54. Misteri Hilangnya Isla

2141 Kata
Teresa mendongakkan kepala usai menyadari kalau seseorang datang mendekati mejanya. Sesaat kemudian gadis itu menghentikan kegiatan menulisnya dan menatap orang yang datang itu. "Ada apa?" tanyanya pada Alex. Pria itu tak langsung menjawab setelahnya, karena ia memandangi meja yang kosong yang berada di sebelah tempat Isla. "Isla benar-benar belum kembali, ya?" ujarnya dengan nada yang terdengar agak sedih. Pria itu lalu menatap Teresa tidak lama setelahnya. "Ah, itu. Ya, begitulah, seperti yang kau lihat. Tak ada kabar sama sekali mengenai Isla. Dugaan sementara kalau gadis itu kabur dari sekolah dan belum kembali ke rumah. Tapi itu hanyalah dugaan sementara, karena Isla tak memiliki alasan yang cukup kuat untuk hal seperti itu. Di hari saat kejadian itu terjadi, hubungan Isla dan juga ibunya bahkan baik-baik saja dan tak ada masalah sama sekali jadi dengan alasan apa dia kabur dari rumah? Lagi pula pada saat hari itu kan jam pertama sudah dimulai, yang artinya gerbang sekolah sudah ditutup. Keadaan dia pada saat hari ini sedang tidak begitu bagus jadi dari mana dia mendapatkan tenaga untuk berlari? Apa kau pikir seorang gadis seperti Isla mau membuang tenaganya hanya demi memanjat pagar sekolah? Itu konyol sekali," jelas Teresa. Gadis itu membuang napasnya kasar seraya meletakkan pulpennya di atas permukaan buku. "Lalu sebenarnya apa yang terjadi padanya? Setiap kali aku lewat ke koridor ini, aku selalu mengecek untuk memastikan kalau dia sudah kembali tapi bahkan gadis itu belum menunjukkan batang hidungnya sama sekali dan seolah benar-benar menghilang." Alex membuang napasnya. Pria itu kemudian mendudukkan dirinya di bangku milik Isla. "Ini bahkan sudah lebih dari seminggu, apakah dia tidak ada niat sama sekali untuk kembali? Atau mungkin dia sedang mendapatkan suatu masalah di tempat lain? Tapi di mana itu? Aku bahkan tak bisa memikirkan tempat Isla berada sekarang. Beberapa sudut sekolah kita tiba-tiba mengalami kerusakan parah dan itu terjadi begitu saja. Petugas yang berbondong-bondong datang ke sini itu bahkan tak ada satu pun yang bisa mengetahui penyebabnya." Alex menyandarkan punggungnya dan menatap ke luar jendela. Teresa terdiam setelahnya. Ia tahu, kalau dirinya juga memang merasakan kalau ada yang benar-benar tidak beres di sana. Tidak mungkin kalau Isla tiba-tiba menghilang secara begitu saja , karena pasti ada alasan yang cukup kuat di balik ini semua. Tapi yang jadi pertanyaannya adalah, Isla memang seolah menghilang begitu saja dan apa yang sebenarnya terjadi? Sekolah nya juga selama ini baik-baik saja dan tak ada yang aneh tapi kenapa tiba-tiba terjadi ledakan begitu saja? Petugas tak menemukan adanya bahan peledak di sana atau bahkan sesuatu yang lain yang memungkinan memicu terjadinya ledakan. Semua sistem listrik dalam keadaan baik-baik saja dan tak ada yang salah sedikit pun. Dan lagi pula, jika memang masalah utamanya itu diakibatkan oleh listrik yang ada di sekolah mereka, tak mungkin akan menimbulkan ledakan yang besar seperti itu. Dan jika itu memang karena arus listrik yang tak berjalan dengan benar, maka kemungkinan besar yang terjadi adalah bukan hanya kerusakan seperti yang dialami sekarang karena kemungkinan besar yang akan terjadi adalah justru kebakaran dan bukan hanya ledakan yang terjadi. "Ini terlalu aneh, bukankah begitu? Jika memang seandainya ada seseorang yang berniat mencelakai Isla, pasti ruangan yang hancur kemungkinan besar adalah ruang kesehatan mengingat kau yang berkata kalau Isla saat itu pergi ke ruang kesehatan karena sedang tak enak badan. Tapi ruangan yang mengalami kerusakan parah justru perpustakaan dan tak hanya sampai di situ saja, pintu yang menuju atap sekolah kita juga bahkan berubah menjadi kepingan yang bahkan ukurannya jauh lebih kecil," ujar Alex. "Dan lagi, rasanya aneh jika pintu itu rusak karena terkena dampak dari ledakan yang ada di perpustakaan. Jarak antara perpustakaan juga atap itu jauh dan kedua tempat itu berada di koridor yang berbeda. Sangat aneh, bukan? Jika memang terkena ledakan dari perpustakaan, maka harusnya tempat yang terkena dampaknya adalah ruang musik dan juga lab tapi kenyataannya kedua ruangan itu bahkan masih dalam keadaan yang luar biasa baik-baik saja." Alex melanjutkan penjelasannya. Teresa terdiam setelahnya mendengar penjelasan Alex. Sejujurnya gadis itu juga sempat berpikir seperti itu tapi kasus menghilangnya Isla bahkan benar-benar sangat membuat kepalanya berdenyut. "Apa mungkin seseorang membawa Isla kabur dan melewati pintu atap untuk melarikan diri? Tapi itu juga mustahil. Dengan cara apa dia kabur lewat pintu atap? Dia tak mungkin melompat dan terjun ke bawah dari ketinggian seperti itu karena itu bisa membuat tulang-tulang yang ada di tubuhnya itu patah dan semua orang tak menemukan adanya bukti apa-apa di bawah atap yang artinya kalau Isla tak dibawa kabur dari cara melompat. Itu terlalu gila," ujar Teresa. "Tapi gelang milik Isla ditemukan di sana, kan? Itu agak aneh. Untuk apa Isla berada di atap padahal dia seharusnya beristirahat di dalam ruang kesehatan. Petugas sekolah juga mengaku kalau dia tak melihat apapun yang mnecurigakan karena gerbang sekolah memang sudah benar-benar ditutup. Bukankah begitu? Ini benar-benar membuatku bingung." Alex memijat pelipisnya. Pria itu benar-benar sampai tak bisa tidur memikirkan nasib Isla sekarang ini. "Tapi entah di mana pun dia berada sekarang, aku tetap yakin kalau Isla baik-baik saja sekarang dan aku sangat yakin kalau dia akan segera kembali lagi ke sini, tanpa kurang sedikit pun." Teresa berujar dengan begitu yakin dan tanpa adanya keraguan sedikit pun. "Apakah ada kemungkinan kalau hal ini ada kaitannya dengan pria yang pernah kulihat sedang bersama dengan Isla beberapa minggu yang lalu?" ujar Alex tidak lama kemudian. "Pria?" Teresa mengerutkan dahinya dengan salah satu alis yang dinaikkan. "Pria yang mana yang kau maksud? Selama aku berteman dengannya, tak pernah sekali pun aku melihat Isla benar-benar dekat dengan seorang pria mana pun dan jika itu terjadi, Isla pasti selalu memberitahuku. Mungkin kau salah lihat, Lex," ujarnya. "Tidak, tidak. Penglihatanku tidak salah sama sekali karena saat itu aku memang melihat Isla sedang bersama dengan seorang laki-laki di dalam bus saat berangkat ke sekolah," ujar Alex. "Bus?" Teresa membeo. Isla berangkat sekolah dengan ditemani oleh seorang pria? Teresa tak begitu yakin karena sahabatnya itu memang sedang tak dekat dengan laki-laki mana pun karena Isla memang tak pernah mengatakan apapun selama ini. Tapi apa mungkin Isla secara diam-diam tengah dekat dengan seseorang tanpa sepengetahuan Teresa? Apakah gadis itu secara diam-diam memang tengah dekat dengan seorang laki-laki dan mereka diam-diam juga berkencan di belakangnya? Teresa masih tak begitu yakin. "Aku tak sengaja melihatnya di dekat halte yang berada di dekat sekolah kita. Isla dan laki-laki itu terlihat begitu dekat dan saat itu mereka tengah mengobrol tapi laki-laki itu tak ikut turun saat di halte. Apa mungkin dia beda sekolah?" ujar Alex. Teresa mengerutkan keningnya. Ia benar-benar harus menanyakan hal itu jika nanti Isla benar-benar kembali. Karena satu-satunya laki-laki yang memang sedang mendekati Isla hanyalah Alex saja, tak ada yang lain setahu Teresa. "Tapi apa kau yakin kalau mereka itu dekat dan memiliki suatu hubungan? Maksudku, siapa tahu saja kalau kau kali ini hanya salah lihat, Alex. Siapa tahu saja kalau pria itu hanyalah seorang penumpang yang kebetulan juga sedang ada di dalam bus itu dan posisinya dia memang duduk di sebelah Isla. Jadi kenapa kau malah menyimpulkannya sendiri? Isla benar-benar tak pernah mengatakan apapun padaku selama ini. Karena dia biasanya akan bercerita padaku jika memang dia sedang dekat dengan seseorang atau bahkan ketika ada seseorang yang sedang berusaha mendekatinya." Teresa kembali menjelaskan. Alex terdiam selama beberapa saat kemudian ia tersenyum tipis. "Memangnya jika ternyata mereka berdua memiliki hubungan yang begitu spesial, apa salahnya? Toh itu hak Isla, kan?" Pria itu kemudian menatap Teresa dengan seulas senyuman yang tersungging di permukaan bibirnya. Mendadak Teresa dibuat terdiam. Ah, meskipun Alex mengatakan hal yang seperti itu, tapi gadis itu yakin sekali kalau setidaknya Alex pasti merasakan sakit hati. "Tapi mereka terlihat serasi kok. Kau mungkin masih tak akan percaya jika hanya mendengarnya dari ucapanku saja. Tapi percayalah, Teresa. Isla dan pria itu benar-benar cocok," ujar Alex. "Dan kurasa kalau laki-laki yang bersama Isla saat itu adalah laki-laki yang baik," lanjutnya. Laki-laki itu kemudian beranjak dari sana. "A-Alex!" panggil Teresa secara tiba-tiba hingga Alex yang sudah hendak berpamitan itu mengurungkan niatnya dan menatap Teresa. "Ada apa?" tanya laki-laki itu. Teresa perlahan membuang napasnya pelan. "Apa kau ... hari ini ada waktu setelah pulang sekah?" ujarnya. "Pulang sekolah nanti?" Alex terlihat berpikir selama beberapa saat sebelum akhirnya laki-laki itu kembali menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Teresa, "emm ... ya, kurasa nanti sepulang sekolah aku ada waktu luang. Kalau boleh tahu memangnya ada apa, ya?" tanyanya balik. "Ah, itu. Hanya ingin mengajakmu membeli es krim. Kau tahu kan, aku cukup sering pergi membeli es krim bersama Isla setiap kali pulang sekolah. Hari ini kurasa aku sedang ingin memakan es krim itu. Jadi, tidak masalah kan, kalau aku mengajakmu?" ujar Teresa. Di balik semua ucapannya itu, terlepas dari ia yang memang sedang merindukan Isla, Teresa juga hanya ingin berusaha menghibur Alex usai mendengar penjelasan pria itu tentang pria yang pernah ia lihat sedang bersama Isla beberapa hari yang lalu saat di dalam bus. "Baiklah. Kita bisa pergi bersama nanti sepulang sekolah," ujar Alex seraya tersenyum tipis. Pria itu kemudian melangkahkan kakinya dan pergi dari kelas itu dan memutuskan untuk kembali ke kelasnya. *** Di tempat lain, saat ini Isla tengah memeriksa pergelangan Tao yang sempat terkilir saat melawan Aric kemarin. "Ini akan mendingan dan sembuh dengan sendirinya besok. Jadi tidak usah dipikirkan." Tao membuang napasnya pelan seraya menarik tangannya dari Isla. Kedua pipi Isla tampak menggembung lalu gadis itu juga membuang napasnya pelan. "Pokoknya aku tidak akan membantumu jika rasa sakitnya semakin bertambah," tegasnya pada Tao. Tao melirik Isla yang berada di hadapannya dan akhirnya pria itu pun kembali membuang pandangannya ke arah yang lain. "Terserah apa katamu," ujarnya. Kedua mata Isla berkedip selama beberapa kali. Tao lebih keras kepala ternyata. Di balik sikapnya yang dingin, kaku dan juga jarang bicara itu, Tao rupanya menyimpan sifat keras kepala yang ada pada dirinya. Isla kemudian mendengkus setelahnya. Ia kemudian menoleh saat mendengar suara langkah kaki. Rupanya Rhys sudah kembali sesaat setelah ia memeriksa keadaan di sekitar sana. "Bagaimana, Rhys? Apa kau menemukan sesuatu?" ujar Isla. Rhys menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak menemukan adanya sesuatu yang mencurigakan di sekitar sini dan semua yang ada di sini terlihat baik-baik saja, tak ada yang aneh sama sekali, kurasa. Dan sepertinya Kai dan juga yang lainnya tak ada di sekitar sini karena aku juga tak menemukan bau masing-masing dari mereka yang berada di sekitar sini," ujarnya. "Aku juga tak merasakan apa-apa," ujar Isla. "Mungkin kita bisa beristirahat dulu di sini untuk sementara waktu jika memang Kai dan yang lainnya tak ada di sini. Itu terdengar sedikit bagus. Pergelangan tangan Tao sepertinya semakin sakit tapi dia tak mengizinkanku untuk membantunya," ujar Isla. Mendengar ucapan gadis itu, Rhys lalu menatap Tao. "Apa itu benar? Apa tangannmu terasa semakin sakit? Sini, biar kulihat." Ia berniat mendekati Tao namun suara pria itu kembali menginterupsinya. "Tidak usah. Ini hanya terkilir biasa dan akan sembuh dengan sendirinya di beberapa waktu ke depan. Jadi tak usah dipikirkan tentang ini. Aku baik-baik saja." Tao berujar. "Nah, kau dengar sendiri, kan? Dia ini memang agak keras kepala ternyata. Astaga, aku benar-benar terkejut saat tahu kalau kau memiliki sifat yang seperti itu di dalam dirimu," ujar Isla. Gadis itu berdecak pelan kemudian membuang napasnya. "Kalau begitu setidaknya tidurlah yang banyak. Sistem tubuh kalian itu hampir sama saja dengan kami para manusia, yang membedakan hanya pemulihan kalian yang terhitung lebih cepat. Sana tidur, aku dan Rhys akan tetap berada di sini karena kami juga lelah." Isla kembali berujar. Ia kemudian mengubah posisi duduknya dan berjalan mendekati Rhys yang sudah terlebih dahulu pergi dan duduk di dekat danau, membiarkan Tao yang berada di bawah pohon itu beristirahat di sana untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Setidaknya, mereka harus bisa beristirahat dengan cukup selama memiliki waktu luang, karena di beberapa hari yang akan datang, belum tentu mereka akan masih bisa bersantai seperti sekarang. Begitulah yang dipikirkan oleh Isla. "Anginnya benar-benar segar, bukankah begitu?" Isla mendudukkan tubuhnya di sebelah Rhys kemudian gadis itu memejamkan kedua matanya menikmati angin yang melewati tubuhnya. Rhys melirik Isla yang duduk di sebelahnya dan pria itu pun perlahan tersenyum tipis. Kemudian salah satu tangannya bergerak menyingkirkan helaian rambut Isla yang menutupi wajah gadis itu, kemudian menyelipkannya ke belakang telinga. Kedua mata Isla kemudian terbuka dan gadis itu menatap Rhys dengan kedua mata yang berkedip dua kali. Rhys membulatkan kedua matanya dan pria itu mendadak menjadi gugup. "Ma-maaf, a-aku tidak bermaksud melakukan itu," ujarnya dengan begitu berhati-hati agar Isla menjadi tak tersinggung sama sekali. "Aku tidak bermaksud membuatmu merasa tak nyaman—" Kalimat Rhys langsung berhenti saat Isla secara tiba-tiba tersenyum lebar dan gadis itu menyandarkan kepalanya di bahu milik Rhys dan kembali memejamkan kedua matanya. "Ah, wangi lavender ini benar-benar membuatmu merasa tenang. Pikiranku jauh terasa lebih baik dari sebelumnya," ujar Isla. "Ah, begitukah?" Perlahan Rhys menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Ia menatap lavender-lavender yang tumbuh di sekitar danau yang ada di sana, sebelum akhirnya laki-laki itu juga ikut menyandarkan kepalanya di kepala milik Isla dan menatap air danau yang bergerak dengan tenang di depan mereka. —Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN