauren sudah mulai merajuk. “Oke, Daddy antar hari ini.” Arkhan memberi isyarat pada Suci supaya mengalah, dan Suci hanya menghela napas melihat keinginan Mauren yang selalu di turuti oleh Arkhan. Suci ikut mengantar hingga depan mobil, tak lupa ia memberikan kotak bekal pada Arkhan. Arkhan terkekeh. Demi melihat kotak bekal itu bertuliskan nama Daddy. Seolah Suci memang sengaja menyiapkan satu kotak bekal yang akan ia bawa setiap harinya. “Aku mau ke kantor, bukan sekolah. Masa pakai bawa bekal?” Masih sambil menimang kotak bekal di tangan. “Kamu bisa berikan pada siapa saja, jika tak suka,” bisik Suci. Arkhan mau tak mau menerima bekal dari Suci. “Oke makasih ya,” ucap Arkhan sebelum ia naik kedalam mobil. “Bye Mommy.” Teriakan Mauren terdengar di telinga Suci, sebelum mobil membawa Arkhan keluar dari garasi rumah mewah itu. Suci tersenyum, ia bahagia karena sang putri masih bisa merasakan kasih sayang yang utuh dari Mommy dan Daddynya. ***** Arkhan keluar dari mobil sebelum kemudian menurunkan sang putri tepat di gerbang sekolah. “Belajar yang pinter ya sayang.” “Oke Dad.” Mauren memberi jempolnya pada Arkhan. “Girl, lupa ya, kiss.” Arkhan menyodorkan pipinya. Mauren menepuk dahinya, lalu memberi kecupan pada kedua pipi Daddynya. "Bye Daddy." Arkhan tersenyum melihat Mauren berjalan memasuki gerbang. Arkhan memandang Mauren yang menghilang ke dalam gedung sekolah. Andai Nadya tidak pergi, mungkin mereka sudah memiliki putri sebesar Mauren. Andai Mauren putri kandungnya. Arkhan menggelengkan kepalanya. Tidak, ia sudah berjanji dalam hati, akan menganggap Mauren seperti putrinya sendiri. Arkhan baru saja hendak berbalik masuk mobil ketika tiba-tiba mendengar suara. “Aduh.” Ternyata ada seorang anak perempuan yang ditabrak anak lelaki, membuat bekal makanannya tumpah berantakan. “Maaf aku gak sengaja.” Anak lelaki yang menabrak, lalu pergi begitu saja. Sementara anak perempuan yang tertabrak menatap sedih bekalnya yang berantakan, yang rupanya berisi nasi goreng. Kini nasi goreng itu tercecer di lantai. Cantika menunduk sedih. Nasi goreng Bunda gak bisa aku makan deh buat nanti siang. Arkhan mengingat bekal yang dibuatkan Suci tadi pagi. Ia mengambil bungkusan plastik bekalnya, dan melangkah mendekati anak perempuan yang terlihat sedih itu. “Sini Om bantu.” Cantika yang semula menunduk membereskan bekalnya, mengangkat wajahnya. Ia melihat seorang lelaki seusia Papa Gavin, ikutan jongkok di depannya. Arkhan ikut memasukkan tempat bekal yang kosong itu ke dalam bungkusan plastik milik sang anak. “Makasih ya Om.” Cantika mengerjapkan matanya yang terlihat indah dimata Arkhan. Dan saat tersenyum, menampilkan gigi yang ternyata sudah ada yang tanggal, namun justru menggemaskan sekali senyum gadis kecil ini, karena memiliki lesung pipi di kedua pipinya yang chubby. Walau terlihat tersenyum, Arkhan yakin anak ini pasti masih memikirkan bekalnya yang tumpah. “Om punya sesuatu untuk kamu.” Lalu Arkhan memberikan kotak bekalnya pada anak itu. “Kata Bunda, Ika gak boleh terima makanan dari orang asing," tolak Ika. Arkhan tersenyum. Ternyata nama anak ini Ika. “Om bukan orang jahat Ika, putri Om juga sekolah disini. Nih Om buka ya kotak bekalnya.” Lalu Arkhan memperlihatkan beberapa potong roti yang sudah dilapisi coklat, ia mengambilnya sepotong dan memasukkan kedalam mulutnya. “Hmmm lihatkan, Om juga makan, tidak apa-apa. Enak kok.” Ika lalu tersenyum dan menerima kotak bekal milik Arkhan. Arkhan mengusap pelan kepala Ika. “Terima kasih ya Om.” Lalu Arkhan melihat gadis kecil itu berlari masuk kedalam sekolah. Arkhan menggeleng sambil tersenyum. Suci tak akan marah jika kotak bekalnya berkurang satu. Semoga suka yaa. Love Herni. 16 Juni 2021
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN