"FIBRAAAAA...." teriakan Zivanya menggelegar sampai burung hantu dan kelelawar pun pergi mendengarnya.
Yang di teriaki namanya hanya tersenyum simpul sambil terus menonton layar TV di depannya, tanpa menghiraukan teriakan yang memekikkan telinga.
Fibra tahu, Zivanya pasti sangat jengkel dengan kelakuannya. Yang mengeluarkan isi lemari dan menggantinya dengan baju tidur yang super duper seksi.
tapi ini Fibra lakukan untuk jadi hukuman bagi Zivanya yang selalu menolak semua yang Fibra inginkan padahal mereka sudah sah di mata agama dan negara
"Fibra sayanghhhh...” suara desahan yang membuat bulu roman Fibra berdiri.
Ini sangat memicu libidonya jadi tinggi. Benar-benar cobaan dalam hidup.
"Fibrahhhh..." kembali terdengar panggilan Zivanya yang__emmmh... membuat yang di bawah bergerak membesar apalagi ditambah elusan halus di tengkuknya juga suara desahan terdengar di telinga Fibra menjadikan dia makin b*******h.
Fibra menutup mata meresapi semua yang Zivanya lakukan
"Emmmh... apa say__" Fibra ingin meraih tangan Zivanya
Namun,
"Aaaah...."Fibra berteriak
"Kenapa kamu mengganti isi lemariku dengan baju kurang bahan seperti ini hah!" Kata Zivanya sambil mendorong pundak Fibra sampai tersungkur ke lantai dan mencium lantai tersebut.
Zivanya tak memberi ampun, dia terus saja mendorong Fibra sambil naik ke punggung dan memberikan pukulan di kepala dengan bantal kursi
"Awww... sayang, aawww... aawww..."Fibra mengeluh sakit dengan perlakuan yang di berikan Zivanya
Namun Zivanya terus saja memukul Fibra tanpa mau menghiraukan jeritan Fibra
Dia kira Zivanya akan menggodanya dengan desahan tadi, tapi nyatanya dia malah dapat pukulan telak dari Zivanya.
Padahal khayalannya sudah membayangkan hal yang menyenangkan ketika mendengar desahan Zivanya yang ada di depan telinganya.
"KENAPA KAMU GANTI ISI LEMARI KU, FIBRAAAAAA!!!" Zivanya membabi buta memukul Fibra
"Ah... ampun sayang, ampun... ok ok, aku akan bilang. Tapi berhenti memukul, sakit iniii... kepala dan pinggang aku kamu naiki."
"Aaaah... jadi aku berat ya, ya ya... kamu kejam tahu!" Zivanya kembali memukul Fibra
Mendengar protes Zivanya, Fibra tertawa. Ternyata istrinya tidak mau bila di katai gendut.
"Fibraaaa...." ketawanya Fibra membuat Zivanya makin jengkel, dia kembali memukul dan di tambah mencubit Fibra kencang.
"Aaawww... sayang ampun sayaaaang, ampun, ampun aw, aw aaaaww!" Fibra menyerah.
Dia tak tahan menerima amukan ketua perampok ini. Bisa-bisa dia malah bonyok tak karuan, malahan bisa jadi sampai koma di rumasakit ini mah.
Zivanya cemberut, "Di mana baju aku!" Kata Zivanya sambil turun dari punggung Fibra setelah puas membuat Fibra terkapar tidak berdaya.
"Ada sayaaang... tapi malam ini, cukup pakai itu saja yaaa... kamu cantik pakai itu," Kata Fibra disela ringisnya karena sakit dari ulah Zivanya.
"Cantik, cantik! Ngapain cantik, kalau membuat aku masuk angin dan sakit. Mending jelek, tapi badan aku sehat." Dengus Zivanya kesel.
"Cepat, mana baju aku!"
"Ada di lemari kamar sebelah."
Zivanya langsung pergi tanpa menghiraukan Fibra.
"Sayang... bisa enggak malam iniii... saja. Kamu pakai baju itu?" Mohon Fibra
"Enak saja! Kalau aku sakit apa kamu mau mengurusku?"
"Emmm... bolehlah-bolehlah. Tapi-" Fibra mengusap tengkuk "aku tak tahu cara mengurus orang sakit. Gimana doooong..."
Zivanya tersenyum berjalan mendekati dan naik ke pangkuan Fibra. Membuat Fibra menegang hebat seketika, apalagi Zivanya memakai pakaian seksi yang memperlihatkan paha mulus dan menerawang sampai terlihat bentuk celana dalam dan BH-nya yang berwarna gelap. Kontras dengan warna kulitnya.
Bagian tubuh Fibra yang di bawah makin menegang. Apalagi ditambah karena Zifanya terus saja enggak diam di atas pangkuannya. Ini sangat menyiksanya.
"Sayaaaang...." kata Fibra dengan suara serak menahan nafsu birahi.
"Yaaa... ada apa sayang, Fibrahhh..." Zivanya tahu kalau Fibra tergoda dengan kelakuannya. Senyum pun terbit di bibir Zivanya. Dia terus menggoda dengan terus bergerak di atas paha Fibra.
"Diamlah sayang... jangan menggodaku." Fibra memegang pinggang Zivanya supaya diam.
"Memangnya siapa yang menggoda?" Kata Zivanya sambil terus tak diam.
Sebenarnya Zivanya merasakan ada sesuatu berbeda di bawah s**********n Fibra, yang membuat dia tak begitu enak ketika duduk di paha Fibra tapi dia memilih mengabaikannya.
"Sayaaang... kalau kamu enggak mau diam, aku tak tahu apa yang akan terjadi padamu malam ini..."
"Memangnya apa yang bakalan terjadi..." kata Zivanya makin berani
Fibra membuang nafas kesal karena Zivanya tak bisa di sadarkan. Dengan penuh kekesalan dan nafsu yang telah tak bisa di tahan, Fibra langsung menggendong Zivanya di pundaknya untuk di bawa ke kamar.
"Aaaaah... Fibraaa... apa yang kamu lakukan! Turunkan aku turunkan! Kamu pikir aku ini karung beras apa, di panggul kaya gini. FIBRAAAA" Zivanya meronta -ronta supaya di turunkan.
Fibra malah terus berjalan tanpa menghiraukan teriakan Zivanya istrinya.
Fibra sudah tak tahan menahan begitu besar nafsu birahi yang Zivanya bangun tadi.
Dengan sedikit kasar Fibra menjatuhkan Zivanya di kasur. Tapi sayang, kepala Zivanya malah terbentur pinggiran ranjang.
"Aaww... sakiiiit!" Jerit Zivanya sambil memegang kepalanya
Fibra kelabakan karena kaget melihat istrinya kesakitan.
"Kamu tak apa sayang?" Kata Fibra sambil menatap cemas
"Tak apa bagaimana! Lihat ini, kepalaku benjol tahu!" Kata Zivanya cemberut sambil duduk
Karena penasaran Fibra pun melihat ke belakang kepala Zivanya dan ternyata, ya! Ada sedikit benjolan di sana.
"Maaf, ya sayaaang..." kata Fibra sambil mengelus kepala Zivanya.
Zivanya tak menjawab dia malah turun dari ranjang dan pergi meninggalkan Fibra. Tapi sebelum dia menutup pintu, Zivanya membalikkan badan dan melempar sendal ke kepala Fibra.
"Kena. Yes!" Zivanya tergelak tawa karena kena sasaran.
"Aww... SAYAAANG!!!!" Fibra di buat kesal dan jengkel atas kelancangan Zivanya.
"Enak, ya. Muah!" Zivanya melambaikan tangan dan melenggang pergi sambil menutup pintu dengan tergesa-gesa karena melihat Fibra akan mengejarnya.
*****
Paginya Zivanya membiarkan Fibra dengan tidak bicara sedikit pun karena masih merasa kesal dengan kejadian tadi malam. Ya, iyalah! Siapa yang tidak marah kalau semua baju yang dia pakai malah dilempar ke lemari lain dan diganti dengan baju yang kekurangan bahan dan transparan kaya gembol nasi yang suka di pakai mak-mak masak nasi.
“Sayaaang, mana sarapan aku?” suara Fibra menyadarkan Zivanya yang tengah melamun di depan meja makan yang hanya terhidang satu piring nasi goreng yang masih mengepul panas.
“Yaang, makanan aku mana?” Fibra kembali bicara sambil menatap Zivanya yang menatap dirinya dengan cemberut. “Haaaahhh...” suara helaan nafas Fibra membuat Zivanya memalingkan muka dan kembali pada acara makan untuk diri sendiri yang belum terjadi satu suappun.
“Aku minta maaf, atas kejadian kemarin malam. Tapi itu jujur,” Fibra menarik nafas dan membuangnya perlahan. “Aku ingin melihat kamu memakai pakaian itu.” Fibra memalingkan kepala karena merasa malu dengan apa yang dia ucapkan barusan.
Zivanya malah mendengus, ketika mendengar apa yang di katakan Fibra. Dia tahu, itu bukanlah keinginan Fibra sendiri, tapi karena ada dorongan dari serial Film yang dia tonton tadi malam di ruang kerjanya. Malahan bajunya pun semua sama dengan baju artis yang di pakai ketika film itu berlangsung. Kenapa Zivanya tahu, sebab dia melihat catatan sekretaris Fibra yang di suruh untuk membeli baju tersebut. Malahan sempat Zivanya tanya. Dan dengan santai dia berkata, kalau baju itu Fibralah yang memesan. Ingin Zivanya marah, tapi untuk apa. Toh, cintanya tidak mungkin terbalas.
“Yaaaang, Zivaaa, aku minta maaf yaa...” Fibra mendekati Zivanya terlihat menyesal.
Zivanya diam, dia menaruh sendok dan juga garpu yang dia pakai untuk makan. “Aku akan memaafkanmu. Tapiiii... kamu harus ikut denganku ke sebuah tempat untuk lari pagi, bagai mana?” Zivanya sedikit mengerjai Fibra karena dia tahu, kalau itu hal yang paling di benci oleh Fibra.
Tapi entah angin dari mana, Fibra mengiyakan ajakan Zivanya. Padahal selama hidupnya belum pernah sedikit pun pergi dan sampai berolahraga di luaran seperti itu. Namun karena ajakan Zivanya sang istri yang tengah marah dan membisu, dia mengiyakan saja.
Dengan memakai baju yang sama dengan Fibra, Zivanya memulai olahraga larinya dari kompleks dia tinggal selepas makan yang tidak terlaksana. Karena ingin cepat membuktikan keseriusan perkataan Fibra yang mengiyakan ajakannya.
"Sayang... apa kamu tidak kelelahan? Ini lumayan jauh loh!" Kata Fibra yang dari tadi tak henti-hentinya membujuk Zivanya untuk menaiki kendaraan sampai tujuan.
"Ya ampuuun, Fibra sayang! Aku kan sudah bilang dari tadi, aku ingin kita lari dari rumah. Lagian apa kamu tak lihat, tuh! Banyak orang yang melakukannya jadi kita tidak akan merasa lelah, yang ada malah seru." Bantah Zivanya sambil berlalu meninggalkan Fibra.
Melihat itu Fibra menyusul Zivanya dan kembali mensejajarkan larinya.
Hampir 30 menit Zivanya dan Fibra baru sampai di sana. Dengan tanpa beristirahat terlebih dahulu, mereka langsung mengitari lapangan itu beserta orang lain.
Setelah 3 putaran mereka memutuskan untuk istirahat di bawah pohon yang rindang sambil berselonjor melepas lelah yang dia rasakaan.
"Ini minum dulu sayang." Kata Fibra sambil mengusap keringat di kening dan leher Zivanya dengan handuk kecilnya.
"Apa kamu sering kesini sayang?" Kata Fibra sambil meneguk minuman sisa Zivanya.
Zivanya menatap Fibra heran dengan apa yang dia tanyakan. “Aku lihat, kamu seperti orang yang sudah tahu dengan tempat ini,” ucap Fibra sambil kembali minum.
"Ya... sekalian beroperasi dengan yang lain." Kata Zivanya enteng tanpa beban sedikitpun.
"Uhuk... uhuk... uhuk.." Fibra kaget sampai dia tersedak minumannya sendiri "kamu sering melakukannya di sini!" Kata Fibra tak percaya dengan apa yang istrinya lakukan dulu.
Karena di sini sanggatlah tak aman menurut Fibra. Andai mereka ketahuan sedang melancarkan aksinya, pastilah habis di keroyok masa.
Zivanya hanya mengangguk. "Fibra sayang, aku ingin makan itu. Tapi aku ingin ke toilet terlebih dulu. Apa kamu bisa membelikannya untukku?"
Fibra melihat ke arah yang di tunjuk Zivanya. Di sana terdapat orang yang berjualan tapi entah apa namanya pokonya banyak orang yang sedang mengantre untuk membelinya
"Baiklah, biar nanti aku suruh anak buahku untuk membelinya." Jawab Fibra sambil ikut berdiri hendak mengikuti Zivanya
"Kamu mau ke mana?" Tanya Zivanya heran
"Lah, bukannya kamu mau ke toilet? Ya aku antar."
"Tidak! Biarkan aku sendiri. Memangnya kamu mau, di bilang serong karena masuk toilet wanita?"
Seketika Fibra merinding dengan apa yang Zivanya katakan dan pasrah melepas Zivanya pergi sendiri.
"Ya, sudah. Aku tunggu di sini. Tapi jangan lama-lama.”
Cup Fibra melayangkan satu ciuman di bibir Zivanya.
"Aku tidak akan tahan menahan rindu padamu." Kata Fibra setelah mencium bibir Zivanya sekilas.
"Ya ampun Fibraaa... ini di tempat umum! Apa yang kamu lakukan." Zivanya memukul tangan Fibra dan cepat berlalu sambil cemberut.
Melihat itu Fibra hanya tersenyum dan kembali duduk setelah menelepon bawahannya untuk membeli jajanan yang tadi di inginkan Zivanya.
Zivanya tak lama sudah mau keluar dari toilet, namun tiba-tiba ada yang menariknya masuk kembali.
"Bundaaaa..." mata Zivanya terbelalak kaget dengan apa yang dia lihat
"Iya ini bunda. Sekarang kamu harus ikut bunda sayang." Kata bunda hendak menarik keluar.
"Eeh... sebentar.” Zivanya memberhentikan aksi orang tua angkatnya.
Dengan tenang Zivanya menatap sang ibu angkat, “Bunda, kita mau ke mana?" Zivanya bertahan di tempat ketika Ibu angkat kembali menariknya dengan sedikit memaksa.
"Ke suatu tempat, pokonyaaa... kamu ikut saja. Bunda akan memperkenalkan kamu pada___"
"Ayah kandung kamu Zivanyaaaa,” terdengar sang ayah angkat bicara dengan terus terang tanpa melihat raut wajah Zivanya yang terlihat kaget. “Ngomong begitu saja, ko susahnya minta ampun. Ayo, cepat. Kita sudah di tunggu lama iniii..." kata ayah yang langsung membawa Zivanya sambil menarik tangan istrinya dari toilet.
Dengan masih dalam pikiran kaget dan tak percaya Zivanya berhasil di tarik dan di bawa ke dalam mobil orang tua angkatnya tanpa bicara pada Fibra.
"Tunggu, apa aku bisa menelepon__"
"Pake ini saja! Dan cepat lepas kartunya, setelah selesai sayang,” kata ayah pada bunda yang langsung mengangguk mengerti
"Tapi ingat, jangan bilang-bilang kalau kamu di bawa oleh kami,” kata ayah sebelum memberikan handphonenya pada Zivanya. Tanpa pikir panjang, Zivanya langsung mengiyakan dan mengambilnya.
"Hallo... Fibra, aku harus pergi sebentar. Ada temanku yang kena kecelakaan. Jadi, aku harus segera membawanya pulang. Kamu jangan kawatir. Pulang saja duluan." Zivanya mengakhiri panggilan teleponnya tanpa berkata apa-apa lagi.
"Apa! Ke daerah mana kamu mengantarnya, biar aku menyusul." Terdengar Fibra tidak mengizinkan Zivanya pergi sendiri.
"Tidak sayang, aku bisa sendiri. Lagian bila kamu ikut, nanti orang tuanya bisa salah paham pada kita. Pokonya kamu pulang duluan, ok!!" Zivanya langsung mematikan teleponnya.
Dengan sigap bunda langsung membuka kartu dan melemparnya keluar
Sebenarnya Zivanya ingin bertanya kembali tapi diurungkan niatnya karena melihat ayahnya mulai merasa kesal.
Kira-kira 45 menit mobil yang Zivanya tumpangi berhenti di rumah besar dan indah. Tapi tak sebesar rumah Fibra suaminya.
"Ayo turun, tuan sudah menunggu kita di dalam." Kata ayah sambil keluar dan merapikan baju yang dia kenakan.
Dengan sedikit ragu, Zivanya pun turun dari mobil dan melangkah menyusul ayah dan ibu angkatnya. Zivanya sungguh merasa takjub dengan interior dan barang-barang yang ada di sana. Semuanya terlihat sangat “WAW” dimata Zivanya yang terbiasa hidup sederhana.
"Kalian sudah datang? Silakan duduk, saya akan memanggil tuan terlebih dahulu." Kata seorang laki-laki yang berjas dan terlihat masih muda sambil berlalu.
5 menit kemudian, terlihat laki-laki itu mengiringi orang tua yang mungkin umurnya sekitar 60 tahunan tapi terlihat masih gagah dan berkarisma dan juga masih tampak segar bugar.
"Kalian sudah datang?" Suara has yang membuat bulu kuduk Zivanya berdiri.
Dengan berani dia menaikkan kepala yang sejak tadi menunduk melihat siapa yang punya suara itu.
Seketika Zivanya dan orang tua itu membeku. Mereka melihat kesamaan dalam struktur wajah mereka berdua.
"Zivanya anakkuuu..." suaranya bergetar dan setitik cairan bening keluar dari ujung matanya.
Zivanya mematung dia masih tak percaya dengan apa yang dia lihat dan dengar.
Anakku, kata-kata itu terdengar jelas di telinganya.
Jadi dia papah Zivanya yang sekian bulan dia cari karena baru dia ketahui kalau dia bukan anak bunda dan ayahnya.
"Kamu cantik, cantik sekali sayang. Seperti mamahmu." Kata orang tua itu hendak mendekati Zivanya yang masih mematung tidak beranjak sedikit pun.
Namun entah kenapa, ketika orang itu sudah dekat Zivanya malah beringsut mundur untuk menjauh.
“Maaf, aku masih kaget dengan semua ini.” Zivanya menunduk sebentar untuk mengatur deru nafasnya yang terasa sesak. Setelah sedikit tenang dan pernafasannya kembali normal, Zivanya mengangkat kepala dan memandang orang tua tersebut.
"Kalau kamu benar papahku, apa yang harus aku percaya dari kata-katamu? Dengan kata lain, apa bukti darimu kalau kau benar papahku. Bisa saja kamu hanya ingin menjadikan aku sebagai budakmu. Benar bukan?”
"Sayang!" Seketika ayah dan bunda membentak atas kelakuan yang tidak sopan Zivanya.
Apalagi ini pada orang yang sangat berpengaruh di negara ini. Sekali saja dia melakukan kesalahan pasti nyawa jadi taruhannya. Apalagi setelah istrinya meninggal dunia. Dia menjadi orang yang kejam di dunia ini
"Hahahaha... tak apa, kalian jangan memarahinya. Malahan aku bangga karena kalian telah mendidik putriku menjadi anak yang penuh kewaspadaan pada orang lain." Orang tua itu malah tertawa dan menyuruh bawahannya membawa sebuah kotak yang dari tadi sudah di pegang sang bawahan.
Terlihat senyuman kecil menghiasi bibir tuanya di kala membuka kotak yang berwarna merah tersebut. Sepertinya kotak itu dirawat dengan baik, karena masih terlihat sanggatlah baru dan juga bersih. Orang tua itu mengambil sesuatu dari sana dan memperlihatkannya pada Zivanya.
"Apakah kamu kenal dengan kalung ini?" Kata orang tua itu
Kalung, Zivanya melihatnya dan dia menyadari kalau itu sama persis dengan kalung yang ada padanya.
Tanpa berpikir panjang dia langsung mengeluarkan kalung yang di pakai dan memang sama persis.
"Satukanlah bandulnya sayang dan jadikan kunci untuk membuka kota ini." Kata orang tua itu sambil meletakan kotak di depan Zivanya.
Tanpa berpikir panjang Zivanya pun melakukan apa yang di suruh. Dan ketika dia membukanya, terdapat beberapa foto yang terlihat masih terawat dengan baik. Zivanya mengambil salah satunya,
"Itu foto papah dan mamah sayang,” kata orang tua itu pada Zivanya.
Zivanya melihatnya dan memang benar. Wanita yang ada di dalam foto itu sama persis dengan foto yang beberapa bulan lalu dia temukan, dan menjadi bukti kalau dia bukanlah anak kandung bunda dan ayah.
"Papah...." air mata meleleh dan suara Zivanya tertahan dengan isakan yang keluar tak bisa dia cegah.
"Ya sayang, anak papah. Kemarilah anakku,” kata orang tua itu sambil merenggangkan tangannya.
Zivanya menghambur ke dalam pelukannya sambil menangis sejadi-jadinya. Tak di sangka ternyata ayahnya masih ada.
Dengan sama berurai air mata orang tua itu mendekap anaknya. Ya, anak yang lebih dari 15 tahun dia cari karena kebodohannya pada sang istri.
Ya... dialah Zulfan, Zulfan yang meminta menggugurkan anaknya demi menyelamatkan nyawa sang istri. Namun istrinya berkehendak lain yang menjadikan dia kehilangan keduanya.
"Maaf... sekali lagi papah minta maaf karena membuat kamu menderita." Hanya itu yang bisa Zulfan katakan pada putrinya.
*****
Mau tahu cerita Ayahnya, yuuu... di baca di cerita pertamaku “CINTA SIGADIS ES”