PART 12 - KETULUSAN UNTUK NADYA

1606 Kata
PART 12 - KETULUSAN UNTUK NADYA Dari Senja ke Senja. Kutunggu kau tanpa batas waktu. Hingga Akhirnya Aku sadar. Cinta Kita Hanya Timbul Sesaat. Lalu Tenggelam Hingga Ke dasar Kecupan singkat di pipi Nadya membuyarkan lamunan wanita itu dari kisah masa lalunya yang teramat kelam. Saat Nadya menoleh, ia melihat Cantika tersenyum sambil memeluk erat lehernya dari belakang sofa yang sedang Nadya duduki. Sementara Gavin duduk di sofa tak jauh dari tempat Nadya sambil memeriksa telepon selulernya. “Bunda … Mama Siva bilang bunda sekarang akan disini terus ya, gak jauh dari ika lagi.” Nadya tersenyum lalu meraih jemari mungil cantika. Membawa tubuh mungil itu sejajar dengan tubuhnya. Ia sering merasa bersalah ketika putri kecilnya sering sakit, sementara dia sebagai ibu tak bisa ada di dekatnya. Saat Cantika sudah ada di hadapannya, Nadya memangkunya dan mencium gemas pipinya yang gembul. “Kenapa? Ika seneng ya kalau bunda disini terus?” Mata bulat berwarna coklat itu bersinar. “Seneng banget bun, jadi aku bisa di antar ke sekolah sama bunda dan Papa Gavin.” “Lho memangnya Papa Gavin gak pernah antar Ika sekolah?” Nadya menyelidik. Gavin yang merasa namanya disebut, hanya menatap Nadya sesaat lalu melanjutkan kembali pandangannya ke ponselnya. “Papa Gavin sibuk terus, sebentar sibuk, sebentar ada panggilan. Jadi susah sekali antar Ika.” Dengan mulut yang cemberut, Cantika berceloteh. Membuat Nadya gemas untuk menciumnya lagi dan lagi. Hingga Cantika terkekeh. "Geli Bunda." Nadya tidak pernah menyesali memiliki bidadari kecil seperti putrinya ini. Yah, ia tidak menyesali pertemuannya dengan Arkhan, pernikahannya juga, karena Cantika lahir dari cinta mereka berdua. Perpisahan mereka yang Nadya sesali. Beserta alasan kepergian suaminya dulu. “Iya, nanti kalau Bunda sudah pasti tinggal disini, Bunda akan antar Ika setiap hari,” janji Nadya. “Beneran bunda?” Wajah Cantika berseri. “Hmmmm.” Melihat anggukan dari sang Bunda, Cantika berseru riang. Lalu makin mengeratkan pelukannya pada Nadya. “Asyikkkkkkk. Makasih Bunda, Ika sayang Bunda.” Tanpa ragu Cantika menciumi pipi kanan dan kiri Nadya Nadya memeluk Cantika dengan rasa teramat bahagia. Terima kasih Tuhan, akhirnya aku bisa kembali dekat dengan putriku. Bunda gak akan pergi jauh lagi dari kamu sayang. Kita akan selalu berdekatan. Gavin menatap dengan senyum tingkah laku Nadya dan Cantika. "Kok papah gak dapat ciuman?" Seketika, Cantika melangkah mendekati Gavin dan memeluknya. "Ika juga sayang papah. Muach." Lalu Gavin melirik ke arah Nadya. "Bunda gak mau kasih ciuman buat papah?" ** Hari itu ada kesibukan tersendiri di rumah Nadya. Akhirnya ia pindah mengisi rumahnya sendiri. Ia sedikit merenovasi rumahnya yang sekarang ia tempati. Keputusannya sudah bulat menempati rumah itu dengan membawa Cantika Faranisa yang semula tinggal bersama Siva dan Heru. Berkat hasil kerja kerasnya selama ini di Malang, Nadya bisa mencicil rumah minimalis ini. Sebelum ia memulai kerja di kantor barunya, Nadya sudah mempersiapkan segalanya. Istana kecil untuk dirinya dan sang putri tercinta. Nadya memandang ruangan yang akan menjadi kamar putri satu-satunya. “Sekarang Mbak kembalikan Ika sama kamu.” Sentuhan hangat di bahu Nadya rasakan. Nadya menatap wajah Siva, ibu kedua untuk Cantika. Wanita yang banyak memberinya motivasi, hingga ia mampu bangkit dari keterpurukan. Juga telah banyak berjasa dalam tumbuh kembang Cantika. “Ika putri kita bersama mbak. Gak kehitung kebaikan