Chapt 8. Ayra's Past 2

2836 Kata
”Ada dosen tampan dari New York. Dia akan mengajari kita cara berbisnis dan menarik perhatian kolega.” Ucap Elina dan direspon diam oleh Ayra.             Dia menghentikan langkah kakinya. Dan menghadap temannya, Elina Harzag. ”Dosen ? Dari New York ?” Tanya Ayra menghadap Elina, menaikkan satu alisnya ke atas.             Elina, dia tersenyum mengangguk iya sambil mengedipkan satu mata genitnya.             Ayra menghela panjang nafasnya dan memutar malas bola matanya. Dia kembali melanjutkan langkah kakinya menuju satu meja kosong yang tertangkap dalam pandangan matanya.             Elina menyamai langkah kaki Ayra. Dan kembali membuka suaranya. “Hey… Hey... Ayra!” Ucap Elina menyapa Ayra dalam jarak dekat.             Ayra mendesis. “Bising sekali kau, Elina!” Desis Ayra memasang wajah sebalnya. Dia lalu duduk di kursi yang dia tuju tepat di dekat jendela yang berhadapan dengan jendela kaca ruangan Rektor Utama.             Elina, dia kembali membuka suaranya sambil tersenyum kekeh. “Kau tahu bagaimana aku, Sayang.” Ucap Elina sensual mencolek dagu Ayra. Lalu duduk di kursi, berhadapan dengan Ayra.             Ayra memalingkan wajahnya dan menepis pelan tangan kanan Elina. “Kau ini!” Desis Ayra lagi dan direspon tawa oleh Elina.             Ayra, dia kembali mempertanyakan topik panas yang sempat mereka bicarakan tadi. Karena sejujurnya dia juga penasaran dengan siapa dosen yang akan menjadi pembicara dalam materi kuliah mereka nanti. “Elina. Kau yakin ada dosen baru ?” Tanya Ayra dengan wajah penuh rasa penasaran.             Elina, dirinya yang tengah asyik memainkan ponsel miliknya, mendengar pertanyaan temannya, dia mendongakkan kepalanya dan kembali membuka suaranya. “Hmm… Mereka bilang, pria itu seorang dosen. Aku juga tidak tahu secara detail. Tapi, berita mengenai acara seminar kampus itu memang benar.” Ucap Elina menjelaskan dengan detail. Dan kembali mengalihkan pandangannya pada ponselnya.             Ayra, dia kembali membalas kalimat Elina. “Kalau itu, iya aku tahu. Satu minggu yang lalu memang sudah diumumkan seperti itu. Brosurnya juga sudah tersebar luas kan ?” Ucap Ayra seraya bertanya dan memastikan pengumuman yang dia ketahui satu minggu yang lalu.             Elina mengangguk iya tanpa membalas tatapan Ayra. Dia masih berfokus pada ponselnya. Memainkan jemarinya menari-nari disana.             Ayra, dia lalu memainkan ponselnya dan kembali membuka suaranya. “Kita mau pesan makanan apa ? Aku lapar. Tadi tidak sempat sarapan di rumah.” Ucap Ayra dengan pandangan masih menatap layar ponselnya.             Elina ?             Dia diam, tidak membalas pertanyaan Ayra. Tidak lama dia menatap layar ponselnya. Keningnya berkerut, seakan tengah membaca sesuatu yang baru dia ketahui.             Elina beranjak dari duduknya. Dan berjalan memutari meja. Dia menarik satu kursi, mendempetnya dengan kursi Ayra. Dan mendaratkan bokongnya disana.             Ayra mengerutkan keningnya melihat gerakan Elina. “Ada apa ?” Tanya Ayra penasaran karena Elina memainkan ponselnya di hadapan Ayra. “Kau lihat ini ? Anak-anak bilang, dia bukan dosen. Tapi pembicara kita saat seminar besok.” Ucapnya memberitahu Ayra, menatap Ayra yang masih fokus membaca pengumuman resmi dari grup satu jurusan dengan mereka.             Mereka berdua sama-sama merundukkan tubuh mereka membaca berita itu pada ponsel Elina yang terletak diatas meja.             Ayra masih fokus membaca pengumuman itu lewat ponsel Elina. Dia memasang wajah percayanya, sambil mengangguk iya. “Pihak kampus memakai dia menjadi pembicara ya ? Kenapa tidak Daddy ku saja.” Ucapnya lalu menegakkan kembali tubuhnya, membenarkan rambutnya yang mungkin sedikit berantakan.             Elina memasang wajah tidak sukanya, memutar malas bola matanya. “Kau pikir ? Dan kenapa tidak Daddy ku saja yang menjadi tamu istimewa saat seminar nanti ?” Ucap Elina seraya membalas kalimat Ayra, dan direspon kekehan pelan oleh Ayra.             Dia kembali melanjutkan kalimatnya. “Sarapan apa kita pagi ini, Ayra ? Aku juga belum sarapan tadi. Karena takut terlambat dan gagal ujian ulangan.” Ucap Elina meletakkan ponselnya diatas meja. Dan terdiam dengan pandangan ke depan, sambil bersidekap d**a.             Ayra yang mendengar hal itu, dia berhenti menggerakkan tangannya memainkan ponselnya. Dia juga meletakkan ponselnya diatas meja.             Melipat rapi kedua tangannya diatas meja. Dan menumpukan kepalanya diatas lipatan tangannya. Dia menghela panjang nafasnya. “Mau makan kebab lagi ? Atau salad sayur ?” Tanya Ayra bersuara malas, menatap Elina yang tengah duduk bersandar di kursinya.             Elina mengendikkan bahunya. Dia kembali membuka suaranya, dan membicarakan topik berbeda. “Aku penasaran dengan pembicara kita nanti, Ayra. Dia dosen atau pembicara kita ya ? Sungguh aku penasaran sekali.” Ucap Elina memandang Ayra yang tengah menatapnya dengan posisi malasnya.             Mendengar kalimat Elina, membuat Ayra kembali menegakkan tubuhnya. Dia menghela panjang nafasnya lagi. “Kau ini. Saat acara nanti kita pasti akan bertemu dengannya, Elina. Dan kau bisa puas berfoto ria dengannya. Jangan lupa minta tanda tangan dia juga ya.” Ucap Ayra seraya mengejek, mengambil kembali ponselnya dan memainkannya.             Elina mengerucutkan bibirnya ke depan.             Tiba-tiba ponselnya bordering. Trriingg…             Satu pesan masuk di ponsel Elina. Elina mengambil ponselnya yang terletak diatas meja. Dan membuka pesan itu. Dia memekik pelan. “Apa ?  Malam ini ?!” Pekik Elina pelan, seketika dia langsung menutup mulutnya. Karena semua mahasiswa yang juga berada di kantin itu mengalihkan pandangan mereka ke arah Ayra dan Elina.             Ayra memijit keningnya. “Kau selalu saja meriah, Elina.” Desis Ayra dengan kedua mata yang terpejam, sambil menggelengkan pelan kepalanya.             Elina terkekeh pelan mendengar ucapan Ayra barusan. Sedetik kemudian dia mengalihkan pembahasan mereka pada topik yang baru saja Elina dapatkan dari pesannya barusan. “Kau lihat ? Kau bisa membantu teman kita ?” Tanya Elina menunjukkan ponselnya pada Ayra yang bersandar nyaman di kursinya. Dengan tangan bersidekap  d**a, dan tangan kanannya memainkan ponselnya.             Ayra memalingkan wajahnya menatap layar ponsel Elina. Tidak lama dia membaca isi pesan itu, Ayra menatap Elina. “Mau menyewa satu ruangan ?” Tanya Ayra memastikan.             Elina mengernyitkan keningnya. “Hmm, dia tidak jelas. Aku akan bertanya lagi padanya.” Ucap Elina kembali memainkan ponselnya.             Ayra ikut melihat apa yang diketik oleh Elina. “Kenapa mendadak sekali ? Aku tidak bisa menjamin ruangan VVIP disana masih ada atau tidak.” Ucap Ayra lagi dan direspon tatapan oleh Elina.             Ayra menghela panjang nafasnya. Dan kembali melanjutkan kalimatnya. “Kau tahu Elina. Daddy dan Mommy sama sekali tidak mengizinkan aku untuk ke diskotik lagi. Bahkan untuk masuk ke dalamnya saja, penjaga disana melarang ku dengan ketat. Bagaimana aku bisa membantu kalian coba ?” Ucap Ayra dengan wajah sebalnya.             Elina ikut menghela panjang nafasnya. “Kalau begitu, kau saja yang meminta pada pekerja disana untuk menyiapkan satu ruangan VVIP dengan muat 20 orang. Ayolah, Ayra. Setidaknya, jika kau tidak ikut. Aku bisa bersama dengan mereka memasuki klab mewah mu itu.” Ucap Elina berwajah sumringah.             Ayra mengernyitkan keningnya mendengar kalimat Elina yang seakan mengambil kesempatan emas ini untuk pergi ke diskotik. Karena Ayra tahu, kedua orang tua Elina juga tidak suka jika Elina bergaul dengan dunia malam.             Elina kembali melanjutkan kalimatnya. “Ayolah, Ayra. Sekali saja aku ingin merasakan bagaimana diskotik saat malam tiba.” Rengek Elina dan direspon tatapan tidak suka oleh Ayra.             Elina terkekeh karena ulahnya sendiri.             Ayra berpikir sejenak. Dia juga ingin sekali merasakan bagaimana diskotik itu. Tapi jika dia izin terhadap orang tuanya, sudah pasti kedua orang tuanya tidak mengizinkan dia.             Dia menggelengkan pelan kepalanya, hingga Elina yang tengah menatapnya menjitak pelan keningnya. “Oii. Ayra kau dengar aku ?” Tanya Elina meniti wajah serius Ayra.             Ayra terkesiap, dan mengangguk iya. “Iya iya. Aku dengar. Ya sudah. Nanti siang aku akan meminta izin sama Daddy. Satu ruangan besar, bukan ?” Tanya Ayra memastikan kembali.             Elina mengangguk iya seraya membenarkan kalimat Ayra. “Oke.” Ucap Ayra lagi dengan wajah masih memikirkan cara untuk membujuk Daddy nya yang sangat takut dengan Mommy nya itu.             Selang beberapa detik dia diam, Elina kembali membuka suaranya. “Aku sangat lapar sekali. Aku kesana sebentar saja. Akan ku bawakan makanan untukmu. Tunggu disini. Dan pegang ponselku.” Ucap Elina mulai beranjak dari duduknya, meletakkan ponselnya diatas meja, tepat di hadapan Ayra.             Ayra mengangguk iya dan memegang ponsel Elina seraya menjaganya. “Aku kebab unta dua potong. Pedas! Tapi jangan pakai saus!” Ucap Ayra berpesan dan diangguki iya oleh Elina. “Okay!” Jawab Elina antusias, mulai berjalan menuju tempat penjual makanan yang ada di sudut kantin. …             Dalam langkah kakinya, Elina berpikir keras dengan pesanan Ayra tadi. Dia mulai bergumam pelan. “Kebab unta dua potong…” Gumamnya dengan kening berkerut, mulai melambatkan langkah kakinya. “Pedas ? Tapi jangan pakai saus ?” Gumam Elina pelan seraya bertanya-tanya sendiri.             Dia menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Pedas ? Tapi tidak pakai saus ya ?” “Apa ada ya ? Rasa pedas ? Tapi tidak pakai saus ?” Gumam Elina pelan, lalu menggeleng-gelengkan pelan kepalanya. “Ah! Pasti ada!” Gumam Elina pelan lalu mempercepat langkah kakinya menuju penjual makanan yang dia tuju. …             Ayra masih terus memainkan ponselnya diatas meja. Dan tiba-tiba dia memiliki ide untuk menelepon Daddy nya saat ini. Dia tidak sabar ingin mengatakan keinginannya untuk pergi ke diskotik bersama dengan teman-teman kampusnya.             Berpesta ria disana, menikmati dentuman musik. Menghabiskan malam bersama dengan teman-temannya. “Ah benar juga! Telepon Daddy saja. Tidak perlu menunggu nanti!” Gumam Ayra pelan lalu memainkan ponselnya.             Dia membuka layar kunci ponselnya dengan lensa matanya. Dan mulai menggerakkan jemarinya disana. “Daddy…” Gumam Ayra pelan mengetik nama kontak Daddy di layar ponselnya. “Ini dia!” Calling…             Dia menyandarkan nyaman punggungnya pada sandaran kursi yang dia duduki saat ini. Sambil menggoyang-goyangkan kakinya yang sudah menyilang anggun dibalik dress berwarna biru langitnya, menunggu panggilannya dijawab oleh Daddy nya. *** Eruca Alp Corporation, Dubai, Uni Emirat Arab., Ruangan Rapat., Pagi hari.,             Sebuah ruangan yang sangat mewah. Wangi maskulinnya mampu menusuk hidung siapa saja yang masuk ke dalam ruangan dengan interior dan desain yang sangat elegan itu.             Ruangan yang terlihat mewah itu, dapat dipandang sebagai ruangan yang sangat mencekam bagi para pegawai Eruca Alp Corporation. Tanpa terkecuali.             Semua orang yang berada disana merupakan para petinggi perusahaan Eruca Alp. Mereka duduk rapi di kursi mereka masing-masing.             Saat ini mereka tengah menjalani rapat besar terkait penawaran kerja sama dari berbagai Negara kepada perusahaan mereka yang akan menjadi keuntungan terbesar perusahaan Eruca Alp. Bahkan keuntungan yang didapat akan jauh lebih besar dari tahun lalu.             Setiap orang yang berada disana, baik pria maupun wanita. Mereka memakai setelan hitam putihnya. Celana panjang serta rok hitam mereka, sangat terlihat rapi jika dilihat dari bawah meja panjang yang terbuat dari marmer hitam buatan Italia itu.             Fokus semua orang masih tertuju pada seorang pria bersetelan hitam pekatnya. Pria berusia 56 tahun yang masih terlihat bugar dan kekar. Bahkan tubuh perfeksionisnya selalu dia jaga. Hingga para kliennya mengira jika dia masih berusia 40 tahunan.             Masing-masing dari mereka memegang buku catatan tebal serta notebook bermerk Macbook sebagai pegangan mereka. Dan menjaga keadaan, jika salah satu diantara mereka dipanggil untuk maju ke depan dan mempresentasikan hasil laporan bulanan mereka.             Suara bariton dari pria yang tengah mereka fokuskan dalam pandangan mereka itu masih bergema di ruangan yang sangat kedap suara itu. Cahaya hanya terpancar dari layar proyektor besar dan panjang yang ada di hadapan mereka.             Gelapnya ruangan menambah ketegangan bagi mereka para petinggi Eruca Alp Corporation jika sudah berada di ruangan ini. Terutama bertemu dengan pria yang mereka tahu berinisial Mr. Black dalam dunia bisnisnya.             Karena inisial itu telah menyebarluas di kalangan dunia perbisnisan, sejak saat dia mengumumkan bahwa pemegang saham terbesar kedua di Dubai adalah dirinya. Dan nama Mr. Black, akhirnya masih diingat dan dipegang oleh zaman hingga saat ini.             Saat pria itu tengah fokus menatap layar proyektor dan menjelaskan hal-hal penting yang harus para petingginya siapkan, dalam menyambut kerja sama dengan salah satu Pengusaha ternama di Dubai yang memiliki akses kerja sama dengan Pengusaha terkaya di New York. Tiba-tiba ponsel miliknya yang terletak diatas meja panjang mewah itu, berdering. Ddddrrrrtttt...             Suara getaran ponsel miliknya terdengar jelas di pendengarannya. Semua orang yang berada disana juga dapat mendengarnya dengan sangat jelas.             Sekretaris pribadinya sigap. Dia langsung berjalan menuju meja panjang mewah itu, dan mengambil ponsel milik Boss Besarnya yang akrab disapa Mr. Black itu. Karena dia tahu, jika sudah berhubungan dengan putri tunggalnya, Boss Besarnya tidak akan menundanya.             Dia berjalan mendekati Boss Besarnya yang masih berkonsentrasi penuh menjelaskan semua materi yang akan dia sampaikan kepada para petinggi Eruca Alp Corporation. Dan tidak menghiraukan suara deringan dari ponsel miliknya.             Saat sekretaris pribadinya mendekatinya, dan menunjukkan layar ponsel miliknya ke arahnya. Dia meliriknya sekilas. Princess is calling...             Pria itu menatap sekilas layar ponselnya. Terdapat gambar putrinya disana. Dia langsung menghentikan kalimatnya. Dan menjangkau ponselnya dari tangan sekretaris pribadinya.             Tanpa mengucapkan permisi dalam rapat pentingnya itu, dia langsung menjawab panggilan dari putrinya. ”Hallo Princess. Ada apa Princess Daddy ?” Ucap pria itu bersuara selembut mungkin menjawabnya.             Semua orang saling melirik satu sama lain. Pandangan mereka dengan senyuman di kecil di bibir mereka, mengisyaratkan sebuah kekaguman tersendiri melihat Boss Besar mereka yang sangat menyayangi putri semata wayangnya.             Jika berada di kantor, Boss Besar mereka selalu bersikap dingin. Bahkan tanpa senyuman sedikit pun menghiasi wajahnya. Tapi ketika berhadapan dengan istri dan putrinya, kehangatan dari seorang pria berinisial Mr. Black itu mulai terpancar.             Bahkan tidak jarang para pekerja wanitanya menyebut Boss Besar mereka itu dengan julukan Hot Husband and Hot Daddy. Bagaimana tidak, Boss Besar mereka selalu bersikap manis jika salah satu dari orang tercintanya datang ke kantornya.             Dan rela meninggalkan rapat penting jika salah satu dari orang tercintanya datang dan ingin bertemu dengannya. Meskipun dalam rapat penting itu, kedatangan klien dari Luar Negeri. ”Dad, apa Daddy sibuk ?” ”Tidak Princess, Daddy sedang tidak sibuk. Ada apa Princess Daddy ?”             Semua orang mengulum senyumannya, kala mendengar pembicaraan antara Boss Besar mereka dengan putrinya itu. Walaupun mereka hanya mendengar suara dari Boss Besarnya, tetapi mereka sudah bisa menebak pertanyaan yang dilontarkan oleh putri Boss Besarnya itu. ”Hmm... Daddy sedang apa ?”             Pria itu menghela panjang nafasnya. ”Tentu Daddy sedang bekerja, Princess. Ayo katakan Princess. Jangan buat Daddy khawatir.” ”Hmm... Dad...” ”Iya Princess ? Kau mau sesuatu, hmm ?” ”Hmm... Daddy bisa kabulkan keinginan ku ?”             Pria itu tersenyum sambil menggelengkan pelan kepalanya. Putri tunggalnya itu sungguh masih menggemaskan walau di usianya yang sudah menginjak 25 tahun. ”Tentu, Priness. Kenapa tidak ? Katakan Princess Daddy.” ”Dad, tapi Ayra serius, Daddy...” Rengeknya di seberang teleponnya.             Yah! Yang menelepon pria itu adalah Ayra, Ayra Gohan Alecjandro             Pria yang sedang menjalani rapat pentingnya, yang berinisial Mr. Black, yang bernama asli Agha Gohan Alecjandro tentu saja tidak bisa mengabaikan hal apapun jika itu menyangkut putri semata wayangnya, Ayra. ”Kau pikir Daddy  tidak serius, Princess ?” ”Dad... Tapi sungguh, Daddy akan kabulkan yah ?”             Pria yang akrab disapa Mr. Alecjandro itu kembali menghela panjang nafasnya. Dan mengusap pelan wajahnya.             Semua para petinggi Eruca Alp Corporation masih diam. Sembari menyaksikan Boss Besarnya menyeimbangkan kesabarannya. Disamping itu mereka juga sedikit bergidik ngeri, jika sampai Boss Besarnya kehabisan kesabaran. Dan melampiaskan kekesalannya pada mereka semua. Jika itu sampai terjadi, maka akan menjadi bencana besar untuk semua proposal yang sudah mereka siapkan selama dua minggu terakhir. Mereka semua serentak berdoa dalam hati, agar putri tunggal dari Boss Besarnya tidak membuat ulah dan membuat emosi Boss Besarnya tertahankan seperti kejadian yang lalu. ”Tentu Princess. Daddy akan kabulkan. Sekarang katakan pada Daddy, kau ingin apa Princess ?”             Pria yang akrab disapa Agha itu mulai mengeraskan rahangnya. Menahan emosinya, sebab putrinya yang selalu menguji kesabarannya setiap hari. ”Hmm... Dad. Tapi Daddy janji, jangan beritahu Mommy yah ?”             Agha terdiam sejenak. Jika sudah berkaitan dengan istrinya, Zuha. Pasti juga berkaitan dengan The Levent Coltar Discotic, pikir Agha. ”Kau mau ke The Levent Coltar, Princess ?”             Tanya Agha langsung to the point pada putri semata wayangnya itu. ”Hmm... Begini Daddy. Teman Ayra ingin mengadakan pesta ulang tahun kekasihnya disana. Mereka ingin menyewa satu ruangan besar untuk malam ini. Dan...” ”Dan apa Princess ?” ”Hmm... Dan Ayra diundang oleh mereka, Dad. Ayra tidak mungkin menolaknya, Daddy. Ayra pemiliknya. Dan tidak lucu, kalau Ayra sampai tidak datang memenuhi undangan mereka, Daddy...” Rengek Ayra diseberang sana menjelaskan dengan detail.             Agha, dia lagi-lagi menghela panjang nafasnya. ”Princess, jika kau menginginkan hal yang lain. Maka akan Daddy penuhi. Tapi jika untuk yang satu itu. Kau sudah tahu apa jawabannya, Princess.” Ucap Agha dengan terpaksa dan mengingatkan putri semata wayangnya itu lagi.             Tentu saja dia juga tidak ingin mengambil resiko, jika sampai putri semata wayangnya masuk ke dalam klab malam. Selain itu membahayakan tubuh dan wajah cantik putrinya. Dan persetujuan darinya juga akan membahayakan dirinya sendiri.             Kalau sampai istrinya tahu jika dia mengizinkan putri semata wayangnya menginjak klab malam milik mereka. Habis lah jatah malamnya. Atau mungkin dia tidak akan diberi jatah oleh istrinya sampai berminggu-minggu.             Dia tidak mau kesalahan yang sama terulang lagi. Saat dimana putri tunggalnya hampir menginjak klab malam mereka setahun yang lalu. Dan istrinya tidak memberinya jatah sampai satu minggu. Dan Agha tentu saja frustasi karena hasratnya tertahan dan tidak terlampiaskan. ”Daddy...” Rengek Ayra di seberang sana. ”Hanya malam ini saja, Dad. Dan Ayra berjanji. Ayra akan pulang malam ini juga, Daddy. Mereka juga tidak memesan minuman beralkohol, Dad. Karena mereka sudah memesan berbagai jus dan s**u disana.” Rengek Ayra lagi bersuara polos, dan direspon helaian nafas kasar oleh Daddy nya, Agha. ”Princess...” ”Ya sudah kalau Daddy tidak mau bantu Ayra. Bye!” Tutt... Tutt... Tutt...             Sambungan telepon terputur secara sepihak. Dan Agha terkejut mendapat perlakuan kasar dari putri tunggalnya itu. Dia kemudian bergumam pelan. ”Like Mommy, like daughter.” Gumamnya pelan sambil menggelengkan pelan kepalanya. Dia lalu memandang wajah cantik putri dan istrinya yang ada di layar ponselnya. Sebagai wallpaper nya disana.             Dia mengusapnya pelan dengan satu jemari kirinya. Dia bingung harus bagaimana. Tapi lebih baik baginya jika putrinya akan marah dalam hal ini. Dan tidak pergi ke klab malam mereka.             Karena setelah ini, dia akan mengambil kembali hati putrinya. Tentu sangat mudah untuk membujuk dan merayu putri tunggalnya, Ayra.             Dia kembali mendongakkan kepalanya. ”Baik. Akan kita lanjutkan lagi.” Ucapnya dengan suara baritonnya. Memasukkan ponselnya ke dalam saku jas mahalnya. *** University of Dubai, Dubai, Uni Emirat Arab., Kantin., Pagi hari.,             Ayra meletakkan kasar ponselnya diatas meja. Dia melipat kedua tangannya disana, dan menjatuhkan kepalanya pada kedua lipatan tangannya. ”Kenapa selalu begini. Hidupku, tidak pernah bebas!” Gumam Ayra pelan dengan wajah masih berada di posisi yang sama.             Baru saja dia mengeluhkan tentang nasibnya. Tiba-tiba seseorang menyentuh tangannya dengan benda panas. ”Aaahhhkk panasss!!!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN