Anne mendengus. Ia menatap gambar kerangka manusia di depannya. Yeah, sejak jadi mahasiswa kedokteran, yang ditatapnya emang gak jauh-jauh dari yang namanya ma-nu-sia. Ia sedang mempelajari hidupnya sendiri sebenarnya. Taaaaapi, kadang kala ia mentok dengan hal-hal remeh yang sebetulnya tidak susah. Namun terlihat sangat rumit bagi Anne. Berbeda dengan Farrel atau Ando yang mungkin Anne menyebutnya jenius, ia memang cerdas tapi cerdasnya masih normal tidak seperti mereka. Wajar kalau ia kadang susah mempelajari suatu hal. Sekarang saja, ia kesusahan menghapal nama-nama otot dan perbedaannya.
"Ann, mau ke kantin gak?" tawar Jihan. Gadis itu sudah menyelesaikan tugasnya. Ia bertanya tepat ditelinga Anne takut berisik.
"Duluan aja," titah Anne. Ia masih bergelut dengan otot-otot s****n ini. Kemudian menarik nafas dalam-dalam, mencoba berkonsentrasi lagi. Barangkali kurang dalam fokusnya.
Satu jam kemudian ia menyerah. Kemudian memilih pergi ke toilet yang ada di dalam perpustakaan. Lalu membasuh wajahnya dengan air. Ia keluar lagi dan memberesi buku-bukunya yang berserakan. Ia melirik jam tangannya yang menunjukan pukul dua siang. Belum makan siang sih karena malas. Nanti saja pikirnya. Toh ia masih punya waktu. Jadwal kelas terakhirnya masih satu jam lagi. Tapi ia putuskan untuk keluar dari perpustakaan dan mungkin berjalan menuju kantin.
Tiba di lobi perpustakaan, ia menyerahkan kartu mahasiswanya kemudian petugas mengembalikan tasnya. Ia mengambilnya dan hendak mencari bangku untuk mengatur barang-barangnya tapi.....
"Lu kali ih, Kaak!" tutur si cewek yang Anne kenal sebagai Nisa. Salah satu kakak tingkatnya yang sangat populer dan juga tercantik di fakultas mereka. Gadis itu tak hanya cantik, populer tapi modis dan juga kaya. Siapa pun tahu kalau ia salah satu anak menteri di Indonesia. Dan kini....gadis itu tampak asyik mengobrol dengan sosok lelaki yang semalam masih ramah menyapanya di apartemen Jihan. Apalagi sempat makan mie ayam bareng.
Tiba-tiba Anne merasa dunianya menjadi gelap. Ia mencoba mengalihkan tatapannya dari dua orang itu tapi tak bisa. Tangannya gemetar. Bahkan buku-buku yang dipegangnya ikut terguncang. Jangan tanya hatinya. Bagai ditelan longsor hingga hancur tertelan bumi. Yang seketika Anne ingat adalah Tuhannya.....barangkali ini petunjuk-Nya tentang cinta yang ia galau kan pada seseorang yang belum pasti. Namun ia menggeleng. Cinta ini bahkan baru di permukaan. Belum jatuh terlalu dalam namun rasanya bagai diinjak bumi. Sakit sekali.
Anne belum pernah merasa sesakit ini pada hatinya. Yang membuatnya tidak lupa adalah bagaimana tatapan Hamas pada Nisa. Yaaa...ia tahu....mungkin ia jauh dibanding Nisa. Ia bukan gadis modis. Ia tidak stylish. Ia tidak sepopuler Nisa. Bukan selebgram seperti Nisa. Tidak pernah berdandan seperti Nisa. Tidak sekece Nisa. Ia sangat-sangat jauh dari Nisa. Tapi mungkin satu hal yang masih ia punya. Setidaknya, ia masih berupaya mengamankan imannya yang tipis dari rasa sakit, iri, sekaligus cemburu pada gadis itu.
Cemburu?
Anne tertunduk. Ia merasa dirinya hanya perempuan yang bukan apa-apa. Ia tiba-tiba merasa kecil. Ia tiba-tiba merasa ah....mungkin ini saatnya untuk melupakan perasaan yang tidak seharusnya timbul pada lelaki yang sama sekali tak mengharapkannya.
Anne mengelap air matanya yang jatuh walau hanya setetes. Ia berusaha bangkit. Meski saat ia akan memasukan buku-bukunya, kertas-kertas yang terselip di dalamnya bertebaran jatuh ke lantai. Tak hanya itu. Ketika ia hendak memungut kertas-kertas itu, kotak pensilnya tersenggol dan juga jatuh berserakan berikut isinya. Seakan kesialannya belum cukup, ponsel yang usianya baru beberapa hari itu juga terjun bebas karena ia menaruhnya sembarang di atas buku yang tadi dibawanya. Suara ponsel ini lah yang membuat gaduh hingga banyak mata menatapnya. Bahkan dua orang yang asyik mengobrol dan duduk dalam satu sofa itu sampai menoleh ke arahnya. Petugas perpustakaan mengingatkannya agar tidak berisik di perpustakaan. Ia hanya mengeluh sambil terburu-buru merapikan semua barangnya dan memasukannya ke dalam tas secara serampangan.
Saat ia berdiri, ia merasakan matanya panas. Dengan cepat ia berjalan sambil menunduk tanpa peduli kalau ponselnya yang belum masuk secara utuh itu terjungkal dan kembali terjun bebas ke lantai. Beberapa orang memanggilnya tapi ia tak perduli. Ia malah berlari cepat dengan air mata yang tiba-tiba jatuh dan mengalir deras.
Tahu gak? Walau dalam keadaan sedarurat ini, ada hal yang membuat Anne sedikit merasa menang. Apa? Menurutnya, ternyata hanya setipe itu pilihan Hamas pada seorang perempuan yang hobi mengumbar aurat, yang lebih mementingkan kekecean penampilan tapi lupa kemurkaan Tuhannya. Sekarang coba pikir. Siapa yang tahu kapan waktunya akan mati? Walau kadang ada pengecualian.
Ingat p*****r yang memberi minum anjing kemudian masuk surga? Siapa yang bisa jamin bahwa dosa kita bisa diampuni seperti p*****r itu?
@@@
Anne gak pernah menyangka kalau ia akan secengeng ini. Untuk ukuran perempuan yang belum pernah jatuh cinta dan sekalinya merasakan yang namanya cemburu, ia malah menangis tersedu-sedu seperti ini. Ini aneh, tapi ia tak bisa menahan air yang terus berjatuhan dari matanya. Kini ia malah bersembunyi di toilet wanita dan tak peduli seberapa banyak orang mengetuk pintunya. Mungkin isakan tangisnya terdengar hingga ke luar. Aaah Anne sudah tak perduli.
Hampir setengah jam ia di dalam, ia mulai meredakan tangisnya yang tak bersuara itu. Kemudian mencari cermin di dalam tasnya. Melihat wajahnya yang super-super sembap dan kentara kalau ia baru menangis, benar-benar membuatnya keki, malu tapi juga merasa lucu. Entah lah, perasaannya campur aduk sekarang. Dibanding tadi yang terus terbayang Hamas dengan Nisa. Kini ia malah mengutuk mata merah, hidung merah dan tampang sembap yang ia ciptakan sendiri.
Selama hampir dua puluh menit, ia mengompres mukanya dengan tissue basah. Entah berguna atau tidak, tapi Anne merasa sedikit lebih lega dibanding sebelumnya. Akhirnya, ia baru berani keluar kemudian berkaca di depan cermin toilet yang lebih besar. Ia menghela nafas sebelum mengeluarkan pelembap dan bedak bayi yang selalu dibawanya. Ia olesi wajahnya dengan kedua barang itu. Kemudian menambahnya dengan eyeliner di mata bagian bawah. Setelahnya, ia menatap kembali wajahnya. Memang sih, tak ada yang berubah tapi lumayan menyamarkan wajah bengkak karena tangis. Meski tak sempurna tapi minimal ia menghindar agar tidak menjadi pusat perhatian.
Ia memberesi barang-barangnya. Kemudian berjalan keluar dari toilet. Sosok lelaki yang tadinya berkali-kali berdiri dan duduk bersandar di tembok tak jauh dari toilet pun segera tersadar melihat kemunculan Anne. Wajah lesunya menatap Anne kemudian mengulurkan tangan. Hal yang membuat Anne berhenti melangkah. Gadis itu menatapnya dengan sendu tapi terlihat sangat jutek sekali.
"Tadi jatuh di perpustakaan," tutur lelaki itu sambil mengulurkan ponsel Anne. Ia bisa melihat secara jelas wajah bengkak Anne yang berusaha disamarkan dengan dandanan yang menurutnya tidak berguna. Anne tetap cantik meski tak memakai apapun. Tapi masalahnya bukan itu. Melainkan Anne yang tak keluar toilet selama hampir sejam dan ia menungguinya di luar. Ia nyaris menerobos toilet perempuan itu andai tak ingat kalau itu adalah toilet perempuan. Yang ada, ia akan dipanggil komisi disiplin fakultas. Itu namanya nyari mati.
Anne mengambil ponselnya tanpa perlu berbasa-basi. Gadis itu berjalan melewatinya dan hendak ke kelas.
"Lupain cowok b******k kayak gitu," tuturnya tanpa mengejar Anne.
Anne sempat menghentikan langkahnya. Ia menoleh sekilas pada lelaki yang tangannya terkepal. Siapa maksudnya yang b******k? Dirinya sendiri? Begitu Anne mengejeknya dalam hati. Lalu Anne kembali melangkah tanpa ambil peduli. Kali ini ia melangkah besar-besar karena amarahnya kembali meluap.
Oke cowok b******k! dumel Anne dalam hati yang seolah menjawab kata-kata Hamas tadi.
@@@
"Ann! Ann! Ann!"
Paijo muncul entah dari mana. Tahu-tahu sudah menjajari langkah Anne yang hendak berjalan ke lobi. Anne ingin pulang usai menghadiri kelas terakhir yang berlangsung hingga jam lima tadi. Tapi akhirnya ia terbirit-b***t ke mushola untuk solat ashar. Kini, ia berjalan santai ke lobi untuk pulang. Omong-omong Ando sudah menungguinya di parkiran.
"Ada waktu gaaak? Kan gue bilang mau traktir donut!"
Anne menghela nafas. Mood-nya sedang jelek hari ini. Jadi ia berdecak menatap Paijo dengan wajah sebalnya.
"Lain kali aja, Kak," jawabnya dengan muka kesal yang sepersekian detik membuat Paijo terkekeh dalam hati. Wah wah wah, ia baru melihat wajah kesal milik Anne.
"Oke deh! Kalau kepengen, WA aja ya," tuturnya lantas menghentikan langkah. Membiarkan Anne pergi menjauh. Ia tak tahu kalau dari kejauhan sana, Hamas menatap dengan tatapan elang dan tangan terkepal.
Oke, ia memang tertarik pada Anne. Ia jatuh cinta pada Anne. Dan ia tak suka kalau ada satu pun lelaki yang mendekati Anne. Tapi melihat Anne mulai menangis di perpustakaan tadi, ia mulai merangkai ingatannya. Teringat Anne yang berbisik-bisik dengan Paijo saat debat lalu. Kemudian ia melihat Paijo dan Tessa duduk berdua di depannya saat di perpustakaan tadi. Dilihat dari gesture dan mendengar obrolan mereka, Hamas mengambil kesimpulan kalau Paijo sedang mendekati Tessa. Tapi....kenapa tadi ia juga mendatangi Anne? Namun bukan itu yang paling membuat kesal Hamas hari ini. Apa? Melainkan tangisan Anne yang Hamas kira untuk Paijo. Hamas yakin kalau Anne cemburu mati melihat Paijo berdua dengan Tessa. Lalu tadi? Si Paijo bukannya menangani Anne malah masih asyik mengobrol dengan Tessa. Kemudian kejadian barusan? Anne pergi begitu saja dari Paijo. Ya ia senang sih kalau Anne mengikuti kata-katanya agar menjauhi cowok b******k macam Paijo. Namun yang membuatnya paling tidak suka adalah....kenapa....kenapa Anne harus suka sama Paijo?
"Abaaaaaang!"
Dan gadis itu sudah melompat ke dalam pelukan Ando. Ando yang sedang bersandar di pintu mobil tentu saja terkaget. Apalagi saat menyadari kalau dadanya basah.
"Jangan liaaaat," rengeknya manja. Ia malu kalau dilihat Abangnya menangis. Anne mendadak mellow saja saat melihat Ando menungguinya di dekat mobil. Sementara Ando terkekeh. Ia gemas dengan adiknya ini. Untung istrinya tak lihat. Kalau enggak, perempuan yang satu itu juga mau dipeluk seperti ia memeluk Anne sekarang.
"Kenapa adek Abang?"
Ditanya begitu, Anne malah menggeleng dengan tangis tersedu-sedu. Hamas yang menatapnya dari jauh, tangannya semakin memerah karena terus menekan kap mobilnya. Lelaki itu makin keki melihat Paijo yang kini bersiul-siul tak merasa bersalah dan sedang berjalan ke arah lain. Andai boleh ikut campur, mungkin ia sudah menghajar Paijo habis-habisan. Berani-beraninya mempermainkan hati Anne! Ia yang mau mengejar saja susah mendapatkannya!
Hampir sepuluh menit keduanya saling berpelukan. Anne melepas pelukan lalu mengusap matanya. Ando terkekeh. Ia membantu adiknya menghapus air matanya itu.
"Jangan bilang Kak Farras ya, Bang," tuturnya. Ia tak mau diledek Farras karena cengeng. Ando malah terkekeh. Kemudian ia merangkul Anne dan mengajaknya masuk ke mobil. Ia membuka pintu mobil untuk Anne lalu menutupnya dan ia masuk melalui pintu kemudi.
@@@
"Ada apa?" tanya Farras begitu ia dan Anne tiba di rumah. Mata tajamnya langsung menelisik wajah Anne yang sembap tak karuan. Apalagi Anne berlari dari pintu hingga masuk ke kamar sambil menunduk. Kentara sekali jika terjadi sesuatu. Dan bukan Farras namanya kalau tak tahu ada yang ganjil.
"Apanya?" tanya Ando, berpura-pura tak mengerti pertanyaan istrinya. Farras malah menelisik wajahnya yang malah salah tingkah. Ia memang tak pandai menyembunyikan sesuatu dari Farras. Perempuan ini selalu tahu. Tapi lama-lama malah jadi grogi ya? Sampai mukanya merah dan itu membuat Farras tertawa.
"Ayooo Abi m***m yaaaa?" ledek perempuan itu lantas tertawa-tawa meninggalkan Ando. Ando bukannya m***m tapi Farras saja yang keterlaluan menatapnya hingga dag-dig-dug begitu jantungnya. Untung gak mati kan?
Sementara Anne baru saja menghempas badan di atas tempat tidur. Kakinya menendang-nendang kasur. Kesal sekali rasanya tiap teringat dua orang itu. Ia heran, kenapa sih mereka harus dekat?
O-oh oke, Anne. Ia salah melemparkan pertanyaan itu. Memangnya Hamas siapanya? Pacar? Bukan. Suami? Apalagi. Teman? Sulit juga dibilang begitu. Susah kan?
Ya sudah lah, Anne. Mari lupakan, ajak hatinya tapi beberapa detik kemudian tubuhnya bergelinjang hingga akhirnya suara 'gedebuk' keras memenuhi rumah. Ia mengeluh kesakitan. Ia baru saja terjun bebas dari atas tempat tidur.
"Ann?" tegur Ando. Lelaki itu mengetuk-etuk kamar adik kecilnya tapi Anne sibuk meringis. "Ann, kenapa?"
"Jatuh kali, Bi," tutur Farras yang melintas di belakangnya. Perempuan itu hendak berjalan masuk ke kamar mereka. "Udah sih, biarin aja. Ann udah gede," lanjutnya. Tapi Ando masih me manggil-manggil Anne. "Abiiii! Iiih! Sini sama Ras aja! Ras urus Abi siniii!" pintanya yang sudah berdiri di pintu kamar. Tapi Ando masih abai, Farras berdecak.
"Ann cuma jatuh, Abaaang! Gak apa-apa!" teriak Anne dari dalam. Ando menghela nafas lantas baru mau berbalik, Farras menarik lengannya dengan kuat dan menyeretnya hingga masuk ke kamar.
Cuma jatuh cinta, abang. Ann gak apa-apa. Abis jatuh terus patah hati.
@@@
"Abaaaaang! Jangan lupa loh, temani Ann belajaaar!" teriaknya pada Ando yang baru saja berangkat untuk solat isya di masjid. Abangnya hanya mengangguk dari kejauhan sana. Anne berjalan masuk lagi ke kamar. Saat menaiki tangga....
"Iya, moom?" Farras berseru.
"Gosiiip muluuu," nyinyir adik iparnya lantas membuat Farras mendelik. Sara tertawa. Roman-romannya malam ini akan ada keributan di rumah ini. Pasalnya, sedari makan bersama tadi, Farras dan Anne sibuk saling berketus dan bernyinyir ria. Entah apa asal-muasal sebabnya.
"Tapi baik juga gak cukup, mom. Minimal kan harus ada rasa tertarik san rasa suka. Kalau cinta kan bisa menyusul."
"Walau ada yang katanya cinta karena terbiasa ya?" ledek mommy. Farras tertawa. Ia sih tak bilang begitu untuk cintanya pada Ando. Kalau ditanya, kapan mulai suka dengan Ando pun Farras bingung. Tahu-tahu sudah cemburu saja.
"Tapi mom sama daddy du--"
BRAKKK
Farras berdesis. Ucapannya diganggu oleh bantingan pintu kamar Anne. Sara tertawa lagi. Kalau Tiara dan Anne yang bertengkar, itu tak seru karena Tiara cepat mengalah. Mungkin juga karena Tiara jauh lebih tua dibanding Anne. Perbedaan usia mereka kan cukup jauh. Sekitar 12 tahun. Kalau Farras kan hanya empat tahun. Dan lagi, walau kadang suka akur tapi kalau sudah bertengkar....
"Mom sama daddy dulu katanya pernah pacaran. Jauh sebelum menikah itu," ia melanjutkan pertanyaannya.
"Mom kalau ingat itu masih berasa marahnya sama daddy-mu itu."
Farras tertawa. "Memangnya kenapa, mom?"
"Terakhir waktu mom konfirmasi soal pacaran itu, jauh sebelum daddy-mu nikah ninggalin mom itu, daddy-mu bilang, 'abang gak serius waktu itu,' begitu," ceritanya dan membuat Farras tertawa terbahak-bahak. "Ngeselin kan daddy-mu itu. Emang dasar yang namanya cowok itu gak bisa dipegang janjinya."
"KETAWANYA GAK USAH KENCENG-KENCENG KALI! GAK TAHU APA ORANG LAGI BELAJAR!" teriak Anne dari dalam kamar. Sara tergelak sementara menantunya berdesis lagi. Cari gara-gara, pikirnya.
Baru mau balas berteriak, Sara menyergah Farras. "Udah biarin aja. Lagi uring-uringan itu pasti. Entah dapat nilai jelek apalagi."
"ANN DENGER TAHU, MOOOOM!"
Kedua perempuan itu tergelak. Astaga, Anne lucu sekali. Kenapa sih? Farras kan jadi kepo. Padahal ia sudah lupa loh soal wajah sendu Anne magrib tadi. Sekarang terbayang lagi. Sepertinya, ia harus menginterogasi suaminya. Suaminya terlihat mengetahui sesuatu. Maka tak lama, Ando memang muncul bersama Feri. Keduanya mengucap salam saat masuk ke dalam rumah.
"Biiiiii!" panggil perempuan. Ia sudah melupakan apa yang baru saja diobrolkan dengan mommy mertua. Kini malah menjajari langkah Ando yang hendak berjalan menuju kamar. "Abi udah janji loh, malam ini," tuturnya. Kening Ando mengerut.
"Janji apa?"
Ia lupa. Perempuan itu berdesis sambil menarik lengannya kemudian menggandengnya menuju kamar. "Janji ke mall bareng Ras. Ras mau beli produk-produk kecantikaaaan!" serunya.
Aah iya, Ando mengangguk-angguk namun suara 'braak' pintu Anne menghentikan langkah keduanya. "IIIIIH! ABANG ANDO KAN UDAH JANJI MAU NEMENIN ANN BELAJAR MALAM INI!" teriaknya.
"Belajar kan bisa sendiri, Ann," tutur Farras. Tak mau mengalah. Ando langsung pusing kepala. Dua perempuan ini kalau sudah bertengkar, mainnya beringas. Sementara Sara dan Feri kompak melihat ke lantai atas.
"Iiih! Kak Farras kan udah sering sama Abang Ando! Malam ini gantian sama Ann! Ann kan cuma minta temenin belajar!"
Dan dua perempuan itu mulai bertengkar. Feri dan Sara pusing kepala mendengarnya. Feri memberi kode pada Sara untuk meninggalkan rumah saja. Biar kan Ando yang selesaikan masalah itu. Keduanya memutuskan untuk keluar dan berjalan kaki ke rumah mami. Sementara Ando yang diperebutkan berada ditengah-tengah keduanya. Di kiri dan kanannya ada adiknya dan istrinya. Keduanya saling menarik lengannya. Kadang badannya oleng ke kiri, kadang oleng ke kanan.
"Gak bisaaaa! Beberapa hari ini Abi tuh lembur terus, Ann! Kakak juga jarang bareng iiih! Lagian cuma belanja bentar iiih!" ia tak terima. Tapi Ando tak percaya kalau acara belanja itu hanya akan sebentar. Hahaha. Paslanya, Ando sudah sering berbelanja bersama Farras dan perempuan itu belum akan pulang sebelum mallnya tutup. Hihihi.
Anne menarik lengan Ando. "Bentar doaaaang. Palingan sampe jam dua belas sih. Pelit amat! Ntar Ann hasut biar Abang nyari istri baru loh!" ancamnya yang membuat wajah Farras keki. Ando terkekeh-kekeh dalam hati mendengar ancaman itu. Sangat-sangat tidak elit menurutnya.
"Itu sih udah keburu tutup mall-nya!" keluhnya. Ia menarik lengan suaminya dengan beringas hingga Ando terbawa ke arahnya. "Ann kapan-kapan aja sih! Lagian belajar kan biasanya juga sendiri! Ngapain coba sama Abi?!"
"Ya terserah Ann doong! Bang Ando kan Abangnya Ann! Weeee!"
"Tapi ini suami Ras tauuuuuuk!" keluhnya. Ia baru saja menarik tubuh Ando kembali padanya. Lelaki itu benar-benar pasrah dikeroyok seperti itu.
"Abi! Abi! Abi liat Ras!" tuturnya dengan galak dan tangannya sudah tak pada lengan Ando melainkan wajah Ando yang kini pipinya menggembung ditekan jari Farras. "Kalo sampe Abiii," ia memulai ancamannya tapi belum selesai bicara, Anne mengambil alih. Kali ini pipi Ando kembali menggembung karena ditekan jemari Anne dan gadis itu menjinjit.
"Abang! Abang! Pilih Ann atau Kak Ras?!"
Ia juga bertanya dengan nada mengancam. Astaga! Kalau disuruh milih begini mana bisaaaa! Yang satunya adik kandung, yang satu yaa istrinya.
Sementara mommy dan daddy-nya sudah mengobrol dan menceritakan apa yang sedang terjadi di rumah pada Papi dan Mami yang kini terpingkal-pingkal. Pertengkaran yang selalu berlangsung alot selama setahun terakhir ini jadi hiburan tersendiri bagi mereka.
"Biasa lah itu. Ann kan masih belum terbiasa ditinggal Ando menikah. Nanti juga kalau sudah lama menikah, Ann akan mulai terbiasa," tutur papi dengan nada geli membayangkan cucu-cucunya rebutan Ando. Mana saling bacotan pula. Mana keduanya juga tak ada yang mau mengalah. Mana mainnya juga beringas. Dijamin, entah bagian tubuh Ando yang mana yang akan merah-merah malam ini karena ulah kedua perempuan itu.
@@@