22. Qasr Yasmin

1733 Kata
Mobil patroli super mewah, four-seat Lamborghini Aventador yang membawa Siti menuju Kantor Polisi, kini sedang menyusuri Jalan Al-Hambra dengan kecepatan normal sesuai peraturan lalu lintas setempat. Tengah malam, mereka tidak membunyikan sirine mobil patroli di sepanjang jalan. Hal ini adalah prosedur yang berlaku di Almaas. Malam hari adalah waktu istirahat untuk para warga dan turis di Caviya. Mobil patroli mewah itu kini berbelok menuju jalan lain yang di sepanjang jalannya terdapat pohon-pohon palem yang lebih tinggi dari pohon palem di sepanjang jalan Al-Hambra. Siti yang duduk berdua dengan salah seorang petugas kepolisian di jok belakang, melongokkan kepala melihat nama jalan yang tertera di papan tanda: Qasr Yasmin. Dalam hati Siti bergumam, ternyata nama istana di sini juga dijadikan nama jalan. Tak lama mereka sampai di depan sebuah bangunan yang sangat indah dan megah jauh lebih indah daripada rumah Tuan Khalid. Sudah bisa disimpulkan dari penampilan pintu gerbangnya yang sangat megah seolah berlapis emas. Dia tidak menyangka bahwa kantor polisi Caviya akan semegah ini. Tebersit perasaan beruntung karena dia telah memilih untuk menuruti keinginan aparat kepolisian. Bila tidak, mungkin Siti tidak akan pernah tahu bahwa gedung kepolisian Caviya sangatlah indah. Namun, setelah mengamati sekelilingnya, kesadataran lain membangunkan Siti. Tempat seindah itu, tidak mungkin merupakan sebuah kantor polisi. Begitu banyak penjaga, tetapi tidak berseragam polisi, melainkan seragam khusus yang lebih elegan berwarna biru tua dengan garis-garis emas di lengannya. Serta aksesoris warna emas yang berbentuk tali yang tentunya Siti tak mengerti kegunaannya. Mereka mengenakan celana warna senada gading dan pantofel warna hitam. Para penjaga tersebut bersenjatakan pedang panjang yang akan mengingatkan kita dengan penampilan penjaga istana di kerajaan-kerajaan dalam berita internasional. Sama sekali berbeda dengan seragam warna hitam yang dipakai oleh kedua polisi yang mengawal Siti. Kemudian, Siti memberanikan diri untuk bertanya, "Bukankah saya akan dibawa ke kantor kepolisian? Namun, mengapa seragamnya berbeda? Seperti bukan seragam polisi." Kedua polisi tersebut kemudian saling berpandangan dan menjawab, "Sebenarnya, ini adalah perintah atasan kami. Beliau meminta kami untuk membawa Anda ke sini. Tempat ini adalah Qasr Yasmin, bila Anda belum tahu." "Qasr Yasmin? Bukankah ini istana tempat tinggal di mana Putra Mahkota Almaas tinggal?" tanya Siti kepada kedua polisi tersebut. Keheranan. Ada angin apa dia dibawa ke istana? "Anda benar, Nona. Ini adalah kediaman Pangeran Yusuf." Salah seorang dari petugas tersebut menjawab dengan senyuman simpul. Sikap mereka berdua telah berubah 180 derajat. Tidak serius seperti saat berada di rumah Tuan Khalid tadi. Lebih bersahabat. "Atasan kami sedang berada di sini bersama dengan Pangeran Yusuf. Mereka berdua yang akan memeriksa Anda secara langsung di sini, Nona Siti," jawab seorang petugas yang lain. Menjawab dengan penuh rasa hormat. Padahal, hanya pada seorang pelayan. Ini sungguh tidak masuk akal. Siti bergumam dalam hati. Namun, tentu saja dia mencegah dirinya untuk mengatakan isi hatinya keras-keras. Takut kalau-kalau akan memperberat hukumannya. Siti kemudian dibawa masuk ke dalam pintu gerbang dan dijemput oleh dua pengawal dan dua pelayan wanita. Setelah menyerahkan Siti kepada petugas istana, kedua petugas polisi tersebut berpamitan untuk kembali ke markas besar. Qasr Yasmin adalah istana yang sangat megah dan indah dibangun di atas lahan yang beberapa kali lipat lebih luas daripada Qasr Fadi. Bangunannya pun lebih tinggi daripada Qasr Fadi, terdiri dari empat tingkat dengan luas bangunan dua kali lipatnya. Bisa dibayangkan jumlah ruangan atau luas ruangan di dalamnya pun akan sejumlah dua kali lipat dari jumlah ruangan di Qasr Fadi. Di kanan kirinya terdapat bangunan-bangunan kecil yang pastinya merupakan tempat tinggal para pelayan. Tamannya pun sangat indah. Di depannya terdapat kolam besar yang memiliki air mancur yang terlihat sangat cantik yang terpancar dari pahatan bunga besar berlapis emas. Pohon palem yang berada di taman dihias dengan lampu taman kecil yang dililitkan di sekeliling batang dan pelepah, sehingga tampak seperti suasana malam bulan Desember atau Januari. Penerangan yang memadai membuat Siti tetap bisa melihat rerumputan yang juga ditata dengan rapi dan cantik sehingga keindahan taman Qasr Yasmin akan tetap terasa walaupun di malam hari. Tak lama para pengawal dan pelayan wanita membawa Siti ke bagian dalam Qasr Yasmin, bangunan bernuansa keemasan nan mewah. Mereka menggiring Siti ke dalam sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat sebuah ruangan kaca dilengkapi Jacuzzi, bak mandi besar yang luas, yang bahkan muat untuk empat orang dewasa bergerak dengan leluasa di dalamnya. Di sudut ruangan lain, terdapat meja rias yang dilengkapi dengan beberapa kotak yang sepertinya berisi perhiasan. Tak jauh dari meja rias, beberapa pakaian mewah dipajang berderet dipakaikan pada manekin-manekin tanpa kepala. Para penjaga laki-laki kemudian mengundurkan diri, digantikan dengan dua orang lagi pelayan perempuan. Membuat Siti merasa semakin kebingungan. Karena penasaran, Siti bertanya, "Apa yang hendak kalian lakukan padaku?" "Anda akan bertemu dengan Yang Mulia Pangeran Yusuf dan tamunya. Jadi kami harus mempersiapkan penampilan anda dengan baik. Menurutlah kepada kami, Nona." Pelayan yang terlihat paling tua, berusaha mengatur Siti agar diam, untuk mempermudah mereka dalam melakukan pekerjaan. Siti pun lalu menurut sambil memperdebatkan sesuatu dalam hati. Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh pangeran Yusuf dan kepala polisi Caviya? Apakah mereka bermaksud mempermainkanku? Apakah mereka bermaksud mempermainkan Tuan Khalid? Siti tidak bisa menebak jawaban yang masuk akal. Yang jelas, sekarang pelayan-pelayan tersebut dengan bersemangat mempersiapkan Siti untuk penampilan yang sebaik mungkin. Mereka berniat membantu melepaskan pakaian dan memandikan Siti, yang serta merta ditolaknya. "Saya mohon, izinkan saya mandi sendiri." "Tapi kami ditu—" "Lihatlah. Saya sebenarnya juga seorang pelayan biasa. Bahkan tidak lebih berpengalaman dari Anda semua." 'Memangnya kalian mau memandikan sesama pelayan?' lanjut Siti dalam hati. Siti menyerang mereka dengan cara yang paling ampuh. Membuat semua mundur. "Baiklah, kami akan menunggu di luar." Akhirnya kepala pelayan yang tadinya bersikeras pun menyerah. Mereka mendandani Siti sedemikian rupa sehingga tak ada lagi bekas-bekas yang menampakkan bahwa Siti adalah sekadar pelayan di rumah Tuan Khalid. Gadis dari negeri asing itu tampak sangat cantik bagaikan seorang putri raja yang diundang khusus oleh pangeran Yusuf ke Istana Yasmin. Rambutnya yang hitam, lurus, dan panjang digelung rapi. Hanya disisakan sedikit di bagian sisi kanan dan kiri, terurai dan dibuat bergelombang agar tampak cantik. Poninya disisir rapi sehingga tampilan rambutnya saat ini mirip sekali dengan boneka Jepang, bila saja yang dia kenakan bukan gaun panjang berwarna putih dengan garis keemasan. Dikenakannya selendang lebar menutupi kepala, yang menjadikan penampilan Siti tampak khas sebagaimana para bangsawan Almaas bersolek. Penampilannya dipermanis dengan beberapa aksesori seperti kalung bertatahkan batu permata yang agak berat menjuntai ke d**a. Lengkap dengan anting mewah serta gelang yang senada. Entah ini merupakan suatu penghargaan, hadiah, atau musibah. Siti tak mengerti. Yang dia inginkan saat ini hanyalah, agar segalanya berjalan lancar. Baik untuk dirinya maupun Tuhan Khalid dan keluarga. Siti telah siap. Para pelayan mengantarkan gadis yang kini tampil begitu cantik menuju sebuah ruangan yang sangat besar dan luas. Ruangan bernuansa keemasan tersebut tampak seperti yang akan kita lihat dalam film kartun Aladin. Namun, anehnya, tidak ada seorang pun yang berada di dalamnya. Dada Siti pun berdebar-debar. Dia khawatir akan diperlakukan dengan tidak hormat. Teringat kembali bagaimana dia dipersiapkan dengan dandanan menor untuk dibawa ke hotel tempat Tuan Khalid berada. Namun, ditepisnya pikiran itu dan menggantinya dengan yang lebih positif. Mana mungkin seorang pangeran dari kerajaan yang bermartabat melakukan hal yang buruk kepadanya? Apalagi disebutkan beliau saat ini sedang bersama dengan Kepala Divisi Kepolisian Caviya. Apakah hukum di sini begitu cacat sehingga mereka akan berbuat buruk kepadanya? Tidak mungkin, 'kan? Siti meyakinkan diri dalam hati. "Oh, selamat datang di Qasr Yasmin—ehm—Nona Siti, bukan?" Suara seorang laki-laki berseru dari balik tirai, menampakan dua orang pria yang sedang bercengkrama. Siti menduga dua orang itu adalah pangeran Yusuf dan Kepala kepolisian Caviya. "Saya memberi salam kepada Yang Mulia Pangeran Yusuf dan Kepala Kepolisian." Siti memberi salam kepada keduanya. Sesungguhnya dia tidak tahu yang mana Pangeran Yusuf dan yang mana Kepala Kepolisian Caviya. Dia menyesal karena melewatkan untuk mempelajari hal-hal seperti ini karena terlalu fokus pada pelajarannya. Namun, Siti mencari aman dengan memberi salam kepada keduanya secara bersamaan. Tanpa menyebutkan nama salah satunya dan tanpa menghadap kepada salah satunya. "Oh, jadi ini pelayan yang dibawa langsung oleh Khalid dari negeri jauh?" tanya salah seorang diantaranya. Terlihat wajahnya yang bersih bercahaya dan penuh wibawa seorang—keluarga kerajaan. Walaupun hanya menunduk dan memandang sekilas, Siti bisa mengingat ketampanan sang Pangeran dengan baik. Tak hanya itu, Siti menyimpulkan yang saat ini sedang berbicara adalah pangeran Yusuf sendiri. Gaya bicaranya juga seolah-olah dia adalah orang yang paling berkuasa. Benar-benar cara seorang Putra Mahkota bertutur. Kemudian salah seorang yang lain menimpali, "Iya benar. Ini adalah gadis itu. Dia tiba beberapa pekan melewati bagian imigrasi berdua dengan Ahmed, asisten Khalid." Seorang yang baru saja menjawab tampak mengamati Siti. Dari sudut matanya, Siti melihat ketegasan yang berpadu dengan badan tegap yang kokoh. Bisa dipastikan beliau adalah Kepala Kepolisian Caviya. Bagaimana dengan keadaan Siti sekarang? Dia sungguh terkejut dengan kenyataan yang sedang dihadapinya. Siti mengira bahwa keberadaannya di Caviya yang dibawa langsung oleh Tuan Khalid dan Ahmed adalah sebuah rahasia. Akan tetapi, ternyata tidak sesederhana itu. Pemerintah pastilah tahu akan hal ini. Walaupun demikian, Siti tak menyangka bahwa ini adalah sesuatu yang penting untuk mereka, hingga merasa perlu membawa Siti ke istana Yasmin untuk diinterogasi. "Lihat, Ali. Dia diam, tapi aku yakin isi kepalanya sedang menganalisis apa pun yang kita katakan," kata pangeran Yusuf sambil tertawa cekikikan bersama Kepala Polisi, yang ternyata bernama Ali. Melihat respon sang Pangeran dan Tuan Ali, Siti merasa direndahkan. Membaca pikiran orang adalah keahlian yang mengagumkan. Namun, mengatakannya keras-keras akan membuat orang lain merasa terhina. Tetap saja itu adalah perbuatan buruk sekalipun kamu adalah anak raja. "Sungguh mainan yang menarik, bukan? Pantas saja Khalid jauh-jauh membawanya ke sini dari negeri asing." Pangeran Yusuf meneruskan olokannya. "Indonesia ... aku bahkan belum pernah ke sana. Jangan lupa untuk mengingatkan agar membawa oleh-oleh seperti ini bila aku nanti berkunjung ke Indonesia," komentar sang pangeran sambil terus tertawa terkikik. Tadinya, Tuan Ali tidak ikut tertawa. Namun, setelah melihat ekspresi kaku Siti, Tuan Ali ikut tersenyum. Mereka berdua kemudian tertawa seolah-olah itu adalah lelucon yang yang sangat lucu dan wajar. Bisa jadi itu memang wajar karena setiap harinya mereka menertawakan orang lain yang kedudukannya lebih rendah dari mereka. Betapa hobi yang sangat buruk. Setelah puas tertawa, Pangeran Yusuf menampakkan air muka yang lebih serius. Kemudian berdehem keras seolah memberi aba-aba bahwa beliau akan mengatakan sesuatu yang serius. "Sebenarnya ...," ucap beliau, terputus sejenak untuk memberi efek dramatis, mencari perhatian khusus dari lawan bicaranya. "Kami ingin menawarkan kerjasama penting dengan Anda, Nona Siti."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN