Zivanya sampai di markas 30menit lebih telat dari biasanya. ini karena kejadian tadi di mobil dan persiapan perombakan penampilan Zivanya.
Dia sudah memutuskan untuk membuka identitas aslinya di depan semua bawahannya, Supaya tidak ada fitnah untuk Fibra di kemudian hari bila dia yang asli tengah bersamanya.
"Semua sudah datang?" Kata Zivanya tegas, ketika dia sudah berdiri di depan para bawahannya yang lumayan banyak.
"Beres, booos." Jawab semua yang ada.
"Ok! Saya, mau langsung saja. Siapa yang mengacaukan lapak kalian?"
"Maaf, Bos!" seorang anak muda berdiri dan maju sambil menunduk.
"Kami di suruh sama preman jl.Ngaray supaya masuk lapak yang lain. Mereka mengancam saya dan kawan-kawan dengan sebuah pistol." Dia berkata dengan masih menunduk karena merasa segan pada Zivanya yang sedang menjadi si Camar sang Bos perampokan dan pencopetan.
"Maafkan kami juga." Lima orang ikut berdiri mendekati anak muda tadi.
"Ok! Terus, siapa yang membuat kalian jadi seperti itu!" Kata Zivanya menunjuk pada 3 orang yang penuh dengan perban dan biru-biru.
"Preman itu Bod, karena kami berencana mencegah mereka." Tunjuknya pada orang yang tadi berdiri.
"Ok! Sekarang saya jelas. Tapi, bila di antara kalian ada yang menyembunyikan pakta yang sebenarnya, ingat! Kalian bukan hanya babak belur, tapi mungkin saja seumur hidup kalian akan menyesal dan keluarga kalian bisa saja di jauhi semua orang karena ulah kalian sendiri. APA KALIAN DENGAR!" Kata Zivanya tegas.
"Dengar, Bos." jawab mereka serempak.
"Masalah itu, biar saya yang tangani. Tapi ada satu hal yang harus kalian ketahui__" Zivanya menarik nafas sebelum berkata jujur, "kalian lihat orang ada di sana?” Zivanya menunjuk Fibra yang tengah duduk santai di kursi hitam yang sudah usang untuk melihat Zivanya yang sedang membereskan masalahnya.
Semua orang melihat ke arah yang di maksud Zivanya.
"Orang yang duduk di sana sekarang sudah jadi suami Saya, jadi, saya harap kalian semua sama menghormatinya, seperti hormatnya kalian kepada Saya. Kecualiii, ketika kalian melihat dia main di belakang Saya, dan kalian memergokinya. Silakan buat bonyok dia." Kata Zivanya sambil tersenyum.
Mulanya Fibra tersenyum karena dia merasa di anggap keberadaannya di sana. Tapi di akhir kalimat senyumnya menghilang di ganti dengan mata melotot.
Fibra tak menyangka kalau istrinya akan berkata seberani itu. Mengorbankan dirinya untuk di pukuli, ketika dia main-main di belakang. Malahan dengan tegas berkata untuk di buat bonyok oleh orang di sana.
Walau pun dia bisa berkelahi, tapi kalau harus menghadapi satu desa mah, yaaa, pasti. Wasalam dah!
"Satu lagi, kalian harus tahu kebenaran identitas saya." Zivanya mulai membuka satu persatu aksesoris yang menempel di dirinya.
"Non Zivanyaaa!" kata semua orang di sana serempak dengan wajah tidak percayanya.
Mereka tak menyangka kalau Bos yang galak dan tegasnya minta ampun ternyata Zivanya. Orang yang selama ini di kenal santun dan mudah bergaul dengan semua orang. Baik itu pada orang tua, muda atau pun anak-anak yang mulai bisa membaca dan menulis.
"Yah! Inilah saya. Maka dari itu, saat ini kalian bisa memilih untuk keluar dari kepemimpinan saya, atau tetap patuh sama perintah saya. Tidak setuju, silakan ke luar." Tegas Zivanya setelah membongkar jati dirinya.
Dia tidak akan memaksakan kehendak karena Zivanya tahu, semua bawahannya lebih tua darinya. Jadi Zivanya memberi pilihan supaya mereka tidak merasa malu karena tunduk pada anak kecil.
Semua orang yang ada di sana tidak ada yang beranjak sedikit pun. Mereka ingin tetap ikut pada Bos mereka awaupun Zivanya masih anak-anak. Tapi dalam masalah menjaga kedamaian mereka dari penindasan, itu sangatlah berdedikasi.
"Kami sepakat untuk tetap ikut Bos!" Jawab Ruta dengan tegas dan di benarkan oleh semua orang yang hadir.
"Ya, benaaaar." jawab semua orang.
"Ok! Terima kasih atas kepercayaan kalian. Saya berjanji akan terus menjaga kalian." Kata Zivanya sambil tersenyum bangga. Karena ternyata bawahannya sangatlah mencintainya.
"Boos, boleh bertanya?" Kata seorang anak kira-kira umur 7 tahun.
"Ok. Apa yang ingin kamu tanyakan?" Zivanya mendekati anak tersebut.
“Booos, kapan kami punya Bos kecil?" Katanya dengan berteriak.
Zivanya tertegun mendengarnya. "Dasar anak kampret! Siapa yang bawa dia kesini! Walaupun dia masih kecil, tapi masalah yang seperti itu mungkin dia sudah mengerti. Kalau yang sudah bersuami, pasti punya anak. Salah pergaulan nih bocah!" Zivanya menarik nafas kasar. Tidak mengira akan di tanya soal itu.
"Iya Bos, kapan? saudara aku juga, ketika sudah menikah tidak lama dia melahirkan anak kecil. Jadi Bos kapan? Kami ingin segera punya dan melihat Bos kecil." Jawab anak yang masih seumuran dengan anak yang tadi.
"Dasar kampret! Itu mah dia-nya saja , sudah melendung ketika menikah. Nah Gue, jangankan melendung, tidur bareng juga kagak pernah. Ogah Gue harus berbagi kasur dengannya." Zivanya bergidik ngeri ketika membayangkannya.
"Jadi kalian ingin seorang Bos kecil?" Fibra ikut bicara dan beranjak dari kursi yang dari tadi dia duduki.
Semua orang di sana mengngguk. "Aku minta maaf, itu semua tidak bisa terkabul dalam waktu dekat, karena istriku masih sekolah. Kalian tahu bukan, kalau mengurus anak itu susah." Kata Fibra sambil mendekat pada Zivanya yang sudah memasang wajah tidak senang.
"Jangan risau Booos, kami bisa menjaganya. Masalah sekolah, kalau Bos sampai di keluarkan karena hamil, kami akan membuat kekacauan disana." Jawab salah seorang yang memakai baju tanpa lengan sambil menggebu-gebu seperti anak yang membayangkan tawuran antar kelompok.
"Heeeh! Dasar kampret. Bisanya main rusuh mulu kalian mah." Kata Zivanya dalam hati
"Kalau begitu, kalian tunggu saja kabar baiknya. Mungkin tahun-tahun ini. Kalian dapat berita akan ada Bos kecil." Kata Fibra enteng sambil memeluk Zivanya.
Semua orang bersorak gembira. Begitu juga anak yang tadi. Namun berbeda dengan Zivanya, dia tak bisa membendung kekesalannya lagi dengan penuh amarah, dia menendang kembali kaki Fibra.
Fibra tak bisa berteriak hanya meringis kesakitan.
"Rasakan! Memang enak!" Kata Zivanya sambil menjauh dan merasa puas dengan apa yang dia lakukan.
"Ok! Mungkin sudah sampai di sini yang kita bahas. Sekarang kalian bisa kembali ke tempat masing-masing. Masalah yang tadi biar saya yang menyelesaikannya, kalian jangan risau." Tutup Zivanya dan pergi.
"Rut. gue pulang dulu. Kalau ada apa-apa hubungi gue lagi." Zivanya mendekati Ruta dan mengucapkan salam perpisahan.
"Kalau masalah__"
"Nanti, gue hubungi lagi, apa yang harus di lakukan. Sekarang Gue pergi." Zivanya benar-benar pergi tanpa menunggu Fibra yang masih kesakitan.
"Kamu tega benar sih sayang, sampai membuat aku susah jalan." Kata Fibra ketika sudah ada di dalam mobil.
"Makanyaaa, jangan sembarangan bicara. Ayo jalan! Aku lapar, mau mandi lagi." Zivanya bicara tanpa menggubris Fibra yang terlihat kesal.
"Ok istriku sayang. Tapi, nanti mandi bareng ya." Fibra bekata di dekat telinga Zivanya.
"Fibraaa, belum kapok juga, ya! Aku tendang seperti barusan. Mau?” Kata Zivanya sambil memukul Fibra bertubi-tubi.
***
Bugh! Pintu mobil di banting Zivanya dengan penuh kekuatan. Dia masih kesal dengan perbuatan Fibra yang bicara seenak jidatnya. Mana bilang tahun ini lagi punya Baby.
Huek! Mana mau dia buat anak sama laki yang tidak dia cintai. Memberikan keperawanan juga harus mikir 1000 sampai 1juta kali!
“Sayang kamu___”
“Stop! Kenapa kamu jadi kaya benigiii. Kamu kan tahu, kita menikah karena hutang orang tuaku dan, dan juga hutang anak buahku. Kamu malah membuat harapan pada mereka akan kehadiran anak!” Zivanya mulai meledak kemarahannya yang tadi dia tahan-tahan.
Fibra sang pembuat masalah malah berlalu dari hadapan Zivanya yang sedang meledak-ledak, dan Itu malah menyulut kemarahan Zivanya makin membesar.
Bug! Sebuah sepatu yang Zivanya pakai untuk melempar mengenai punggung Fibra yang tengah berjalan.
“Kamu, laki-laki yang paling menyebalkan dalam hidup aku! FIBRAAA, kamu itu menyebelkan, mengeselkan dan__aaaaah, pokonya menyebalkan titik!” Zivanya berlalu dari hadapan Fibra yang masih terdiam.
Tap! Tangan Zivanya di cekal Fibra dengan sedikit kasar.
“Apa! Mau protes? Memang begitu kenyataannyakan! Kamu itu, orang yang paling menyebalkan di dunia.” Zivanya bicara sampai terengah-engah.
Fibra menarik tengkuk Zivanyan. Dia mendaratkan bibirnya di bibir Zivaanya yang mulai dia tahu, kalau wanita ini orang yang lembut, penuh kasih sayang, dan perhatian pada semua orang, apalagi yang menurutnya paling berarti dalam hidupnya. Inilah wanita yang ingin dia pertahankan sampai ajal memisahkan. Jadi dia bertekat tidak akan pernah melepaskan Zivanya untuk orang lain.
Zivanya yang di cium malah berontak, walau pun dia tahu ciuman ini sangatlah lembut dan membuat dia sedikit-sedikit hilang kendali. Tapi, dia harus tetap melepaskannya karena ini akan membuat dia berharap lebih dari pernikahannya.
Fibra melepaskan ciuman mereka dengan perlahan sampai air liur mereka berdua terlihat mengkilat di bibirnya dan bibir Zivanya. Dengan tenang dia menjauhi Zivanya dan pergi tanpa bicara apa-apa.
“Kamu___”
“Aku ingin lebih! Jadi, selama kamu belum siap, jangan memancingku, sayang.” Fibra berbalik dan mendekati Zivanya.
“Kecuali kalau kamu sudah siap dengan adanya anak, aku akan meneruskannya karena aku tidak suka memakai pengaman dan membuang benihku di luar rahim wanita sepertimu,” Fibra berkata di dekat telinga Zivanya.
Blus, semburan warna merah tercetak di pipi Zivanya. Walaupun dia seorang ketua perampok dan copet, tapi tetap. Zivanya hanya seorang wanita, bila di puji oleh laki-laki apa lagi dia suami sahnya, pasti akan merasa tersanjung dan malu.
Masalah ranjang adalah masalah yang sangat sensitif dalam hidup Zivanya. Sehingga membuat dia malu bukan main.
Fibra yang melihat dari ujung matanya ketika Zivanya bersemu merah, jadi tersenyum dan ini membuat sesuatu di dalam sana ingin sekali di puaskan.
“Bagaimana, apa kamu mau kita mela__”
Bug! Satu pukulan mendarat di perut Fibra.
“Jangan pernah memaksa. Walau kita sudah janji akan melakukannya tapi kamu harus tahu, aku belum bisa merelakannya.” Zivanya pergi menjauh dan tidak memperdulikan Fibra yang meringis kesakitan.
“Sayaaang!” Fibra memegang perut yang sakit. “Kuat juga dia memukulku. Dasar kepala pencopet dan perampok,” kata Fibra sambil mengusap perut yang lumayan sakit.
“Ketua perampok dan pencopet ini istri kamu, FIBRAAAA!"
“Yaaa, aku tahu. Makanya, sepertinya aku harus mempersiapkan tenaga supaya ketika kamu memukulku, aku tidak cepat tumbang.” Fibra masih mengelus perutnya yang memang terasa sakit lama-kelamaan.
Zivanya yang tadinya ingin membiarkan, malah merasa bersalah atas kelakuan kasarnya pada Fibra. Apalagi tadi dia memukul dengan penuh amarah.
“Haaah ....” Zivanya menghembuskan nafas dan melangkah ke dapur untuk mengambil kotak P3K dan sekantong es batu.
“Buka bajumu,” Zivanya berkata sambil duduk di samping Fibra yang tengah terkapar di sofa.
“Kenapa, kamu mau melakukannya di sofa sayang?”
“Fibra, sekali lagi kamu bicara soal itu, aku buat kamu tidak bisa jalan saat ini juga.” Zivanya menggeram karena kesal.
“Kenapa marah, sayang. Kamu sendirikan yang membuat aku berpikiran seperti itu.” Fibra masih ingin bermain-main dengan sang istri.
Zivanya mengangkat satu alisnya, “maksud kamu?”
“Disuruh buka baju, kenapa?” Fibra tersenyum.
“Meehhhh.” Zivanya membuang nafas kasar. Suaminya ini bodoh apa benar-benar bodoh. “Mada ada yang mau itu___” Zivanya terdiam.
“Itu apa?” Fibra makin menjadi.
Dug! Karena sudah terlalu kesal Zivanya membenturkan keningnya dengan kening Fibra.
“Aww!!” Fibra meringis karena bukan hanya kening yang kena, tapi juga hidung. Fibra mengusap hidungnya dan ternyata berdarah. “Kamu tega sekali sayang.”
Zivanya tidak menyahut, dia langsung menempelkan es di hidung Fibra. Dengan telaten, dia mengobati perut dan hidungnya.
“Sayang___”
“Apa! Mau di tambah lagih!” Zivanya langsung menegur dengan kesal tanpa melihat reaksi Fibra.
Fibra tidak lagi dapat bicara. Dia mengusap d**a ketika mendengar kemarahan Zivanya. Sepertinya, dia harus berpikir kembali untuk mempertahankan sang istri.
***