kalian selama ini kepada kami. Kalau saja tidak ada kalian ....” Siva memeluk Nadya erat. Ia memang menyayangi Cantika seperti putrinya sendiri. Karena Siva belum memiliki anak walaupun sudah puluhan tahun menikah. “Mbak yang seharusnya berterima kasih sama kamu, sudah memperbolehkan menjadi ibu buat Cantika, Mbak jadi tahu seperti apa mempunyai seorang putri.” “Cantika akan tetap seperti biasa Mbak, saat saya kerja, saya akan titip dia seperti biasa. Gak akan ada yang berubah.” Nadya mulai memilih pakaian yang akan dimasukkan ke lemari pakaian. Nadya memang sengaja mencari rumah tak jauh dari rumah Siva. Supaya mudah menitipkan Cantika. Siva memperhatikan kegiatan Nadya. Wanita cantik ini, entah mengapa selalu menolak jika Gavin hendak melamarnya. Padahal jelas sang adik menaruh rasa padanya. “Cantika akan tumbuh makin dewasa Nad. Apa kamu akan tetap merahasiakan dia dari papanya? Gavin bilang kamu sudah bertemu dengan suami-mu beberapa waktu lalu.” Tangan Nadya yang semula memegang beberapa pakaian putrinya berhenti bergerak. Ia menoleh ke arah Siva. “Mantan mbak, mantan suami.” “Tapi tidak ada mantan anak Nad.” Siva memandang sendu wanita dihadapannya. Ia tahu bagaimana perjuangan Nadya selama ini setelah lepas dari suaminya. Tujuh tahun yang lalu Siva masih bolak-balik ke rumah sakit untuk program bayi tabung, dan berkali-kali tidak berhasil. Hingga suatu sore sang adik satu-satunya, Gavin memintanya datang ke rumah. Dan sesampainya Siva ke rumah Gavin, Siva cukup terkejut melihat sesosok tubuh terbaring di ranjang Gavin. Wanita berparas cantik namun dengan pandangan kosong. “Kamu mau menjelaskan pada mbak, siapa dia Gavin?” Siva segera menarik tangan adiknya keluar dari kamar. “Namanya Nadya Faranisa, teman SMK aku.” Gavin meremas rambutnya sambil melayangkan pandangan ke arah jendela rumah. “Lalu ....” selidik Siva. “Dia hamil.” Jawab Gavin enteng. Siva terbelalak. Pikiran buruk mampir di kepalanya. “Bukan anak aku.” Gavin segera menjawab tanpa menunggu kakaknya bertanya. Siva menghela napas lega. “Terus kenapa dia ada di rumah ini?” Siva menghampiri adiknya dan gemas sekali karna ia merasa Gavin memberi info setengah-setengah. “Aku gak tahu mau bawa dia kemana.” Gavin mengangkat kedua bahunya. “Ya kamu hubungi dong keluarganya.” Siva makin gemas dengan adiknya ini. “Dia sudah gak punya siapa-siapa.” “Minimal dia punya suami kan? Atau jangan-jangan dia ....” “Nadya bukan wanita seperti itu mbak, dan dia sudah menikah. Hanya saja terakhir info yang aku tahu, suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Dan Nadya di tinggalkan begitu saja." Siva menutup mulutnya. Tega sekali suaminya. “Aku menemukan dia pingsan, pas depan mobil aku. Aku sudah memanggil dokter untuk memeriksanya. Namun fisiknya seperti itu. Aku gak tahu harus bagaimana. Makanya aku hubungi Mbak Siva.” “Kupikir mbak bisa kasih solusi supaya dia bisa sehat seperti semula, apalagi dia sedang mengandung," tutur Gavin. “Bayi.” Siva baru tersadar sesuatu, tiba tiba wajah Siva langsung sumringah. “Mbak akan bantu dia merawat bayinya. Mungkin ini petunjuk dari Tuhan. Paling gak, mbak akan merasakan seperti apa rasanya mempunyai seorang bayi.” Senyum terbit di wajah Gavin. Ternyata membawa mbak Siva kemari ide yang baik. ** Siva menyibakkan tirai di dalam kamar yang ditempati Nadya. Sudah beberapa hari Siva mencoba bicara dengan Nadya, namun wanita berparas cantik itu tidak mau bicara banyak. Makanan pun tidak banyak masuk ke dalam mulutnya. Terpaksa Gavin meminta perawat rumah sakit datang ke rumahnya untuk kembali memberi infus pada Nadya, mengingat kondisi Nadya yang makin melemah. Cuma dengan jalan itu Nadya bisa mendapat asupan untuk janinnya supaya mereka bertahan hidup. Di saat wanita lain, hamil muda di keluhkan dengan mual, Nadya justru banyak melamun dan tak memiliki semangat hidup. Kalau Siva lihat, sang adik sudah seperti suami siaga. Sibuk menjaga dan memperhatikan kondisi Nadya setiap hari. Walaupun apa yang Gavin lakukan tak membuahkan hasil. Nadya tetap diam seribu bahasa. “Sudah 5 tahun kami memimpikan memiliki momongan dalam pernikahan kami. Namun Tuhan masih belum memberikan kepercayaan kepada kami.” Nadya yang selama ini menulikan pendengarannya mendadak menoleh ke arah Siva. Bukan maksud Nadya untuk tidak menghormati orang yang selama ini ada di dekatnya untuk menolong. Entahlah, ia saja bingung harus bagaimana melanjutkan hidup. Masih tidak bisa diterima jika suami yang amat sangat dicintai bisa begitu saja meninggalkanya dengan sejuta kebahagiaan semu. Kenapa hidup terasa tidak adil untuknya. Ia berpikir akan bahagia bersama keluarga kecilnya. Namun kenyataan seolah berbanding terbalik saat mengingat pose bahagia sang suami dengan istri barunya. Seolah merenggut keinginan Nadya untuk kembali melanjutkan hidup. Kenapa ia tidak mati saja saat tubuhnya terhempas ke depan mobil Gavin. Kenapa Tuhan tidak mencabut nyawanya saja. Ia sungguh lelah sekali menjalani hidupnya. Jika bukan Arkhan, suaminya, siapa yang akan menjaga dirinya? Siva yang mendapat tatapan dari wajah Nadya, segera tersenyum. Ia bergerak menghampiri tempat tidur Nadya. “Apa kabarnya dia hari ini? Sudahkah kamu memberikan asupan bergizi untuk bidadari atau jagoan kecil kita? Bolehkan aku menganggap dia sebagai anakku juga jika dia lahir? Sungguh aku ingin merasakan memiliki seorang bayi. Kamu sungguh beruntung karena sudah mendapat kepercayaan untuk mengandungnya.” Siva membelai perut Nadya yang masih rata. Nadya menatap wajah Siva dengan berkaca. Di saat kepercayaan dirinya runtuh, ternyata masih ada orang yang sangat menyayangi dirinya dan calon bayinya. Masih dengan senyumnya yang menghangat, Siva terus bicara. “Lahirkan dia dengan selamat, paling tidak berikan pada mbak kesempatan untuk bisa merasakan seperti apa memiliki seorang bayi.” Wajah cantik itu mulai mengeluarkan muaranya. Walau tidak ada suara yang keluar, Siva yakin Nadya menahan rasa di dalam hati. Jemari Siva terulur, mengusap pipi tirus itu yang makin basah. "Kalau dia terlahir perempuan, mbak yakin dia akan cantik seperti Bundanya. Kita besarkan dia bersama-sama. Mbak yakin dia tidak akan kekurangan kasih sayang sedikitpun, walau sosok ayahnya tidak ada." Nadya mengangguk perlahan, memeluk haru Siva dan menangis disana. Apa yang selama ini ditahannya ia tumpahkan di bahu Siva. Rasa sedih dan frustasi bercampur menjadi satu. Ingin rasanya ia mati jika tak mengingat janin yang ada di dalam perutnya. Buah cintanya dengan sang suami tercinta. “Jangan takut Nad, kami akan selalu ada disampingmu sampai kapan pun.” Siva mengelus punggung Nadya. Ia mengerti nasib yang menimpa wanita ini. Tentu teramat sulit memiliki seorang bayi saat ia harus ditinggal suami menikah dengan wanita lain. Dunia kadang tidak berpihak pada manusia seperti Nadya. Hingga akhirnya Nadya di boyong ke rumah Siva sampai ia melahirkan. Semoga suka ya Love Herni Jakarta 15 Juni 2021 Jangan lupa ya, cek lapak Diary bertali luka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN