Semua sudah beres, mejanya sudah rapi. Semua peralatan seperti mikroskop, tabung reaksi, labu ukur dan lainnya sudah disimpan di dalam lemari tempat penyimpanan. Lucas mengembuskan napas lega, sekarang ia bisa mengecek ponselnya dengan lebih santai. Meski sangat ingin pulang sekarang agar tidak terlambat sampai di rumah, Lucas tetap memaksakan mengecek ponselnya sekarang. Ia sangat penasaran. Tidak pernah ponselnya seperti ini. Maksudnya tidak ada pesan ataupun panggilan yang masuk. Apakah ponselnya rusak? Kalau rusak ia terpaksa harus memperbaiki atau membeli ponsel yang baru.
Lucas mengambil ponsel dari dalam laci, membawanya duduk di salah satu kursi yang berada di ruangan itu kemudian menyalakan. Alis pirang itu mengernyit merasakan tidak ada perubahan dengan ponselnya. Alat komunikasinya itu tetap dalam keadaan dingin dengan daya baterai yang masih sama seperti saat dimasukkannya ke dalam laci tadi siang. Itu sama saja daya ponselnya tidak berkurang sejak kemarin karena angka penunjuk daya ponsel tidak berubah. Sesuatu yang sangat tidak mungkin. Walaupun ponsel tidak digunakan sedikit mustahil daya ponsel tidak mengalami perubahan, setidaknya daya akan berkurang sepuluh sampai dua puluh persen. Namun, daya ponselnya tetap utuh. Sangat aneh bagi Lucas. Selain itu, tidak ada satu pun pesan dan panggilan yang masuk juga keanehan lainnya. Apakah ponselnya benar-benar rusak atau memang orang-orang yang biasa menghubunginya sedang sibuk semua? Entahlah, semuanya masih menjadi misteri.
Lucas menyentuh sebuah aplikasi berkirim pesan. Ia akan menghubungi kedua orang tuanya. Mereka memang terbiasa berkirim pesan terlebih dahulu sebelum menelepon ataupun menghubungi lewat panggilan video. Semua itu dilakukan untuk memastikan kalau kedua orang tuanya sedang tidak sibuk. Seperti biasanya, Lucas selalu menanyakan apakah kedua orang tuanya bisa menerima panggilan suara darinya atau tidak. Kalau mereka membalas maka ia akan langsung menghubungi mereka melalui panggilan suara, dilanjutkan dengan panggilan video begitu ia tiba di rumah. Sesuatu yang sangat sederhana tapi memiliki arti yang sangat besar baginya.
Lucas masih menunggu. Sudah beberapa menit dari ia mengirimkan pesan tadi, pesan balasan belum masuk juga. Padahal ia sudah sangat ingin menghubungi kedua orang tuanya. Karin tidak sempat, ia meninggalkan ponselnya di tempatnya bekerja. Alhasil,. ponselnya menjadi aneh. Daya baterai ponsel yang tidak berubah sejak kemarin, pesan yang belum juga mendapat balasan. Benar-benar sesuatu yang aneh baginya. Kedua orang tuanya tahu kebiasaannya yang selalu menghubungi mereka setiap sore. Oleh sebab itu mereka selalu bersiap di depan ponsel. Apakah ini berarti mereka marah karena dirinya yang tidak menghubungi kemarin? Astaga, jangan sampai! Namun, rasanya tidak mungkin, kedua orang tuanya sangat pengertian. Kalau ia tidak menghubungi berarti sedang sibuk, ada pekerjaan penting yang harus dikerjakannya.
Lucas mengembuskan napas lelah. Memilih untuk pulang sekarang dan menghubungi kedua orang tuanya bila ia sudah tiba ke rumah. Lucas berdiri, meraih kunci mobil yang tadi diletakkannya di atas meja. Ia sengaja menaruhnya di sana, agar ingat tentu saja. Lucas sangat pintar sehingga mengantongi gelar Doktor dalam waktu yang cukup singkat. Namun, itu hanya untuk akademik. Di luar itu, Lucas termasuk orang yang pelupa. Pada ponsel yang besar saja ia bisa lupa di mana meletakkannya apalagi benda sekecil kunci mobil yang memiliki ukuran lebih kecil, mudah diselipkan di mana saja.
Dengan santai Lucas melangkahkan kaki ke luar ruangannya. Tidak lupa ia mengunci pintu ruangan itu dulu agar tidak ada orang lain yang bisa masuk kecuali dirinya. Setiap orang yang bekerja di sini memiliki dan memegang kunci masing-masing ruangan mereka. Mereka memiliki tugas dan ramuan yang berbeda, sangat berbahaya kalau sampai tercampur. Para investor yang menanamkan modalnya tidak akan senang kalau terjadi kesalahan sepeti yang dilakukannya kemarin.
Pada persimpangan lorong pertama Lucas berbelok, ia akan menemui Peter terlebih dahulu sebelum pulang. Ia ingin memastikan, apakah sahabatnya itu jadi memperbaiki ponselnya atau tidak. Peter juga mengeluhkan ponselnya yang hari ini dan kemarin tidak mendapatkan pemberitahuan apa pun. Ia mengira hanya ponsel Peter yang seperti itu, ternyata miliknya juga. Ini sangat menyebalkan, ponsel sangat penting untuk mengetahui kabar seseorang yang jauh dari mereka.
Lucas mengetuk pintu ruangan David yang tertutup. Ia tidak akan gegabah seperti kemarin, meski menyenangkan mengganggu Peter, ia tidak akan melakukannya lagi. Lucas tahu betapa menyebalkan saat aktivitas panasmu terganggu, apalagi saat kau hampir sampai. Rasanya sangat sakit saat tidak berhasil mendapatkan pelepasan. Ia memang tidak pernah merasakannya, ia selalu mendapatkannya. Namun, ia mendengar dari orang-orang rasanya seperti itu.
Pintu ruangan terbuka lima detik setelah ketukan. Peter berdiri di depan pintu dengan masih mengenakan jas lab-nya. Pria itu membuka pintu lebih lebar, mempersilakan Lucas untuk masuk.
"Kau belum selesai?" tanya Lucas melihat meja Peter yang masih berantakan.
Peter menggeleng lemah. "Belum," jawabnya lirih. "Sepertinya aku akan lembur malam ini. Formulaku harus selesai besok."
Peter mengerang kesal. Ia harus melupakan kencan bersama Soraya malam ini, ia baru saja membatalkannya. Sebelum Lucas, perempuan berambut cokelat terang itu sudah lebih dahulu mendatanginya, menanyakan kepastian janji mereka. Mungkin semuanya akan lebih mudah kalau ia dan Soraya tinggal di bawah satu atap, tapi ia bekum siap untuk menjalin sebuah hubungan yang lebih serius. Sama seperti Lucas, ia juga ingin lebih bersinar lagi dari sekarang ini.
"Sayang sekali," komentar Lucas. "Padahal aku ingin mengajakmu pergi ke toko ponsel. Aku juga ingin menanyakan ponselku yang tidak lagi berfungsi."
"Ponselmu rusak?" tanya Peter dengan alis berkerut.
"Entahlah, aku tidak tahu," jawab Lucas mengangkat bahu. "Hanya saja aku tidak mendapatkan pesan maupun panggilan masuk...."
"Sama seperti ponselku!" potong Peter cepat. "Ponselku juga tidak dapat menerima pesan maupun panggilan."
"Maksudmu?" Lucas bertanya dengan sepasang alis bertaut. "Ponselmu juga sama seperti milikku?"
"Yeah."
"Dari mana kau tahu?" tanya Lucas lagi. Tautan alisnya semakin tajam.
Peter menarik napas, mengembuskannya dengan kuat. Ia tidak kesal, hanya perlu melakukannya saja.
"Soraya tadi ke sini, katanya dia sudah mengirimiku pesan, juga menelepon tetapi tidak ada satu pun notifikasi yang masuk."
"Ponsel kita yang rusak atau memang operator selular yang sedang bermasalah?"
Peter menggeleng menjawab pertanyaan Lucas, bahunya terangkat. "Aku tidak tahu. Rencananya aku akan memeriksa ponselku sekalian aku pulang sore ini, ternyata ... kau bisa melihatnya sendiri. Aku lembur!"
Lucas tersenyum. "Well, sebenarnya aku juga ingin mengajakmu memeriksa atau membeli ponsel bersama." Mengangkat kedua bahu lebarnya. "Siapa tahu kau kau mungkin membutuhkan teman," ucap Lucas sambil mengusap tengkuk.
"Maaf, Luke, tapi aku tidak bisa," sahut Peter tanpa menyembunyikan nada penyesalan dalam suaranya. "Kecuali kau mau menungguku." Kekehan kecil keluar dari mulutnya. "Itu pun kalau kau mau."
"Kau tahu aku tidak akan melakukannya." Lucas tertawa. "Aku tidak ingin lembur lagi. Lagipula aku yakin kau tidak membutuhkan teman."
"Terima kasih atas pengertianmu," balas Peter. "Aku memang harus fokus, Luke. Formula ini sangat penting untukku."
Lucas mengangguk. Ia sudah tahu akan hal itu, Peter bekerja keras untuk formula yang diciptakan. Itu adalah sebuah aroma baru untuk produk parfum. Peter sudah dikontrak sebuah rumah mode ternama untuk menghasilkan wangi-wangian baru khas pria. Rumah mode itu menyediakan laboratorium khusus untuk Peter, tapi Peter menolaknya dengan alasan konyol. Tidak ingin berpisah dengannya. Satu lagi, Peter juga masih terikat kontrak dengan perusahaan farmasi yang menaungi mereka. Parfum hanya sampingan, anggap saja Peter menyalurkan hobinya. Ia juga sudah mendapatkan izin dari perusahaan dan investor.
"Baiklah, kalau begitu aku duluan. Selamat bekerja, Pete!" Lucas menepuk bahu Peter pelan. "Jangan pulang terlalu malam, kau harus istirahat dan tidur," pesannya.
Peter mengangguk. Mengacungkan ibu jari pada Lucas dengan bibir mengulas senyum sebelum Lucas menghilang di balik. Peter mengembuskan napas kemudian kembali ke depan meja. Ia melanjutkan pekerjaan.
Sambil bersiul Lucas melewati koridor yang mulai sepi. Tidak biasanya koridor sesepi ini, tapi Lucas mengabaikan. Menurutnya wajar laboratorium mulai sepi, orang-orang yang bekerja sudah mulai pulang. Hanya tersisa beberapa pekerja, termasuk Peter dan beberapa rekan kerja mereka. Juga petugas penjaga laboratorium yang berjaga di depan sana.
"Selamat sore, Pak Wilson!" sapa Lucas membuka pintu laboratorium yang terbuat dari kaca. Lucas tersenyum ramah seperti biasa. Namun, alisnya berkerut karena tidak mendapat balasan sapaan dari orang yang disapa. Lucas mengangkat bahu, ia tidak masalah dengan itu. Yang menjadi masalah adalah keadaan pak Wilson yang masih sama dengan tadi pagi. Tidak sama, bantah Lucas dalam hati, pak Wilson bahkan terlihat lebih buruk.
Pria yang bekerja sebagai penjaga di laboratorium sebelum ia menjadi salah seorang analisis di tempat ini terlihat sedikit mengetikan. Wajah pucat dengan lingkaran hitam di seputar mata membuat pak Wilson lebih mirip mayat hidup pemakan daging seperti yang sering dilihatnya di dalam film horor. Dari dalam mobilnya Lucas memperhatikan pria paruh baya itu. Perubahan pak Wilson yang sangat drastis hanya dalam satu hari sungguh membuatnya heran. Tak ada lagi pria patuh baya yang gagah dengan otot-otot di lengan, pak Wilson mantan binaragawan yang berhenti karena mengalami cedera dan memilih untuk menjadi penjaga laboratorium. Yang terlihat hanyalah seorang pria tua dengan penampilan mengerikan seolah mengenakan kostum Halloween. Satu lagi yang membuat tautan di alis Lucas tak reda, pak Wilson yang selalu memandangi layar ponselnya. Seolah ada sesuatu yang menarik dari ponsel itu.
Sejak semalam pak Wilson tidak berhenti memandangi ponsel itu. Lucas curiga, juga penasaran. Apakah memang isi ponsel pak Wilson semenarik itu sehingga matanya selalu tertuju pada layar ponsel. Lucas tersenyum, menggeleng pelan mengusir pikiran ingin melihat isi ponsel pak Wilson. Ia tidak memiliki rasa keingintahuan sebesar itu. Ia bukan Peter yang tidak kuat menahan rasa penasaran.
Lucas memutar kunci kontak, kembali mengerutkan alis melihat keramaian di jalanan di depan laboratorium. Kondisi jalanan yang ramai berbanding terbalik dengan keadaan di dalam lab yang lengang. Lucas kembali berusaha mengabaikan, ia harus cepat tiba di rumah dan menghubungi ke dua orang tuanya. Sebelumnya ia juga harus singgah di toko ponsel, ia akan membeli telepon selular yang baru untuk menggantikan miliknya yang sedang bermasalah.
Lucas yang ingin menjalankan mobil mengurungkan niatnya. Pak Wilson tampak tertatih melangkah ke arah jalan raya. Ponsel sudah tidak berada di tangannya, entah di mana ia meletakkan benda persegi panjang itu Lucas tidak peduli. Yang menjadi perhatiannya saat ini adalah pria paruh baya itu yang semakin mempercepat langkah. Pak Wilson sepertinya ingin menyeberang, dan dilihat dari gerakannya yang melangkah cepat sepertinya ia tergesa. Lucas berdecak melihat itu, pak Wilson ingin menyeberang atau ingin mati? Lalu lintas sangat ramai, lebih ramai dari biasanya. Lucas tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Seolah semua kendaraan yang melaju di jalan raya ditumpahkan dari langit. Mereka juga memacu kendaraannya pada kecepatan di atas rata-rata.
Lucas kembali memusatkan tatapan pada pak Wilson. Pria itu sekarang berdiri di pinggir jalan, bersiap untuk menyeberang. Beberapa kali Lucas harus menahan napas, pak Wilson mencoba untuk menyeberang. Napas lega terembus dari mulut Lucas, pak Wilson mengurungkan niatnya, ia kembali pada posisi semula.
Namun, dugaan Lucas salah. Pak Wilson tidak kembali ke depan pintu laboratorium, pria itu malah melangkah ke arah sebuah mobil yang sedang melaju kencang. Lucas terpekik melihat tubuh tua itu terpental, dan jatuh menimpa tuang lampu jalanan yang berdiri di depan halaman parkir laboratorium. Beberapa detik Lucas terpana, takjub pada kejadian yang baru saja dilihatnya. Entah siapa yang bersalah dalam kejadian ini, pak Wilson yang ingin kembali ke laboratorium ataukah pengendara mobil yang tidak hati-hati mengendarai mobilnya.
Di detik kelima Lucas tersadar. Dengan cepat keluar dari mobil dan berlari kencang menuju tubuh pak Wilson yang sudah tidak bergerak. Lucas membalikkan tubuh pak Wilson, meletakkan kepala yang terkulai lemah di pangkuannya. Tubuh itu dipenuhi darah segar yang keluar dari mulut dan hidungnya. Lucas mengguncang tubuh pak Wilson beberapa kali, berusaha membuatnya tersadar. Namun, tubuh itu sudah ditinggalkan nyawanya. Pak Wilson tewas seketika setelah kecelakaan maut yang menimpanya.
Benarkah ini kecelakaan? Entahlah, Lucas tidak tahu. Semua ini terasa sangat janggal. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mobil itu menabrak tubuh pak Wilson dan melemparnya beberapa meter sampai mengenai tiang listrik. Ia juga melihat pak Wilson berlari ke arah mobil itu, seolah meminta untuk ditabrak. Lalu, apakah ini sebuah kecelakaan? Ataukah ada sesuatu yang membuat pak Wilson menabrakkan diri? Apakah pak Wilson mempunyai masalah dalam hidupnya? Sungguh, Lucas benar-benar kacau sekarang. Otak pintarnya yang biasanya bisa memecahkan teka-teki hanya dalam beberapa detik sekarang menjadi buntu.
"Tolong!" Lucas berteriak kencang, meminta pertolongan di tengah-tengah keramaian orang yang berlalu-lalang di depan laboratorium.
Keanehan lain terjadi. Orang-orang seolah tidak melihatnya, mereka berakting seolah tidak terjadi apa-apa. Kecelakaan yang menimpa pak Wilson bukanlah sesuatu yang perlu dijadikan pusat perhatian.
"Tolong!" teriak Lucas sekali lagi. Namun, orang-orang dan kendaraan yang lewat tetap tidak menghiraukannya. Mereka masih tetap pada aktivitas mereka. Dirinya dan pak Wilson seolah tidak terlihat di mata mereka.