Chapt 11. Past 3

2925 Kata
*** Eruca Alp Corporation, Dubai, Uni Emirat Arab., Ruangan Rapat., Siang hari.,             Beberapa orang pria tengah berbincang serius di ruangan yang terbilang cukup mencekam bagi para pegawai Eruca Alp Corporation. Mereka saling berhadapan di meja panjang hitam yang terbuat dari marmer hitam buatan Italia itu.             Dua orang diantara mereka memegang beberapa map dan bulpoint untuk dipegang di tangan kiri mereka. Dua pria itu masih terlihat serius dengan wajah mereka. Dan satu pria lagi masih tetap membuka suaranya seraya menjelaskan detail dari rancangan binis kerja sama yang dia buat untuk mengkolaborasikan antara Al-Bakhri Corporation dengan Eruca Alp Corporation.             Setelah berbicara panjang lebar, pria itu kembali membuka suaranya. “Menjadi suatu kebanggaan bagi kami, Anda mau ikut bergabung dalam rapat ini, Mr. Dyrga.” Ucap pria bersetelan hitam itu sebagai kalimat terakhirnya.             Dia lalu mendaratkan bokongnya di posisinya semula.             Pria yang dimaksud oleh sang pemilik Eruca Alp Corporation itu adalah Adyrga Abraham Althaf. Pria yang akrab disapa Dyrga itu menemani Pamannya yang bernama Fakra Al-Bakhri untuk rapat penting perjanjian kerja sama yang ditawarkan oleh pihak Eruca Alp Corporation.             Tentu saja kedatangan sang pengusaha sukses dan ternama di penjuru Amerika itu menjadi suatu kehormatan tersendiri bagi sang pemilik Eruca Alp Corporation, Agha Gohan Alecjandro.             Yah! Perbincangan Fakra dan Dyrga saat di mansion bukan lah sebuah lelucon. Dyrga memang bersungguh-sungguh menemani Pamannya, Fakra sebagai perwakilan dari abang ipar sepupunya, Garza untuk mengikuti rapat penting di Eruca Alp Corporation.             Dyrga, mendengar kalimat terakhir dari pengusaha sukses asal Dubai itu. Dia mendongakkan kepalanya dan mulai membuka suaranya. “Dan menjadi suatu kehormatan bagi saya, Anda menawarkan kerja sama di perusahaan kami, Mr. Alecjandro.” Jawab Dyrga berwajah datar, meletakkan bulpoint yang dia pegang di atas meja yang terkesan mewah itu.             Agha tersenyum mendengar kalimat yang dilontarkan oleh pria yang dia akui kewibawaan dan kecerdasannya dalam berbisnis. Pria yang memiliki karakter yang hampir sama seperti orang tuanya, mungkin lebih tepatnya persis seperti Ayahnya yang akrab disapa Mr. Zu.             Yah! Pria yang dijuluki sebagai Mr. Black itu tentu saja tahu siapa Dyrga. Pengusaha muda dan sukses asal New York yang mampu menguasai perekonomian di Benua Amerika. Pria yang memiliki kecerdasan dan talenta serta lihai dalam berbisnis persis seperti Ayahnya.             Pria bernama asli Agha itu tentu saja tahu siapa keluarga Abraham Althaf. Keluarga terpandang dengan segudang bisnis yang sudah merambah sampai tingkat Internasional. Bahkan dunia sudah tahu nama besar Althafiance Corporation.             Dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Agha karena perusahaannya diikut sertakan oleh tangan lihai seorang pemuda yang dia perkirakan usianya masih 25 tahunan. Terbesit di hatinya untuk menjodohkan putrinya dengan pria yang berasal dari keluarga terpandang dan keluarga yang jauh dari gosip murahan itu.             Tetapi Agha sendiri hanya bisa mengagumi sosok pria yang akrab disapa Dyrga itu. Sangat tidak mungkin baginya, jika dirinya melakukan sistem perjodohan bisnis kepada putri semata wayangnya, Ayra. Selain mengingat sifat keras kepala putrinya. Dia juga yakin, kalau istrinya sudah pasti menolak usulannya itu.             