***
Eruca Alp Corporation, Dubai, Uni Emirat Arab.,
Ruangan Rapat.,
Sore hari.,
Mereka mulai beranjak dari posisi duduk mereka masing-masing. Dan saling berjabatan tangan. Pria berjulukan Mr. Black itu kembali membuka suaranya.
”Terima kasih atas kerja sama kita, Mr. Bakhri.” Ucap Agha menjabat tangan kanan Fakra.
Fakra mengangguk iya.
”Sama-sama, Mr. Alecjandro. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk kolaborasi antar perusahaan kita di proyek perdana kita ini.” Jawab Fakra.
Pria bernama Agha itu kembali membuka suaranya, dan mulai mengulurkan tangan kanannya ke arah pria bernama Adyrga.
”Dan terima kasih untuk kesempatan waktu Anda berkunjung ke perusahaan kami, Mr. Dyrga. Suatu kebanggaan tersendiri untuk saya pribadi.” Ucap Agha tersenyum ramah dan direspon anggukan kepala oleh Dyrga.
Dyrga membalas jabatan tangan pria yang pernah menjadi rekan bisnis Daddy nya, Zu.
”Terima kasih kembali, Mr. Alecjandro. Suatu kehormatan bagi saya sudah dilayani dengan ramah disini.” Ucap Dyrga lalu melepas jabatan tangan mereka.
Agha, dia kembali membuka suaranya.
”Mengenai fasilitas yang kami berikan pada Anda, Mr. Dyrga. Saya berharap Anda bisa menikmatinya sepuas Anda.” Ucap Agha dengan senyuman masih terpahat di wajah tampannya.
Fakra dan Dyrga membalas senyumannya. Dengan posisi mereka yang masih berjalan lambat menuju pintu utama ruangan rapat, seraya hendak keluar dari ruangan itu. Dyrga, dia kembali membuka suaranya.
”Sejujurnya saya juga bingung, Mr. Alecjandro. Saya harus menikmati semua fasilitas itu atas nama Eruca Alp Corporation atau Universitas Dubai.” Ucapnya bersuara santai dengan senyuman kecil di wajahnya. Seraya memberitahu jika dirinya juga ditawarkan fasilitas yang sama oleh pihak Universitas Dubai.
Agha dan Fakra hanya bisa tersenyum kekeh sambil menganggukkan kepalanya, seraya membenarkan ucapan Dyrga.
Agha, dia kembali melanjutkan kalimatnya.
”Untuk hal itu, terserah bagaimana Anda menganggapnya, Mr. Dyrga. Karena kalian tahu sendiri, perusahaan saya juga merupakan donatur di Universitas Dubai. Dan mereka meminta kami untuk memberikan fasilitas VVIP untuk kalian.” Ucap Agha dengan suara seraknya sambil tertawa pelan.
Fakra ikut tersenyum mendengarnya. Sedangkan Dyrga, dia hanya mencetak senyuamn tipis saja di wajahnya yang penuh wibawa.
Dan mereka pun keluar dari ruangan penuh ketegangan itu, setelah menyelesaikan rapat selama hampir 3 jam lamanya.
...
Ruangan kerja Mr. Alecjandro.,
Sore hari.,
Seorang pria sudah terbebas dari jeratan dasi yang sedari tadi melingkar di kerah kemeja berwarna biru dongkernya. Jas mahalnya juga sudah melayang di sandaran kursinya. Lengan kemejanya sudah tergulung sampai batas siku.
Dia menyandarkan nyaman punggungnya di kursi kebesarannya. Dengan tangan kirinya menyapa pinggiran kursi kebesarannya, sedangkan tangan kanannya memijit keningnya.
Pria itu adalah Agha, Agha Gohan Alecjandro. Jam sudah menunjukkan waktu sore. Dan seharusnya dia sudah pulang dari kantor sedari tadi.
Tetapi sungguh tidak bisa dipungkiri, jika dirinya belum siap untuk berjumpa dengan putri semata wayangnya itu. Dia yakin putrinya, Ayra pasti akan mengacuhkannya. Dan jika itu terlihat di mata istri kesayangannya, Zuha. Maka habis lah dia.
Istrinya, Zuha pasti akan memarahinya karena tidak bisa memenuhi keinginan putri semata wayang mereka. Juga belum menutup akses masuk The Levent Coltar Discotic milik istrinya dari para mahasiswa atau usia remaja dibawah 25 tahun.
Agha, dia tentu bisa melakukan hal itu. Tetapi keinginan istrinya tidak bisa dia lakukan. Karena itu akan mengancam kemajuan diskotik yang kini sudah berada di bawah naungan Eruca Alp Corporation.
Dia tentu saja tidak mau jika warisan dari keluarga istrinya menjadi kolaps. Karena Agha sendiri tahu, hanya itu yang menjadi peninggalan satu-satunya almarhum Mama mertuanya untuk istrinya, Zuhayra Can Gulbahar.
Agha, dia masih terus memikirkan putri semata wayangnya yang marah padanya. Bahkan pesan dan panggilan teleponnya sudah tidak terjawab lagi. Dia mulai bergumam pelan.
”Kenapa kau selalu membuat Daddy pusing, Princess.” Gumam Agha pelan lalu menghela panjang nafasnya.
Yah! Agha sungguh menyesali menolak permintaan putri semata wayangnya itu. Hingga berakhir seperti ini. Putrinya belum membalas pesannya, bahkan tidak mau mengangkat panggilan teleponnya darinya.
Saat ini, dirinya sungguh sangat stres sekali. Pengobat stresnya adalah istrinya. Dia pikir, dia harus kembali ke mansion sekarang.
Karena bercinta dengan istrinya adalah obat utamanya meredakan rasa penat dan stressnya selama seharian berhadapan dengan segala kesibukannya. Terutama masalahnya dengan putri semata wayangnya, Ayra Gohan Alecjandro.
Tiba-tiba, suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.
Tokk.. Tokk.. Tokk..
”Masuk.” Ucap Agha lalu beranjak dari duduknya.
Ceklek...
Dia mulai mengambil jas mahal berwarna biru dongkernya yang tersampir di sandaran kursi kebesarannya. Dan menjangkau ponsel miliknya yang terletak di laci meja kerjanya.
Takk.. Tokk.. Takk.. Tokk..
Pendengaran Agha menangkap suara hentakan heels yang berjalan masuk ke dalam ruangan kerjanya.
”Selamat sore, Mr. Agha.” Ucap seseorang yang kini berjalan masuk mendekati meja kerjanya.
Agha, dia berbalik badan melihat sumber suara itu.
Senyuman manis penuh dusta tercetak di bibir tipis seorang wanita yang kini berada di hadapannya. Wanita tinggi semampai dengan wajah cantiknya, dan bisa diperkirakan wanita itu berusia sama dengan putri semata wayangnya.
Agha dia menatap wanita itu. Wajah datarnya menyiratkan bahwa dirinya tengah menahan sesuatu di tubuhnya saat ini.
Tidak ingin terlarut dalam tatapan wanita yang saat ini tengah berhadapan dengannya, Agha mulai memakai jas biru dongkernya. Dan berjalan memutari meja, hendak melangkahkan kakinya menuju lift yang ada di ruangan kerjanya.
Saat dirinya melewati wanita itu. Wanita itu mulai membuka suaranya.
”Tunggu, Baby.” Ucap wanita itu berbalik badan menghadap Agha yang tengah membelakangi dirinya. Dia tahu, kalau pria bernama Agha itu pasti akan menghentikan langkah kakinya.
Wanita itu mulai berjalan mendekati sang pemilik tubuh kekar di usianya yang sudah paruh baya. Saat dia hendak membuka suaranya kembali, suara pintu terbuka mengalihkan perhatian wanita itu.
Ceklek...
‘s**t!’ Bathin wanita itu seraya ingin mengumpat seseorang yang berani mengganggu waktunya.
Seorang pria dengan tergesa-gesa memasuki ruangan kerja Boss nya. Dia mulai membuka suaranya.
”Maaf, Mr. Alecjandro.” Ucap pria itu seraya menunduk hormat padanya.
Pria yang bekerja sebagai sekretaris kantornya itu, dia melirik wanita yang berada di dekat Boss nya.
Wanita itu, tidak peduli dengan siapa yang datang. Dia kembali melakukan keinginannya.
”Kau tidak merindukanku...” Ucap wanita itu mulai memainkan jemari kirinya menyusuri lengan kekar yang sudah berbalut jas biru dongkernya.
”Mr. Black.” Ucap wanita itu mulai menghadap Agha, dengan wajah nakalnya bak jalang berpengalaman.
Saat jemari lentik kirinya mulai menjalar pada d**a bidang Agha, tangannya tercekal.
”Hentikan sikap jalang mu ini.” Ucap Agha dengan pandangan ke kiri melihat sekretaris kantornya yang sudah menundukkan pandangannya ke bawah seraya takut.
Wanita itu tersenyum menang mendengar kalimat yang diucapkan Agha barusan.
”Pergi lah. Dan jangan sampai aku khilaf padamu.” Ucapnya lagi mengeraskan rahangnya, seraya menahan sesuatu yang tertahan di tubuhnya. Dia lalu melepas cekalan tangannya dari tangan kiri wanita itu.
Wanita itu berjalan mundur tiga langkah ke belakang, dan kembali membuka suaranya.
”Kenapa ? Kau tidak menginginkan diriku ? Atau putrimu...” Ucap wanita itu lalu disela cepat oleh Agha.
”Cukup! Ini adalah pertama dan terakhir kalinya kau menginjakkan kakimu di kantor ku. Pergi lah jauh dan sejauh mungkin, jika kau tidak ingin bernasib sama.” Ucap Agha bersuara dingin, dengan tatapan intensnya pada wanita itu.
Glek!
Wanita itu seketika susah menegukkan salivanya. Mendengar kalimat tajam Agha yang tidak hanya sekedar lelucon, wanita itu kembali membuka suaranya.
”Kau bisa melakukan semuanya, Agha. Dan aku...” Ucapnya dan kembali disela oleh Agha.
”Dan aku bisa melakukan apapun yang ku mau. Termasuk melenyapkan mu detik ini juga.” Ucap Agha penuh penekanan, dan mulai berjalan pelan mendekati wanita itu.
Glek!
Wanita itu mulai berkeringat dingin, melihat Agha mulai mendekatinya tanpa tatapan bersahabat.
Sedangkan sekretaris pribadinya, dia semakin tidak bisa berpikir jernih saat ini. Dia tahu, jika Boss nya mulai tidak bisa mengontrol emosinya.
Wanita itu mulai menundukkan kepalanya ke bawah. Dan kembali membuka suaranya, walau dalam keadaan gugupnya saat ini.
”De... dengar! Aku seperti ini juga karena dirimu! Kau paham itu!” Ucapnya dengan suara gugup dan keadaan tubuh sudah berkeringat dingin.
Agha, dia menghentikan langkah kakinya. Dia terdiam beberapa detik, dan mulai membuka suaranya kembali.
”Dan kau sudah pikirkan ucapan mu itu ?” Ucap Agha dingin, seraya bertanya tanpa meminta sebuah jawaban dari wanita itu.
Dia kembali melanjutkan kalimatnya.
”Aku bertanggung jawab sepenuhnya, untuk semuanya. Dan kau bisa melanjutkan hidupmu dengan sesuka hatimu. Sampai kau benar-benar menikah dengan pria pilihan mu.” Ucap Agha masih menatapnya intens.
Wanita itu, dia kembali mendongakkan kepalanya. Dan membuka suaranya lagi.
”Kau pikir semua ini mudah bagiku ? Kalian para penguasa, selalu bersikap semena-mena! Aku mau satu apartemen di New York! Dan segala fasilitas mewah, kartu dan semuanya! Sekarang! Aku tidak akan kembali lagi ke Dubai!” Ucap wanita itu meninggikan nada bicaranya dengan nafas tersengal, sambil berlalu pergi meninggalkan ruangan kerjanya itu.
Agha, dia menghela panjang nafasnya. Melihat amarah wanita itu.
Wanita itu, dalam langkah kakinya. Dia masih sempat melirik sekretaris kantor Agha. Dan hanya dibalas senyuman oleh sekretaris Agha.
Saat hentakan heels wanita itu sudah tidak terdengar lagi di telinga mereka, Agha kembali membuka suaranya.
”Beri apa yang dia inginkan. Pastikan dia tidak menyentuh keluargaku. Perhatikan jejaknya dan para ajudan yang bekerja dengannya.” Ucap Agha dan direspon anggukan iya oleh sekretaris kantornya.
”Baik, Mr. Black.” Ucap sekretaris pribadinya menunduk hormat. Dia kembali melanjutkan kalimatnya.
”Dan mobil Anda sudah menunggu Anda di bawah.” Ucapnya sebagai kalimat terakhirnya dan diangguki iya oleh Agha.
”Terima kasih.” Ucap Agha kembali melanjutkan langkah kakinya menuju lift.
Sekretaris pribadinya berjalan mendahului Boss nya, Agha. Dan segera menekan tombol lift untuknya. Mereka lalu turun ke lantai dasar.
***
Di dalam perjalanan.,
Pria yang masih sibuk dengan Ipad yang ada di tangan kirinya, dia kembali membuka suaranya.
”Hari ini jadwal sudah selesai, Tuan. Apakah ada hal lain yang ingin Anda lakukan sore ini hingga malam nanti, Mr. Dyrga ?” Tanya pria itu dengan posisi duduknya tepat di samping supir.
Pria itu, Dyrga. Dia mulai membuka suaranya.
”Tidak ada. Dan aku hanya ingin beristirahat.” Jawab Dyrga masih memainkan ponsel miliknya. Dia melanjutkan kalimatnya lagi.
”Kau boleh beristirahat. Dan menikmati waktu mu sampai lusa, Charl.” Ucap Dyrga dan direspon lagi oleh sekretaris pribadinya, Charlow Fernandez.
”Bagaimana dengan fasilitas yang diberikan oleh pihak Universitas Dubai dan Eruca Alp Corporation, Tuan ? Apa Anda mau memakai fasilitas dari mereka ? Atau kita kembali ke mansion sekarang ?” Tanya Charlow seraya mengingatkan kembali Boss nya tentang fasilitas yang bisa Boss nya pakai selama dia berada di Dubai.
Dyrga, dia menghentikan pergerakan jemarinya pada layar ponselnya. Dia berpikir sejenak. Tidak ada salahnya jika dia memakai fasilitas dari mereka. Mengingat segala kegiatannya selama di Dubai seperti membantu dirinya untuk berlibur tanpa tekanan pekerjaan yang membebankan pikiran.
Dia kembali membuka suaranya.
”Aku akan memakainya. Sekarang, kita akan ke mansion terlebih dahulu. Setelah itu, antar aku ke diskotik mereka. Siapkan semuanya. Aku bisa pulang sendiri ke Hotel mereka. Dan akan balik sari sana sampai lusa nanti.” Ucap Dyrga mendetail seraya memutuskan, dan diangguki iya oleh sekretaris pribadinya yang akrab disapa Charlow.
”Baik, Tuan.” Jawab Charlow lalu mengetik sebuah pesan pada layar ponsel miliknya.
Dyrga, dia memberitahu sekretaris pribadinya, untuk menyiapkan mobil miliknya ke diskotik yang akan dia tuju sebagai kendaraan untuk dia kembali ke Hotel nanti. Sekaligus menyiapkan pakaian yang dia butuhkan selama dia menginap di The Levent Coltar Hotel.
***
The Levent Coltar Discotic, Dubai, Uni Emirat Arab.,
Sore hari.,
Dua orang mahasiswa cantik tengah berdandan di dalam mobil mewah berlogo banteng milik seorang wanita yang merupakan putri semata wayang dari dua orang yang berinisial Mr. Black dan Miss White. Mereka berdandan cantik seraya ingin mendatangi tempat tertentu untuk memulai sebuah kencan indah.
Tetapi, tentu saja bukan itu yang menjadi tujuan utama mereka berdandan. Sebuah gedung elit berbintang lima yang saat ini mereka datangi lah yang menjadi fokus utama mereka.
Seorang wanita yang masih tetap cantik dengan dress sebatas lututnya yang berwarna biru langit, dia mulai membuka suaranya.
”Penampilanku sudah oke kan, Elina ?” Tanya wanita itu kepada teman sekampusnya, Elina Harzag.
Wanita bernama Elina itu menoleh ke kanan. Dia mengangguk iya.
”Hmm... Sudah pas. Tapi...” Ucap Elina pelan dan terhenti, memicingkan kedua matanya, seraya meneliti pakaian yang dikenakan wanita bernama asli Ayra Gohan Alecjandro itu.
Ayra, dia menatap serius temannya. Sekilas dia melihat dress nya.
”Ada apa ? Apa pakaianku terlihat sangat kusut ?” Tanya Ayra sambil merapikan dress nya.
Elina menggelengkan pelan kepalanya.
”Bukan, Ayra. Bukan itu.” Jawab Elina menghela panjang nafasnya.
”Lalu apa ?” Tanya Ayra penasaran menghadap Elina yang saat ini tengah melempar tatapan tajamnya pada Ayra. Dan melihatnya dari atas sampai bawah.
”Ayra, kau yakin tidak mau berganti busana ? Pakaian yang kita beli tadi akan sia-sia, Ayra.” Tanya Elina padanya.
Ayra diam dengan wajahnya dibuat gemas. Dia menggelengkan pelan kepalanya.
”Tidak, Elina. Aku nyaman dengan ini. Dan pakaian itu, untukmu saja. Aku pikir, itu terlalu seksi. Dan Mommy ku, dia melarangku keras memakai pakaian bertali satu seperti itu.” Ucap Ayra lalu menyusun semua peralatan make upnya.
Elina mengangguk iya, dan menghela panjang nafasnya. Dia kembali membuka suaranya.
”Lalu, kau yakin wik mu bisa mengelabui mereka ?” Tanya Elina memperhatikan Ayra yang sedang memakai wik berwarna hitamnya.
”Tentu saja. Aku juga sudah memakai make up super tebal seperti ini. Coba kau lihat aku ? Apa kau masih bisa menandai diriku ?” Tanya Ayra kembali menghadap Elina.
Elina, dia mengulum senyumnya dan hampir tertawa kekeh.
”Sungguh, Ayra. Kau terlihat berbeda. Apalagi rambut keritingmu menambah karaktermu sebagai pemain antagonis seperti yang ada di film-film.” Ucap Elina sedikit terkekeh dan direspon tawa oleh Ayra.
”Kau benar, Elina. Tidak sia-sia aku membeli wik ini.” Ucap Ayra lalu bercermin kembali dengan cermin kecil yang ada di tangan kirinya.
”Kau ini, mendapat ide dari mana ? Menyamar penampilan mu sampai kita pulang nanti ?” Tanya Elina dengan menggelengkan pelan kepalanya sembari mengatur rambutnya kembali.
Ayra tersenyum geli.
”Entah lah. Ide ini, terlintas begitu saja di pikiranku.” Jawabnya lagi masih bercermin disana.
Dan dia kembali melanjutkan kalimatnya.
”Oh iya, sebentar aku mau menghubungi Pricil.” Ucap Ayra lalu mengambil ponselnya dari dalam tasnya.
”Okay.” Jawab Elina santai masih melakukan kegiatannya.
Ayra mengetik sebuah nama di layar ponselnya. Dan menghubungi nama itu.
”Hallo, Pricil.”
”...”
”Ah kau sudah tahu ternyata. Iya, aku sudah di depan gedung. Kau bisa menolong ku, bukan ?”
”...”
”Iya, iya. Aku berjanji akan pulang sebelum jam 9 malam.”
”...”
”Jangan sampai Uncle dan Aunty tahu, kau mengerti ?”
”...”
”Iya, Pricil. Aku berjanji.”
”...”
”Iya, tenang saja. Minggu depan setelah ulangan, aku akan menemani mu.”
”...”
”Oke. Terima kasih sepupu terbaikku!”
”...”
Tutt.. Tutt.. Tutt..
Pricil, Priciliya Leon. Wanita berusia 25 tahun, merupakan anak dari Jonathan Leon dan Carlaneza Leon. Dia sepupu satu-satunya Ayra yang sangat memahami Ayra dan selalu membantu Ayra dalam segala kesusahannya untuk urusan hang out bersama dengan teman-temannya.
Dan Ayra, dia meminta Pricil untuk membantunya melancarkan kegiatan berpestanya bersama dengan teman-temannya di diskotik miliknya sendiri. Tentu saja Pricil tahu, kalau Ayra tidak pernah diperbolehkan oleh kedua orang tuanya untuk memasuki diskotik manapun termasuk diskotik miliknya sendiri.
***
Mansion Alecjandro, Dubai, Uni Emirat Arab.,
Taman belakang mansion.,
Sore hari.,
Seorang wanita tengah bersantai di taman belakang mansionnya, tepat di sebelah kolam renang yang luas itu. Dia baru saja menutup panggilan telepon dari seseorang.
Dia menghela panjang nafasnya.
”Haahh...”
”Untung kau adalah sepupuku...”
”Kalau tidak, aku mungkin akan masa bodoh...”
Sedetik kemudian, dia kembali bergumam pelan.
”Semoga penyamaran mu tidak diketahui oleh mereka, Ayra...”
Gumam wanita itu pelan sambil menatap layar ponsel miliknya.
Suara seorang wanita mengalihkan perhatiannya.
”Sayang, kau dimana ?”
Wanita itu mulai beranjak dari duduknya.
”Aku disini, Mom. Aku segera kesana.” Ucap wanita itu sedikit berteriak dan mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam mansion.
***
The Levent Coltar Discotic, Dubai, Uni Emirat Arab.,
Malam hari.,
Suara dentuman musik DJ terdengar begitu keras di setiap sudut ruangan. Cahaya lampu remang-remang yang menghiasi ruangan penuh umat itu menambah gairah untuk sebagian orang yang menikmati indahnya malam di tempat bak surga dunia ini.
Teriakan semua orang bergema ketika sang DJ mulai memainkan alatnya diatas sana. Begitu juga orang-orang yang berada di satu meja bar VVIP yang terletak di lantai dasar.
Mereka saling berterak kencang sambil memegang satu gelas berisi cairan bening di dalamnya. Hampir tiga jam mereka berada di ruangan ini, tidak membuat mereka bosan atau penat.
Justru ini merupakan tempat mereka melepas penat dan berhura-hura seakan tengah menghabiskan uang mereka. Dan sebagian dari mereka bahkan sudah hampir tidak sadarkan diri akibat minum terlalu banyak.
Seorang wanita yang sudah terlihat mabuk, dia mencoba menyodorkan satu gelas kecil berisi cairan bening kepada wanita yang sedari tadi tersenyum kecut dan hanya meminum segelas cucu coklat dingin.
”Hey, Ayra. Ayo coba ini. Ini sangat nikmat. Kau bisa melayang-layang.” Ucap wanita itu padanya dalam keadaan sudah mabuk.
”Tidak, Elina. Sudah cukup. Kau sudah terlalu banyak minum. Ayo kita pulang.” Ucapnya mengambil gelas itu, dan meletakkannya kembali diatas meja bar.
...
Seorang pria dengan kemeja putihnya yang sudah digulung sampai batas siku. Kemejanya yang sudah lolos dari kata rapi. Tetapi jiwa wibawanya tentu saja masih terlihat dari wajah dingin dan penuh misteri seperti dia.
Pria itu, Adyrga Abraham Althaf. Dengan pakaiannya yang belum berganti, meskipun dirinya sudah balik ke mansion Al-Bakhri. Penampilannya yang terlihat berantakan sudah menjadi buronan banyak pasang mata sejak dirinya memasuki pintu utama bangunan berbintang lima itu, The Levent Coltar Discotic.
Langkah tegapnya yang terlihat santai, menyiratkan dirinya yang sudah terbiasa dengan tatapan buas para wanita yang datang ke tempat penuh irama dan dentuman musik bernuansa panas disana. Sorotan tajamnya masih terus menyusuri seisi bangunan berbintang lima yang saat ini dia pijaki.
Tidak dia pungkiri, jika dirinya memandang takjub bangunan yang didesain dengan sangat elegan. Penempatan ruangan dan bar disetiap titik, sungguh disusun dengan penuh kata glamour.
Sadar bahwa dirinya sudah menjadi bahan tontonan kenikmatan oleh banyak pasang mata disana, membuat Dyrga menghentikan langkah kakinya. Dia sedikit berbalik badan dan membuka suaranya.
”Siapkan ruangan VVIP.” Ucap Dyrga kepada salah satu karyawan diskotik berbintang lima itu, yang sudah disiapkan khusus untuk melayangi segala permintaan dan keinginannya selama berada di diskotik yang sering dikunjungi oleh para pengusaha kelas menengah ke atas.
Pekerja pria yang ada tepat di belakangnya, dia mulai menjawabnya.
”Baik, Tuan. Ruangan VVIP Anda sudah kami siapkan. Mari ikuti saya.” Jawabnya dan melangkahkan kakinya, berjalan mendahului Dyrga.
Dyrga mengikuti langkah kaki pekerja itu. Membiarkan semua orang memandangnya penuh senyuman iblis, baik pria maupun wanita.
Namun saat mereka tengah menaiki tangga lantai dua, sekilas dia melihat seorang wanita dengan wajah yang tidak asing baginya. Dan jeritan suaranya juga seperti tidak asing di telinganya.
Dia memperlambat langkah kakinya, dan melihat sosok wanita yang tengah berada di depan meja bar panjang di bawah sana. Dengan detail dia memperhatikan wajah itu, di dalam ruangan gelap dan hanya terbantu dengan cahaya remang dan kelap-kelip diatasnya.
Saat netra mata wanita itu tertangkap olehnya. Dan mereka saling bertatapan mata.
Deg!
’Dia.’