Hari ini Zivanya tak berangkat sekolah karena libur rapat guru. Barusan dia mendapatkan kabar dari kawan sebangkunya.
Karena Zivanya tidak sekolah Fibra pun ikut-ikutan tidak berangkat ke kantor, padahal dia sudah benar-benar siap untuk berangkat.
"Heeey... cepat berangkat! Sudah siang iniiii. Jangan mentang-mentang kamu bos," Kata Zivanya sambil membereskan meja makan.
ART sudah di telepon supaya tidak usah datang karena hari ini Zivanya yang akan melakukan bersih-bersih sekalian perombakan sedikit di setiap ruangan. Padahal Fibra sudah melarangnya bekerja. Dia hanya cukup menunjuk, meminta dan melihat. Artlah yang akan melakukan perintahnya. Tapi dasar saja Zivanya, yang tidak mau merepotkan orang lain. Padahal ini tidak merepotkan pikir Fibra karena itu tugas mereka yang Fibra gajih.
"Aku malas berangkat, sayaaang... di rumah saja yaaaa... temani kamu."
"Enggak! Kamu harus tetap kerja. Cepat berangkat." Sergah Zivanya.
"Emmhhh... baiklah." Fibra beranjak dari tempat duduk namun malah pergi naik ke kamar tidur.
"Lah! Ko, malah ke sana?" tanya Zivanya heran.
Fibra hanya tersenyum dan masuk ke kamar tanpa bicara apa pun.
Zivanya hanya mengangkat bahu dan kembali pada pekerjaan yang tadi.
"Sayaaang ...” terdengar suara Fibra tepat di telinga Zivanya sambil terasa ada tangan yang melingkar di pinggangnya, lama-lama bukan hanya tangan yang melingkar yang Zivanya rasakan, tapi deru nafas Fibra pun melewati pundaknya begitu juga dengan kecupan-kecupan kecil yang dilayangkan Fibra pada Zivanya.
"Fibra ... aku tuh lagi mencuci piring! Bisa enggak jangan kaya gini, mengganggu tahu enggak!" Kata Zivanya yang mulai merasa risi atas kelakuan Fibra.
Ini tuh baru terjadi di antara mereka. Walau sudah cukup lama mereka menikah tapi kejadian romantis tak pernah sekalipun terjadi.
"Enggak bisa! Aku kan enggak mengganggu sayaaang, malahan membuat kamu jadi merasa hangat karena kamu lagi kedinginan main air." Elak Fibra sambil telus mengendus pundak Zivanya dan sesekali menciumnya.
"Eeh ... iiih ... geli Fibraaa, kamu tuh apa-apa sih." Tak terduga Zivanya mengelenguh yang membuat Fibra tersenyum bahagia.
"Geliii, tapi enakkaaan." kata Fibra sambil mengecup telinga Zivanya dan sedikit menggigitnya.
"Eemhhh ... bukan enak Fibraaa, tapi merasa terganggu. Ini kan aku lagi kerjaaa. Ah ...." Zivanya melenguh kembali.
Fibra makin agresif membuat Zivanya makin merasa tak enak apalagi dia sudah beberapa kali mengeluarkan desahan manja.
Tak beberapa lama selesai sudah Zivanya mencuci piring, dia pun mengeringkan tangannya dan memegang tangan Fibra yang melingkar di pinggang
"Fibraaa," Zivanya refleks menengadah ketika Fibra menciumnya.
"Fibraaa... sayaaang..." Zivanya memanggil kembali.
Ketika kata 'sayang' keluar dari bibir Zivanya, sontak membuat Fibra memberhentikan aktivitasnya.
Dengan tergesa-gesa dia membalikkan badan Zivanya dan menangkup kedua pipinya
"Aku suka, kamu sudah mengganti panggilanmu sayang..."
Tanpa aba-aba Fibra menyerang Zivanya dengan ciuman yang bertubi-tubi dan ganas.
Sampai saking keselnya, Zivanya menggigit bibir Fibra supaya bisa terhenti.
"Sssstt, aaah ... kamu nakal sayang," kata Fibra sambil melepaskan ciumannya dan menempelkan keningnya di kening Zivanya.
"Kamu tuh yang nakal, Fibra sayaaang, tanpa aba-aba langsung saja menyeruduk aku,” Kata Zivanya sambil tersenyum.
"dan itu balasan yang setimpal,” kata Zivanya kembali.
"Kamu tuh, yaaah!" Fibra menarik hidung Zivanya dengan gemas.
"Iiih... sakit!" Zivanya cemberut.
"Benarkah! Tapi aku enggak merasa sakit, nih!" Fibra menarik hidung sendiri.
"Jangan mengejek! Mentang-mentang punya hidung mancung." Zivanya menarik tengkuk Fibra dan menggigit hidungnya.
"Ya, ampun sayaaang ..." Fibra meringis.
"Hihihi... rasakan!" Zivanya lari meninggalkan Fibra di dapur sendiri.
Fibra tersenyum sambil mengusap hidung mancungnya. Dia merasa bahagia karena sedikit-sedikit hubungannya dengan Zivanya mulai mencair.
Dengan langkah lebar dia pergi menyusul Zivanya yang pergi ke ruang TV.
Fibra duduk di samping Zivanya dan merebahkan diri di pangkuannya
"Sayaaang," kata Fibra karena merasa Zivanya membiarkannya. Dia malah fokus sama siaran TV yang menayangkan upin ipin.
"Iiih ... dasar anak kecil! Suami di sini malah di biarkan begitu saja." Kata Fibra sambil membalikkan kepala supaya menghadap perut Zivanya.
"Kenapa Fibra sayaaang." Zivanya mengelus rambut Fibra namun mata masih pada layar TV.
"Sayang, kita kabulkan keinginan bawahan kamu, yuk!” kata Fibra sambil mencium perut Zivanya.
"Maksud kamu?" Zivanya malah balik bertanya.
"Iya ... soal bos kecil." Fibra melingkarkan tangan di pinggang Zivanya sambil kepala nempel di perutnya.
"Oh ... it__APAH!!!" Zivanya dibuat sok dengan apa yang Fibra katakan.
"Iyaaa, bos kecil itu ... kita buat, yuk!"
"Emmm ... harus kita kabulkan, ya?"
"Ya haruslah! Ya, ya yaaa ... mau ya!" kata Fibra sedikit memaksa.
"Kalau begitu, boleeeeh, aku mah ayo, saja," Kata Zivanya menatap Fibra.
Dia mau! Aku kira susah, mencairkan wanita seperti ini. Kalau tahu begini, kenapa tidak dari dulu aku minta, kata Fibra dalam hati.
"Kalau begitu sekarang, yuk!" Fibra bersemangat dan bangun dari tidurnya.
"Boleh, asal kamu bisa bayar aku saja. Emmm... satu ciuman satu apartemen. Kalau di tambah adegan ranjang, di tambah 5% saham perusahaan. Gimana?" Zivanya menekuk tangannya yang bertumpu di kursi dan menyenderkan kepala ke tangan tersebut sambil menatap Fibra.
"Ya ampun sayaaang ... ko, segitunya sih!" Kata Fibra sok.
"Dasar nikah sama bos rampok! Minta enak-enak juga, harus ada sesi merampok dulu."
"Makanyaaa ... terima nasib saja. Kenapa mengajak aku menikah. Jadi kaya gini ... lagia, masa kamu enggak bisa bayar Fibra sayaaang ...."
"Ya, kamu bayangin saja, sayaaang, satu ciuman satu apartemen. LAGI ADEGAN RANJANGKAN LEBIH DARI DUA KALI PENGEN KAMUUU!" Kata Fibra mencubit pipi Zivanya.
"Yaaaa ... terima nasib saja. Coba kalau dulu bilangnya, MENIKAHLAH DENGANKU DAN JADILAH ISTRIKU SEUTUHNYA. Aku akan dengan suka rela membiarkan semua itu." Zivanya beranjak dari sana
"Kamu kan hanya bilang, MENIKAHLAH DENGANKU. Jadiii... masalah suami istri tidak tercantum." Kata Zivanya sambil tersenyum pergi.
"Lah, Bisakah seperti itu! Kalau begitu, ZiVA ... SAYAAAANG ... KITA BALIKAN NIKAH DAN JADI ISTRIKU SE UTUHNYA YUk ..." Fibra berteriak dan pergi menyusul Zivanya dengan hati kesel, dongkol, sedih, dan enggak bisa di gambarkan lagi pokonya.
Andai waktu bisa di ulang, kata Fibra dalam hati.
***
Zivanya tengah melamun tentang apa, dia pun tak tahu. Tapi ketika melamun merasa kebahagiaan ada dalam genggamannya.
Tuk tuk tuk.
Suara ketukan sendok dan meja menyadarkan Zivanya dari lamunan.
"Mau sampai kapan kamu melamun sayaaang, itu nasi goreng gosong juga," Kata Fibra yang malah tersenyum bukannya membantu.
"Nasi goreng gueeee," kata Zivanya histeris karena baru sadar dan ketika dia membalikkan nasi gorengnya,
Blong!
Wajan yang dia pakai bolong sampai nasinya berhamburan ke mana-mana.
"Aaaah .. Fibraaaa, ini gara-gara kamu tahu! Jadi kaya gini. Nasi goreng akuuu .." Zivanya mencubit Fibra yang sedang duduk.
"Du du, duuuuh, sakit sayaaang... ko, malah nyalahin aku. Kamu yang melamun,” kata Fibra sambil menahan tawa dan sakit berbarengan.
"Iiih... bukannya bantuin mematikan kompor atuh! Lihat aku lagi melamun teh! Malah ikutan diam saja." Kata Zivanya sambil bersungut-sungut terus mengomel
Fibra malah makin ingin tertawa ketika melihat kelakuan istrinya yang malah berjingkrak sambil teriak-teriak marah.
Dasar wanita aneh! Katanya dalam hati.
"Gimana dooong, aku lapar ini ..." kata Zivanya sambil menurunkan kepala di pundak Fibra
Merasakan itu Fibra langsung mengelus kepala Zivanya.
"Ya sudah, kita beli saja ya ... atau mau makan di luar?" Ajak Fibra sambil meraih pinggang Zivanya
Baru saja Zivanya mau menjawab, suara bel berbunyi beberapa kali.
"Kamu duduk dulu... biar aku yang buka pintu." Kata Fibra sambil mencium kening Zivanya yang langsung menempelkan kepalanya di meja.
Fibra pergi membuka pintu depan sambil mengerutkan kening karena tak ada tamu yang janji padanya akan datang pagi ini.
"Abaaaang..." suara cewek yang berteriak dan langsung menghambur ke pelukan Fibra ketika pintu di buka.
Untung saja tidak sampai tersungkur ke belakang karena pegangan Fibra pada pintu langsung mengerat.
"Mesaaa..." mata Fibra melotot ketika menyadari siapa cewek yang baru saja memeluk dirinya.
"Mesa kangen, baaaang .." katanya sambil melihat pada Fibra.
Cup!
Tanpa permisi, dia langsung mencium wajah Fibra dan itu berbarengan dengan datangnya Zivanya karena penasaran dengan suara teriakan cewek.
Tak bisa dipungkiri, mata Zivanya langsung melotot kaget campur tak percaya melihat pemandangan di depannya.
"Oh ... ada tamu ..." kata Zivanya sambil beringsut pergi meninggalkan dua manusia yang tengah berciuman.
Jantung Fibra berdegup kencang kala mendengar suara Zivanya. Sekujur tubuhnya menegang karena merasa bersalah.
"Itu siapa?" Tanya Mesa sambil menunjuk Zivanya.
"Ooh... perkenalkan saya pembantu baru di sini Nona,” Kata Zivanya sambil membungkuk hormat
Mata Fibra melotot dan mulut menganga ketika mendengar pengakuan Zivanya.
"Sa___"
"Apa Nona, mau minum? Biar saya ambilkan," Zivanya memotong perkataan Fibra
"Aku, mau jus jeruk. Cepatlah!" Usir Mesa sambil menarik Fibra yang dia gandeng untuk masuk dan duduk tanpa menghiraukan Zivanya yang masih membungkuk.
Dengan terpaksa karena terus di tarik, Fibra pun akhirnya mengikuti langkah ke mana Mesa pergi tanpa menatap Zivanya.
"Kamu tahu dari mana alamat rumah ku?"
"Tante yang bilang. Katanya abang jarang pulang. Jadi tante menyuruh aku lihat abang kesini." Mesa terus saja menempel kaya prangko pada Fibra.
"Silakan di minum Nona," Kata Zivanya sambil meletakan jus pesanan Mesa di atas meja depan mereka berdua.
"Oh ya, ambilkan piring dong! Aku mau makan sama abang di sini. Satu saja karena kita sudah biasa makan satu piring berdua.” Terdengar sangat menyakitkan di telinga Zivanya. Kenapa dengan hati iniii, Zivanya bicara dalam hati karena merasakan rasa sakit. Apa mungkin__ tidak, tidak mungkin secepat itu kan. Zivanya masih bergelut dalam hati.
“Hey, kamu dengar apa yang aku suruhkan!” terdengar suara Mesa yang meninggi. Sampai Zivanya terlonjak karena kaget.
"Eh, iya, baik Nona." Jawab Zivanya sambil berdiri hendak pergi.
"Ayang! Kamu tuh apa-apaan sih." Fibra langsung menghempaskan tangan Mesa dan pergi menyusul Zivanya.
Mesa cengo karena tangan dia di hempas kasar Fibra dan mendengar perkataan Fibra barusan, dia pun makin di buat kaget dengan kepergian Fibra yang menyusul itu pembantu.
Tangan Fibra menyelusup pada pinggang Zivanya ketika sudah menyusul Zivanya di dapur.
"Kamu tuh, bilang apa, sih! Kamu tuh istri aku sayang, istri aku. Sudah, jangan melayani orang lain. Bukannya kamu lapar, ayo kita cari makan."
"Tapi itu ada tammmmfff" mulut Zivanya di bungkam Fibra tanpa ampun di depan Mesa.
Zivanya memukul-mukul d**a Fibra tapi tak di hiraukan. Fibra malah makin memperdalam ciuman mereka dan menarik tengkuk Zivanya.
Setelah merasa Zivanya kekurangan oksigen, Fibra baru melepaskan ciuman panjang mereka.
"Jangan sekali-kali bilang seperti tadi. Kalau masih tak mau menurut, aku cium kamu saat itu juga."
"Ya elaaaah., pakai ancaman segala. Tapi, siapa itu yang di depan sampai dia___WUAAAAAH...." Zivanya buru-buru mencuci bibirnya ketika ingat bibir Fibra tadi telah ternoda dari cium orang lain.
"Sayang kamu kenap___"
Plok!
Zivanya langsung menempelkan busa sabun di bibir Fibra
"Jijik ih, bekas cewek lain!" Kata Zivanya sambil terus mengusap bibir Fibra dengan busa sabun
Fibra melotot dan dengan cepat membasuh bibirnya karena sudah terasa pahit dari busa sabun. Mending sabun muka. Laini, sabun cuci piring.
Tega bener punya bini!
“Sampai bersih. Jijik, nanti ada kumannya menyebar dar kamu. Dan__eewh... aku ogah cium bibir kamu,” Zivanya pergi meninggalkan Fibra sendiri.
******