Mendengar kalimat balasan dari Dyrga, membuat Agha kembali membuka suaranya. “Awalnya saya sungguh tidak tahu, jika perusahaan kalian menyatu, Mr. Bakhri. Tetapi memang benar, jika perjanjian ini sepenuhnya karena kami ingin mengkolaborasikan satu proyek besar dengan perusahaan Al-Bakhri.” Ucap Agha dan diangguki iya oleh pria yang berusia 10 tahun lebih tua darinya, Fakra Al-Bakhri.             Fakra, dia kembali membuka suaranya. “Iya. Anda sendiri pasti tahu Mr. Alecjandro, kalau sebuah perusahaan keluarga harus saling memiliki ikatan yang kuat. Supaya berdiri tegak, dan lebih kokoh lagi.” Ucap Fakra sambil tertawa pelan.             Agha membalasnya dengan anggukan dan senyuman manis di wajahnya yang sungguh masih terlihat tampan. Pandangan matanya sesekali melirik pria yang usianya tidak jauh dari usia putri semata wayangnya itu. Pria yang masih memainkan tangan kanannya, membolak-balik berkas yang disuguhkan pihak Eruca Alp kepada pihak Al-Bakhri Corporation. “Benar, Mr. Bakhri. Dan itu memang sudah seharusnya.” Balas Agha tersenyum ramah, sekilas melirik Dyrga.             Dyrga menghentikan gerakan tangannya. Menutup map itu dan menaruhnya rapi diatas meja. Dia kembali mendongakkan kepalanya dan membuka suaranya. “Kami berharap perjanjian ini dilaksanakan tanpa ada kecurangan dari pihak kita berdua, Mr. Alecjandro.” Ucap Dyrga menohok dan direspon tatapan intens dengan wajah datar oleh Agha.             Sekretaris Agha dan sekretaris pribadi Dyrga ikut terkejut dan tercengang dengan kalimat Dyrga yang sukses membuat ruangan itu semakin terasa panas. Dyrga kembali melanjutkan kalimatnya. “Kita sendiri tahu, bagaimana proses berjalannya suatu proyek. Hingga keberhasilannya yang bisa menguntungkan perusahaan kita berdua.” “Apalagi ini merupakan proyek besar yang juga ikut terlibat banyak perusahaan kecil di  dalamnya.”             Dyrga mulai merelakskan tubuhnya, menyandarkan nyaman punggungnya pada sandaran kursi yang tengah dia duduki saat ini. Dia menghela panjang nafasnya, dan kembali melanjutkan kalimatnya. “Jangan sampai karena ulah kotor dari para pegawai kita, mempengaruhi proyek ini. Dan berhimbas pada perusahaan kecil yang mungkin bisa mengalami kebangkrutan nantinya.” Ucap Dyrga, dan ikut diangguki mereka semua yang ada disana.             Agha, dia tersenyum mendengar penuturan dari pria yang sangat dewasa itu. Agha, tidak menyangka jika keturunan Abraham Althaf memiliki otak yang cerdas. “Saya sangat mengagumi kalimat bijaksana Anda, Mr. Dyrga. Jika boleh sedikit menyimpang, Anda dan adik Anda, Dyrta. Kalian berdua benar-benar persis seperti Mr. Zu.” Ucap Agha dan direspon senyuman oleh Fakra dan Dyrga.             Kedua sekretaris yang juga ada disana, mereka berdua juga ikut tersenyum mendengar ucapan dari pria berinisial Mr. Black itu. “Sangat beruntung bagi wanita yang menjadi istri kalian berdua.” Ucap Agha sengaja memancing pembicaraan itu. Bukan tanpa alasan, tetapi dia hanya ingin melihat respon Dyrga.             Dyrga tersenyum mendengar ucapan pria yang tengah dia hadapi saat ini, “Seberuntung saya yang memiliki wajah tampan ?” Ucap Dyrga seraya mengalihkan pembicaraan itu dengan leluconnya.             Mereka tertawa kecil mendengar kalimat Dyrga barusan. Hingga bunyi pintu suara yang terbuka mengalihkan pembicaraan mereka. Ceklek…             Semua orang menoleh ke sumber suara pintu yang terbuka. *** Eruca Alp Corporation, Dubai, Uni Emirat Arab., Ruangan Rapat., Siang hari.,             Ayra yang sudah sampai di kantor milik Daddy nya, Agha. Dia disambut dengan sangat ramah oleh petugas di depan pintu utama gedung. Mobilnya sudah diambil alih oleh pelayan khusus di gedung pencakar langit itu.             Kaki jenjangnya melangkah anggun menuju lift penghubung khusus ke ruangan Daddy nya. Pegawai disana sudah siap siaga berada di belakang Ayra. Membantu Ayra untuk sampai di kantor Boss Besar mereka. Walaupun mereka tahu, jika putri tunggal pria yang akrab mereka sapa Mr. Alecjandro itu sudah mengetahui dengan detail seisi bangunan pencakar langit ini. Tetapi mereka tetap mengantarnya sampai ke ruangan yang dituju oleh gadis bertubuh tinggi semampai itu. …             Saat mereka berdua tengah berada di dalam lift, Ayra membuka suaranya. “Kenapa kalian selalu mengikuti ku ? Aku bisa sendiri ke ruangan Daddy ku.” Ucap Ayra bernada kesal, dengan wajah sebalnya sambil bersidekap d**a. Dan menyandarkan punggungnya pada dinding lift yang terlihat elegan itu.             Pegawai wanita cantik bertubuh tinggi semampai dengan pakaian formal hitam putihnya, rambutnya yang digulung rapi ke atas. Dia membuka suaranya, tanpa berbalik badan menghadap putri tunggal Boss Besarnya itu. “Iya, Nona Ayra. Tapi ini memang sudah kewajiban kami untuk mengantar keluarga atau tamu penting Mr. Alecjandro ke ruangannya.” Jawab pegawai wanita cantik itu sambil tersenyum.             Ayra ? Tentu saja dia dapat melihat senyuman ramah dari pegawai cantik yang membelakangi dirinya saat ini.             Mendengar jawaban dari salah satu pegawai Eruca Alp Corporation, membuat Ayra mendengus kesal. Daddy nya masih saja bersikap sama padanya.             Padahal dirinya sangat membenci jika diperlakukan istimewa oleh seluruh ajudan Daddy nya. Bahkan Ayra menolak keras untuk diikuti oleh asisten pribadi yang dulu sempat dipekerjakan oleh Daddy nya. Sebab itu lah dia selalu sendiri jika ingin pergi ke tempat yang dia suka.             Saat netra manisnya menatap angka lift. Ayra kembali membuka suaranya. “Kenapa kita pergi ke lantai ini ?” Tanya Ayra dengan wajah bingungnya. “Mr. Alecjandro sedang berada di ruangan rapat, Nona Ayra.” Jawabnya singkat dan direspon pertanyaan lagi oleh Ayra. “Daddy sedang rapat ?” “Iya, Nona.” Jawabnya singkat.             Ayra mengangguk iya mendengar jawaban dari pegawai yang dia akui cantik itu.             Begini lah cara mereka melayani khusus putri semata wayang Mr. Alecjandro yang mereka tahu sering disapa Mr. Gohan atau Mr. Black. Karena pesan dari Bos Besar mereka, jika putrinya datang ke kantornya. Apapun yang sedang dia lakukan, mereka harus segera mengantarkannya menemui dirinya jika itu permintaannya.             Dan Ayra ? Dia tentu saja tidak peduli jika Daddy nya sedang menjalani rapat penting sekalipun. Karena bagi Ayra, bertemu dengan Daddy nya adalah yang utama demi mendapatkan apapun yang dia inginkan. Seperti saat ini, dia datang menjumpai Daddy nya disaat jam istirahat demi keinginannya.             Saat angka lift sudah menunjukkan lantai yang mereka tuju. Ting!!             Pintu lift terbuka di lantai tempat Daddy nya berada. Pegawai itu keluar lebih dulu, dan Ayra mengikutinya dari belakang.             Mereka berdua berjalan melewati koridor dengan desain full mewah. Nuansa klasik yang tersemat disetiap hiasan indah yang terpajang disetiap sudut koridor, menambah kesan elegan gedung pencakar langit bergaya Dubai itu.             Tepat di ujung sana, sudah tampak pintu besar berwarna coklat tua. Dan pegawai itu meminggirkan tubuhnya, seraya menyuruh Ayra untuk berjalan terlebih dulu. “Silahkan, Nona. Mr. Alecjandro ada di dalam.” Ucap pegawai itu mengayunkan tangan kanannya, seraya mempersilahkan putri semata wayang Bos Besar mereka untuk masuk ke dalam.             Saat dirinya sudah sampai di depan ruangan rapat. Tangan kanannya memegang pintu berbentuk besar dan  mengkilap itu. Ceklek…             Kepalanya masuk melihat ke dalam ruangan mewah itu. Tanpa melangkah masuk dan mendorong tubuhnya ke dalam, dia mulai membuka suaranya hingga bergema di ruangan besar itu. “Dad ?” Panggil Ayra dan membuat beberapa orang yang ada di ruangan rapat itu menoleh ke sumber suara.             Saat Ayra melihat ke ujung sana. Deg!             Semua orang menatap dirinya. Dan Ayra dapat melihat tatapan mereka ke arahnya. Walaupun wajah mereka tidak terlalu jelas, tapi terlihat jelas wajah Daddy nya yang menatapnya dari kejauhan.             Ayra menyengir dari posisinya saat ini yang seperti penyelusup. Menampakkan deretan gigi putihnya, seakan dirinya tengah berada di ruangan penuh dengan ketegangan dan keseriusan.             Agha, melihat putri semata wayangnya yang berada ambang pintu dengan posisi seperti pencuri, dia langsung beranjak dari duduknya. “Saya minta maaf, jika pembicaraan kita terputus sebentar. Putri saya datang, saya akan menemuinya sebentar.” Ucap Agha berbicara sopan kepada mereka semua, dan diangguki iya oleh Fakra.             Dyrga, wajahnya masih menoleh pada pintu di sudut sana. Memperhatikan wajah gadis yang tidak terlalu jelas untuk dia lihat dari posisi duduknya saat ini.             Fakra membuka suaranya. “Tidak masalah, Mr. Alecjandro. Kami bisa menunggu disini.” Jawab Fakra singkat sambil tersenyum manis.             Agha, dia melangkahkan cepat kakinya menuju pintu utama ruangan rapat itu. Dengan senyuman terbit di wajahnya, kedua tangannya mulai direntangkan seraya menyambut kedatangan gadis satu-satunya itu. “Hallo, Princess Daddy.” Sapa Agha kepada putri semata wayangnya yang sudah menyengir di ambang pintu.             Semua orang yang ada disana dan juga pegawai yang mengantar putrinya ke ruangan rapat itu juga pasti mendengar kalimat sapaan Agha kepada putrinya, Ayra Gohan Alecjandro.             Fakra, mendengar kalimat sapaan pria yang dia tahu sebagai pria kejam dan tidak pandang bulu itu, membuatnya mengulum senyumannya. Karena dia tahu dan sudah merasakannya sendiri.             Sejahat apapun seorang pria di masa lalunya, jika sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak. Sifat jahat itu akan menghilang dengan sendirinya. Apalagi jika kita memiliki seorang anak perempuan yang harus selalu dimanja dengan berbagai perhatian berupa mengikuti permainan khusus anak perempuan.             Hal itu membuat jati diri seorang pria yang kejam seketika melemah. Jiwa kejamnya sudah pasti akan berubah hangat jika berhadapan dengan putrinya. Karena Fakra sudah merasakannya. Dirinya yang dulu sempat mendustai istrinya, Asyafah di awal pernikahan mereka. Mendadak berubah hangat saat mengetahui bahwa istrinya tengah mengandung.             Dyrga, mendengar sapaan lembut pria yang dulu sempat berperang dingin dengan Daddy nya, dia mengulum senyumannya. Sungguh dirinya tidak habis pikir, kenapa setiap pria selalu mampu bersikap lembut jika sudah berhadapan dengan wanita yang sangat dia sayangi dan cintai.             Berbeda dengan dirinya yang dulu sempat menyukai seorang wanita. Dirinya merasa biasa saja, bahkan tidak ada kata istimewa dalam hubungan mereka dulu. Sampai dirinya dikhianati oleh wanita itu atas kesalahan fatal yang tidak bisa dia toleransi.             Langkah kaki pria itu terus berjalan mendekati gadisnya yang saat ini sudah menyengir di hadapannya. “Sudah selesai dari jadwal kuliahmu, Princess ?” Tanya Agha lalu mengelus pelan lengan telanjang putrinya yang memakai dress sebatas lutut berwarna biru langit itu.             Ayra, mengangguk iya sebagai jawaban. Dia mulai membuka suara emasnya. “Tidak ada jadwal kuliah hari ini, Dad. Tadi kami mengikuti acara pertemuan pembahasan topik saat seminar nanti.” Jawab Ayra sambil memegang tali ransel mininya dengan kedua tangannya, sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya.             Agha tersenyum mendengar jawaban putri semata wayangnya itu. Saat dirinya hendak berbicara, Ayra menyelanya cepat. “Dad…”             Ayra menghela panjang nafasnya. “Daddy tolong izinkan kami berpesta bersama disana…” Rengek Ayra manja sambil menghentak-hentakkan pelan kedua kakinya di lantai.             Semua orang tentu saja bisa mendengar gema suara rengekan dari putri seorang Mr. Black, Ayra.             Sedangkan Agha, dia tidak merasa malu sedikit pun dengan rengekan manjanya yang pasti di dengar oleh semua orang. Justru kedua tangannya terulur menangkup wajah putri semata wayangnya itu. “Princess, Mommy mu akan marah jika kau pergi kesana. Tolong mengerti lah. Daddy akan penuhi apapun, tidak tapi untuk yang satu itu,  hmm…” Ucap Agha lalu mengecup singkat kening putri semata wayangnya itu.             Ayra mengerucutkan bibirnya. Dan dia kembali membuka suaranya. “Tapi, Dad. Kami hanya satu malam saja. Dan Ayra berjanji akan pulang sebelum jam 10 malam, Dad. Tolong…” Rengek Ayra dengan wajah memelasnya.             Agha, dia hampir luluh dengan wajah putri semata wayangnya itu. Tetapi mengingat bahayanya tempat yang akan dikunjungi oleh putrinya nanti malam, membuat Agha harus tega mengatakan tidak. Dan wajah istrinya seketika terbayang olehnya.             Kalimat larangan istrinya yang sangat tidak menyukai putri mereka untuk terjun di dunia malam seperti dirinya dulu saat sebelum menikah dengannya. Itu semua terngiang di kepalanya.             Sungguh, wajah memelas putrinya dan wajah amarah istrinya benar-benar mempermainkan dirinya saat ini. Seakan tidak menginginkan putri semata wayangnya memelas dan merasa patut untuk dikasihani. Dan juga tidak menginginkan istrinya kembali marah dan mengamuk seperti kejadian setahun yang lalu.             Agha, sebisa mungkin dia mengontrol emosinya di hadapan putri semata wayangnya. Jika sudah ada istrinya di hadapannya, mungkin dia akan melampiaskan kekesalan itu dengan meraup dan mengukung  istrinya di bawahnya.             Dirinya harus bisa melewati ujian ini, pikir Agha. Mengingat putrinya yang sangat keras kepala seperti istrinya, membuat Agha harus cepat mengambil sikap dan memberikan tawaran yang mungkin bisa diterima putrinya dan teman-temannya. “Princess, Daddy akan sewa satu restauran untuk kalian berpesta, bagaimana ? Kau bisa ikut berpesta dengan mereka disana. Kalian bisa berdansa ria. Daddy akan menyewa banyak chef untuk pesta barbeque kalian. Dan Daddy akan menyewa satu DJ khusus untuk kalian berpesta, hmm ?” Tanya Agha mengelus pipi mulus putrinya dengan dua ibu jarinya.             Ayra mengecilkan wajah cemberutnya, seraya kecewa dengan Daddy nya saat ini. Dia hanya diam dengan pandangan menunduk ke bawah.             Agha kembali membuka suaranya. “Hey, Princess. Jangan seperti ini. Ayo kita ke ruangan Daddy. Daddy akan jelaskan dan menyuruh mereka…” Ucap Agha dan disela ringan oleh Ayra. “Dad…” Ucap Ayra lirih.             Dia seketika diam mendengar suara lirih putrinya. Seakan mengajak memori otaknya untuk mengingat kembali suara lirih istrinya saat dulu dia sempat membalaskan dendamnya untuk kepuasan nafsu sebagai bayaran atas rasa sakit hatinya. “Kenapa kalian bersikap seperti ini padaku…” Ucapnya lirih dengan wajah masih tertunduk ke bawah. “Princess…” Ucap Agha hendak mendongakkan kembali wajah putri semata wayangnya itu.             Ayra menggelengkan pelan kepalanya seraya mengatakan tidak.             Suasana disekitar sana terasa semakin hening. Bahkan semua orang yang mendengarnya ikut terenyuh mendengar suara lirih gadis yang terlihat berusaha untuk membujuk Ayahnya atas permintaannya yang ditolak oleh Ayahnya sendiri.             Ayra, dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Kalau boleh memilih, aku lebih baik hidup sederhana dan apa adanya.  Dari pada harus hidup seperti ini, tetapi tidak bebas.” “Tidak bisa merasakan apa yang seharusnya anak seusia ku rasakan.”             Agha menghela panjang nafasnya mendengar kalimat polos putri semata wayangnya itu. Dia masih diam mendengarkan, sampai putrinya selesai berbicara. “Kalau begitu aku permisi pulang.” Ucap Ayra melepas tangkupan kedua tangan Daddy nya dari wajahnya. Dia lalu berbalik badan dan melangkahkan kakinya menjauhi ruangan rapat Daddy nya. “Princes, dengarkan Daddy…” Ucap Agha sedikit bergema, melihat putri kesayangannya yang sudah berjalan menuju lift yang ada di sudut sana.             Dia menghela panjang nafasnya. Pandangan matanya masih berfokus pada putrinya yang diikuti oleh salah satu pegawainya.             Hingga bayangan putrinya menghilang dari pandangan matanya, dia mengambil ponselnya dari balik jas mahalnya. Dia mengetik sebuah nama di layar ponselnya. “…” “Jaga dia. Ikuti kemana pun dia dan teman-temannya pergi. Jangan sampai kehilangan jejaknya.” “…” “Pastikan dia dan teman-temannya aman. Jika ada temannya yang berani mengkhianati dia, cepat bertindak.” “…” “Aku tidak menerima berita buruk. Kalian mengerti.” “…” Tutt... Tut… Tutt…             Agha memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Dan berbalik badan, melangkahkan kembali kakinya menuju mereka yang masih berada di posisi duduknya masing-masing. Dia kembali membuka suaranya. “Maaf, membuat kalian menunggu lama.” Ucap Agha lalu kembali membahas topik bisnis mereka.             Mereka semua kembali pada topik yang sempat tertunda.             Sebagai tamu, Fakra dan Dyrga memilih untuk tidak ikut campur untuk bertanya mengenai pembicaraan antara Agha dan putrinya, Ayra walaupun sekadar berbasa basi. Karena dalam urusan bisnis, urusan pribadi antar sesama bukan menjadi hal yang pantas untuk diperbincangkan. Mengingat posisi mereka saat ini dalam keadaan rapat.             Namun Dyrga, berbeda dengan yang lainnya. Mungkin dia masih bisa mengikuti alur rapat yang saat ini dia lakukan. Tetapi pikirannya masih tertuju dengan putri tunggal pria berjulukan Mr. Black itu. ‘Suaranya tidak asing bagiku. Tapi siapa ?’ Bathin Dyrga seraya bertanya-tanya dalam hatinya sedari tadi. Saat gadis itu masih ada disini.             Dengan kedua tangannya membolak-balikkan dokumen penting itu, pikirannya bercabang dua. Memikirkan siapa gadis itu, karena suaranya yang tidak asing di telinganya. ‘Siapa nama gadis tadi.’ Bathin Dyrga lagi, lalu menghela panjang nafasnya.             Dia pikir, bukan urusan dia memikirkan hal itu. Akhirnya dia memutuskan untuk memfokuskan pikirannya pada rapat itu kembali. Dan menghiraukan pertanyaan-pertanyaan yang sempat mampir di pikirannya tadi. … Di dalam perjalanan.,             Setelah selesai bertelepon dengan temannya, Elina. Dia mendengus kasar. Dan masih menekuk wajah cantiknya. Dirinya bingung harus memakai cara apalagi. Wajah memelasnya bahkan sulit menembus tembok penolakan Daddy nya. Dalam pandangan yang lurus ke depan, kedua tangannya yang masih terus memainkan stiur, dia bergumam pelan. “Tidak apa-apa kalau Daddy dan Mommy tidak mengizinkanku. Tetapi aku akan tetap pergi.” Gumam Ayra pelan, lalu semakin menginjak gas dan mempercepat laju mobilnya membelah jalanan tol di siang hari yang terik saat ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN