DUA BELAS

2370 Kata
Setelah kejadian zivanya menangis di pelukannya pada waktu itu, Fibra makin mengawasi semua kegiatan yang istrinya lakukan karena dia tidak mau lagi melihat Zivanya-nya di sakiti orang lain. Sampai-sampai dia menyimpan alat penyadap di handphonenya Zivanya. Jadi dia akan selalu tahu siapa saja yang menghubungi juga di mana letak keberadaan istrinya setiap saat di waktu dia tidak bisa berada di sampingnya. Contohnya saja saat ini, ketika Zivanya kembali menghilang selama seharian setelah tadi pagi berpamitan untuk pergi ke sekolah karena dia merasa sudah merasa baikkan dari sakitnya. "Maaf Bos, saya mengganggu. Tapi ini... sangat mendesak." kata Tama sambil mendekat pada Fibra dan memberikan sesuatu. Ternyata itu suara istrinya yang sedang berbincang-bincang dengan seseorang. Ternyata ini yang di lakukan Zivanya, sampai dia seharian belum pulang. Setelah lama, terdengar kembali Zivanya berbicara dengan__ Fibra makin serius mendengarkan suaranya dari seberang dengan teliti, dan akhirnya dia terkejut dengan apa yang dia dengar. "Bagaimana sayang, apa kamu sudah membuat keputusan?" Terdengar suara laki-laki yang kini Fibra hafal suara siapa itu. Ya, itu suara Om Zulfan sepupu papahnya. Ayah dari Zivanya istrinya. "Apa kamu masih membutuhkan waktu, Atau bagaimana?" Belum terdengar suara Zivanya membalas pertanyaan papahnya.Sampai Fibra heran dan merasa penasaran apa yang ayah mertuanya inginkan. "Sayaaaang, papah tahu kamu menikah karena terpaksa bukan? Jadi sekarang saatnya kamu keluar dari kungkungan pernikahan ini. Papah akan membayarkan semua hutangnya. Asal kamu bisa lepas dari pernikahan paksaan ini." Terdengar kembali Om Zulfan bicara yang membuat__ Duar! Hati Fibra meradang ketika mendengar apa yang mertuanya minta pada sang istri. Rahang Fibra mengeras mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut Om merangkap mertuanya itu. Memang perkataannya barusan tidak bisa di bilang tidak benar, sebab tidak di pungkiri dulu waktu menikah Fibra memang memaksa Zivanya secara tidak langsung. karena hutang orang tua angkatnya. Namun dengan berjalannya waktu dan kebersamaan yang sangat sering di antara dia dan Zivanya, menjadikan benih-benih cinta datang menghampiri mereka berdua. Malahan pada akhirnya, Fibra tidak akan sanggup bila harus berpisah dengan istrinya. Lamaaa... Fibra tidak mendengar suara Zivanya sampai pada menit yang telah lama pula, barulah terdengar suara Zivanya yang membuat Fibra terbang dan merasakan ada di langit saking bahagianya. "Aku tahu, apa yang papah khawatirkan saat ini. Tapiiii... aku hanya bisa berkata minta maaf karena tidak bisa memenuhi keinginan papah. Jadi, sekali lagi aku minta maaf. Aku pergi dulu." Terdengar suara lari seseorang dari sana. Fibra menyimpulkan kalau itu Zivanya yang pergi. Fibra tersenyum merekah dan bangga karena apa yang di ucapkan Zivanya membuat hatinya merasa bahagia. Tapi, itu tidak bertahan lama ketika terdengar suara lagi dari sana, "Bagai mana pah! Apakah anak itu menyetujui keinginan dan permintaanmu?" Terdengar suara wanita yang bertanya "Dia tidak memberi jawaban yang memuaskan, Mona. Kelihatannya Zivanya merasa keberatan dengan yang aku minta. Padahal ini demi kebaikan dia." "Kebaikan dari mana pak tua! Harusnya kamu ikut bahagia karena anakmu sudah menemukan cinta sejatinya." Gumam Fibra sambil menggeprak meja dikala mendengar pembicaraan mertua dengan seorang wanita. "Kamu harus tetap memaksa dia supaya mau bercerai Mas, daripada nanti anak kita malah makin tak suka pada padamu." "Yaaa... aku akan mencoba cara lain Mona. Karena aku tak ingin Moza kembali merasa di sisikan olehku." Fibra kembali menggeram tidak suka dengan apa yang Zulfan katakan. Setega itukah seorang ayah pada anaknya? Dia merasa kalau Zulfan bukanlah ayah kandung dari istrinya karena biasanya seorang ayah lebih mencintai anaknya di banding dengan orang lain. Mencintai! Fibra kembali bergumam dengan kata itu. "Apakah pak tua itu mencintai Zivanya anaknya, dalam artian yang lain!" Fibra menggelengkan kepala mengenyahkan pikiran buruk tersebut. "Aaaagh! Apa otakku sudah gila!" Racau Fibra sambil pergi, setelah mematikan alat penyadapnya. Setelah sampai di pintu keluar Fibra baru menyadari akan satu hal. Handphone Zivanya! Ketika dia mendengar langkah Zivanya pergi, dia masih mendengar suara mertuanya bocara. Jadi, handphone Zivanya pastinya tertinggal di sana. Kalau demikia, dia tidak__ Plak! Fibra menepuk keningnya sendiri. "Zivanya tidak membawa handphone!" Kata Fibra sambil diam "Tamaaa..." Fibra memanggil bawahan keperyacaannya setelah lama berdiam diri. "Iya Bos!" "Kamu tahu dimana lokasi tadi Zivanya, cepat antarkan aku kesana." "Baik Bos." Tama langsung pergi ke garasi dengan cepat, karen dia melihat Bosnya sedang marah. "Kita pergi cepat!" kata Fibra setelah duduk di dalam mobil. Tama hanya mengangguk meng iyakan. Tidak lama Fibra dan Tama sudah sampai di tempat tujuan karena mereka tidak terkena macet. "Apa kita masuk sekarang Bos?" "Aku bukannya mau masuk, tapi mau mencari Zivanya karena dia pergi tanpa membawa handphonenya dan dia sedang tidak baik-baik saja." Tama mengangguk dan mengedarkan pandangan kesegala arah mencari Nonanya. "Kita mencari sambil menjalankan mobil Tama." Perintah Fibra sambil terus mengedarkan pandangan kesegala arah. Tama kembali menganggu dan membawa mobil mengitari kawasan itu. Hampir setengah jam Fibra mencari keberadaan Zivanya, dan barulah sekarang dia melihat Zivanya yang sedang duduk di halte bus menyendiri di temanani hujan yang cukup besar, dan ini lumayan jauh dari tempat dia tadi bertemu dengan sang ayah. Dengan hati yang merasa tersayat karena melihat orang yang dia cintai menangis tanpa ada dirinya di sisinya, Fibra turun dari mobil tanpa mempedulikan hujan yang akan membuat dia kebasahan. Dia membiarkan tubuhnya basah, demi mendekati sang istri yang telah gagal dia lindungi. Dia menolak untuk memakai payung, walaupun Tama sudah menyodorkan sebuah payung. "Sayaaang..." lirih Fibra sambil merengkuh Zivanya pada melukannya Zivanya yang merasa kaget dengan sekonyong-konyong ada yang memeluknya, dia berontak untuk di peluk dan terus menolak sambil terus berusaha lepas. "Ssssttt... ini aku sayaaang...," ucap Fibra dengan pelan dan makin mengeratkan pelukannya memberikan sebuah isyarat kalau dia merasakan apa yang Zivanya alami dan rasakan. Tanpa perlu mendongakan kepala, Zivanya tahu siapa yang memeluknya ketika sudah mendengar suaranya. Dia malah balik memeluk dan menangis meraung sejadi-jadinya di d**a bidang Fibra sang suami. Zivanya menumpahkan semua beban yang selama ini dia rasakan dan pikul di pundaknya.Dia tidak ambi pusing bila saja ada orang yang melihatnya dan menganggapnya kurang waras sekalipun, dia takan mempedulikannya! karena yang terpenting baginya, dia bisa menumpahkan dan mengeluarkan beban hidup walau lewat tangisan. Fibra mengusap punggung istrinya dan membiarkanya menangis. Dia ingin istrinya baik-baik saja dan mengeluarkan semua rasa sedih, keweca dan bebannya. Fibra tak sedikpun berkomentar, namun sesekali dia hanya mencium puncak kepala Zivanya sambil terus mengelus punggung istrinya yang baru saja sembuh dari sakit. Setelah tak terdengar raungan tangisan lagi, Fibra barulah menggendong Zivanya seperti seekor koala di depan dadanya.dan membawanya masuk mobil untuk di ajak pulang. Masih terdengar isakan kecil dari Zivanya sampai Fibra masih tidak berani berbicara dan bertanya sedikitpun. "Aku... ingin minum Fibra." Kata Zivanya yang masih nemplok di pangkuan Fibra. Fibra langsung mengambil minuman botol dan menyodorkannya pada Zivanya setelah dia buka tutupnya. Zivanya menyambar minuman itu untuk menghilangkan rasa kering di tenggorokannya. Dalam sekejap, minuman itu pun habis tak tersisa. "Fibraaa, tadi aku_" ucap Zivanya setelah minum. Fibra menempelkan jari telunjuknya memberikan perintah untuk tidak meneruskan perkataan tentang masalahnya. "Jangan bicara lagi, aku tahu apa yang akan kamu katakan. Sudah, sekarang kamu istirahat saja. Membicarakan itu bisa lain waktu. OK!" kata Fibra sambil merapihkan rambut Zivanya. Walaupun merasa tak mengerti dengan perkataan Fibra, karena dia tak tahu kalau Fibra menyadap handphonenya. Jadi Fibra tahu tentang apa yang terjadi.Zivanya tidak membantah dan menyunggingkan senyum sambil mengangguk. Zivanya mendusel-duselkan kepala kedada Fibra yang tidak tertutup apa-apa karena Fibra membuka bajunya yang tadi basah karena hujan dan menyelimuti dirinya dan Zivanya dengan selimut tebal yang selalu Tama sediakan di mobil. Tak lama Zivanyapun hanyut dalam hangatnya pelukan Fibra dan menyongsong alam mimpi yang mungkin membahagiakan dirinya. ***** Zivanya menguap dan mengerjap-ngerjapkan mata karena merasa haus melanda tenggorokannya. "Sudah bangun sayang..." suara orang di sampingnya menyadarkan dia yang baru saja bangun. Zivanya hanya tersenyum dan mengangguk. "Jangn dulu bangun." Fibra mencium pipi Zivanya berkali-kali. Namun ketika akan menyosor bibirnya, Zivanya langsung menutup mulutnya sambil menggeleng "Jangan Fibraaa..., aku belum gosok gigi dan cuci muka." Zivanya bangun dan berlari ke kamar mandi sambil tersenyum. "Sayang, bisa minta tolong! Aku ingin minum air hangat. Boleh tolong ambilkan?" Kata Zivanya sebelum masuk kamar mandi. "Emmm... boleh! Asal aku minta imbalannya." Kata Fibra sambil tersenyum. "Iyaaa... aku nanti bayar kamu.Mau berapa?" "Emmm... lihat saja nanti setelah kamu mandi." Kata Fibra sambil berjalan meninggalkan Zivanya yang akan menutup pintu kamar mandi. Cukup lama Zivanya di kamar mandi sampai Fibra harus mengetuk pintu sampai 5 kali karena kawatir. "Kamu itu di kamar mandi tidur apa mandi sih sayaaang!" kata Fibra yang langsung memeluk Zivanya dari belakang. Zivanya hanya cekikikan tertawa. "Ngerami telur. Tapi enggak netas-netas sampai kesel aku." "Kamu tuh yah!" Fibra mencubit hidung Zivanya sambil menyodorkan air hangat yang tadi di pesan Zivanya. "Terimakasih." Kata Zivanya setelah meminum habis dan mencium pipi Fibra. "Sayaaang..." Fibra menurunkan bibirnya di pundak Zivanya yang terbuka. Zivanya tersenyum dan sedikit mendesah karena merasa geli. "Kamu tidak kerja Fibrahhh..." terdengar desahan kembali di akhir suara Zivanya karena Fibra masih terus bermain di pundaknya. Mendengar itu Fibra makin gencar mendaratkan ciuman di tiap bagian pundak dan leher Zivanya. "Emmhhh... gelihh... Fibrahhh..." "Tapi kamu sukakan sayaaang." Ucap Fibra sambil terus menggempur Zivanya dengan Ciuman. Malahan dia mulai berani menyingkirkan handuk yang menutupi gundukan kembar milik Zivanya. "Fibraaa... sayaaang..." Zivanya menangkap tangan Fibra sambil menggeleng "Aku harus sekolah sayaaang." "Jangan sekolah saja sayaaang... aku sudah mau kamu." Kata Fibra sambil menatap Zivanya dengan mata yang sayu penuh dengan gairah "Em-emmm! Aku sudah sering libur Fibraaa. Kamu tidak maukan kalau sampai aku di keluarkan dari sekolah?" Kata Zivanya sambil menggelengkan kepala "Biarkan saja! Kamukan bisa sekolah di rumah." Jawab Fibra enteng sambil kembali ingin membuka handuk yang Zivanya pakai. Ddrrrrttt dddrrrttt. Aktivitas Fibra kembali terganggu dengan suara habdphone. "Halo! Siapa nih!" Kata Fibra tanpa melihat siapa namanya "Oooh... jadi kaya gini yaaa... sikap kamu sama Mamiiiih." Terdengar suara yang sedikit marah dari seberang sana. Dengan sok Fibra melihat nama yang tertera di handphonenya. "Aduh! Mampus aku!" Fibra menepuk keningnya "Siapa Fibraaa." Kata Zivanya sambil mengusap pipi Fibra. Setelah memakai baju sekolah. "Ini___" "Itu siapa Fibraaa!" Suara mamih kembali menyadarkan Fibra dan membuat dia marah. "Mamih enggak mau tahu ya, kamu harus kesini sekarang juga dan bawa itu wanita ke depan mamih!" Fibra melotot mendengar bentakan maminya. "Buset dah! Ko main bawa-bawa saja. Gimana kalau itu bini orang. ya ampun Mamiiiiiih" kata Fibra dalam hati "Ta_tapi Miiii aku__" "Ok! Kalau begitu Mami suruh papi untuk__" "Ooooh! Jangan Mih jangan. Baik aku akan pulang sekarang." Jawab Fibra pasrah karena dia tak mau terjadi sesuatu yang bakalan mempersulit bawahannya. "Ok! Mamih tunggu dan jangan lupa orang yang ada di dekatmu bawa kerumah." "Tapi dia mau se___" "Papiiih... anak__" "Aduuuuh! Iya miiih iya. Aku bawa dia sekarang." Akhirnya Fibra pasrah juga. "Sayaaaang, kamu jangan dulu ke sekolah yaa... mamih nyuruh kita kerumah." Kata Fibra setelah menutup telepon sama mamihnya. "Mamih!" Zivanya melongo "Iyaaa... itu, mamiiih, emmm mamih aku maksudnyaaa." jelas Fibra. "Oooh... mamih kamu pengen kita kerumah gitu." Jawab Zivanya enteng "Iya sayang. Jadi ka__" "Aaah! Jadi, jadi, jadi aku mau ketemu mertua gitu!" Zivanya melotot dan menganga tidak percaya. Fibra mengangguk sambil nyengir "aku kira dia tidak akan heboh." "Apa kamu bilang!" Zivanya melotot karena kesal melihat Fibra malah mengumpat "Eh, emmm... eng... enggak apa-apa ko." Jawab Fibra sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Sudahlah, kita berangkat sekarang." Fibra langsung menarik Zivanya untuk pergi ke rumah orang tuanya. "Eeeh... tapi, tapi aku mau ganti baju dulu." "Udaaah, yang ini aja! Kita sudah telat ini." Fibra tidak mau lagi membuang waktu, apalagi mamihnya terus-terusan menelepon tiada henti. "Fibraaa... lebih baik kita balik lagi yaaa..." tatapan Zivanya sendu di kala mereka sidah datang. Dia takut bila harus bertemu dengan orang tua Fibra karena dia merasa kurang pantas bila berada di samping Fibra yang orang kaya raya. Apalagi setelah Zivanya bertemu orang tuanya, dia sangat, sangat terauma.dengan kata keluarga. "Sayaaang..." Fibra menangkup muka Zivanya. "Kamu takut yaaa." Zivanya mengangguk dan menurunkan penglihatannya ke baju yang Fibra pakai. "Heeey...lihat aku sayangnya Fibraaa." Fibra mengangkat dagu Zivanya supaya mereka saling menatap. Cup! Cup! Fibra mencium kedua mata Zivanya "Jangan takut, aku ada di sisimu, dan tidak akan pernah melepaskanmu. Percaya sama aku, kalau keluargaku pasti menerimamu dengan senang hati sayaaang." "Tapi... bagaimana kalau__" Cup! Fibra kembali mencium Zivanya, tepat di bibir mungilnya "Lihat aku, kamu percaya sama akukan, sayang?" Zivanya mengangguk "Kalau begitu, ayo kita turun. Semua pasti sudah menunggu kedatangan kita." "Semua?" Kata Zivanya ketika Fibra membantunya untuk turun "Iya sayaaang, kamu belum tahu ya, kalau aku punya kakak 4,di tambah dengan pasangannya dan juga anaknya.jadi banyak.iyakan! Jadi wajar kalau aku bilang semua." Zivanya takjup ketika mendengar kalau Fibra mempuanya 4 sodara. Ternyata suaminya bukan cuma kaya harta, tapi juga kaya sodara. "Ya ampuuuuun! Kami tuh udah mau pada pinsan ini, karena nunggu kamu untuk makan bareng.malah asik aja pacaran." Celetuk seorang wanita paruh baya, tapi masih terlihat cantik. "Ya ampun ayaaaang, kamu jangan membuat menantu kita jadi merasa bersalah." Suara orang di sebelahnya menegur. Zivanya menatap orang itu dan meringis minta maaf karena telat. "Wajahnya mirip sama kamu Fibra." Kata Zivanya sedikit berbisik "Ya pastilah, orang dia papih aku." Jawab Fibra.dia selalu bangga ketika banyak orang yang bilang kalau dia mirip papihnya. Zivanya kembali mengangguk dan mulai merasa ketegangan yang teramat sangat ketika wanita yang tadi ngomel mendekatinya. "Ya ampun sayaaang... jangan tegang gitu. Maafin Mamih ya, atas perkataan yang tadi." Dia memeluk Zivanya erat dan menciun pipinya "Ya ampun Mamiiih,"" pipi itu milik Fibra. Jangan se enaknya main cium aja, nanti papih nurutin coba." Fibra langsung menghilangkan bekas ciuman Mamihnya di pipi Zivanya.dengan menciunnya. Yang menjadikan Zivanya membulatkan mata kaget dengan apa yang Fibra lakukan padanya.apalagi di saksikan semua keluarganya "Ya ampun deeeek, baru aja sama Mamih. Gimana kalau di cobain sama abang!" Kata orang yang duduk dekat papih Fibra "Jangan harap ya! Dia itu bukan barang obralan!" Fibra mengeratkan pelukan pada Zivanya. Semua orang yang ada di sana.tertawa terbahak-bahak "Dasar! Udah tua juga masiiiiih saja sifat kecilnya di pelihara." Kata Mamih dan langsung merangkul Zivanya untuk di bawa duduk ke meja makan. Melihat itu Fibra cemberut dan membuang nafas kasar.sebenarnya banyak pertanyaan di otak Fibra untuk keluarganya terutama Mamih.yang udah tahu kalau Zivanya istrinya.tapi dia urungkan karena dia juga merasa lapar.alhasil kakinya melangkah mengikuti sang Mamih dan istrinya ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN