PRANG!!!
Sudah lebih dari 10 guci yang hancur berantakan, sampai suasana rumah yang Fibra tempati tidak karuan. Bingkai foto hancur entah berapa buah, kaca, dan juga semua perabotan pecah belah semua hancur tak tersisa. Kecuali foto pernikahan dan foto lainnya yang berhubungan dengan Zivanya masih utuh tak terjamah sedikit pun.
Semua orang yang ada di sana tak berani berbuat apa-apa. Karena mereka tahu, kalau bosnya sedang marah besar karena sudah hampir 15 hari Nonanya tak pulang dan tidak ada kabar berita.
Padahal semua orang telah dikerahkan begitu juga detektif yang paling Handal sekalipun, belum ada yang bisa membawa berita baik untuk Fibra sang bos besar.
Kepergian Zivanya hilang bagai di telan bumi. Yang menjadikan Fibra marah besar pada siapa saja yang melakukan kesalahan walau hanya kesalahan kecil.
Ddrrrt...
Suara handphonenya penjaga berbunyi
"Ya tuan Adi?"
"Cepat kau cegah Nona Mesa masuk. Barusan dia ke kantor dan sekretaris bego itu bilang kalau bos Fibra sudah lama tak ke kantor. Jangan sampai dia bertemu dengan bos dan bos sampai memarahinya. Kalau sampai itu terjadi, keluarga bos pasti akan datang. Kau tahukan apa yang akan terjadi?"
Penjaga itu diam "oh, ya tuan Adi. Saya mengerti. Dan sekarang juga akan saya kerjakan."
"Bagus... dan ingat jangan sampai berita bos mengamuk bocor keluar karena ini akan berdampak tidak baik untuk bos. Cepat lakukan, cegah Nona Mesa bertemu dengan Bos!"
"Siap tuan!" Setelah panggilan terputus, penjaga itu pergi keluar di ikuti yang lain dan bertepatan dengan datangnya mobil Mesa.
"Selamat pagi Nona?" Kata sang penjaga sambil mendekati Mesa yang hendak membuka pintu
"Apa yang kau lakukan! Awas, aku ingin keluar dan menemui Fibra!" Katanya Mesa dengan angkuh.
"Maaf Nona, tapi Bos tidak ada di rumah. Bos sedang pergi liburan dengan istrinya Nyonya Zivanya."
"b*****t! Siapa istrinya, aku yang akan jadi istrinya. Cepat menyingkir aku ingin keluar."
"Maaf Nona atas perintah Bos, selama Bos tak ada di rumah tidak di perbolehkan siapa pun masuk ke rumah. Jadi saya harap Nona lebih baik pulang. Atau kami akan melakukan hal yang tidak di inginkan bila Nona masih memaksa."
"Dasar kalian b*****t!" Mesa kembali menyalakan mobil dan pergi keluar dari pekarangan rumah sambil marah-marah
"Untung Bos tak jadi menikahi wanita bar-bar itu, kalau sampai, waaa... bisa tamat kita tiap hari di omeli tuh!"
"Masih mending itu, aku paling tak suka sama wanita yang ingin di jodohkan oleh tuan besar. Itu wanita, selalu membuat bos kita marah. Tapi tak semarah sekarang ketika Nyonya Zivanya tak pulang. Itu marah Bos, paling menakutkan."
Semua penjaga mengiyakan. "Dan ketika Nyonya Zivanya ada, Bos baik sekali pada kita."
Dan itu pun di iyakan oleh semua.
"Itu siapa yang mas__Nyonya Zivanyaaaa" semua orang bersyukur karena orang yang selama ini mereka cari datang juga dan bersyukur pula karena ketegangan akan kemarahan Bosnya akan segera berakhir.
"Haaaaiii... apa kabar kalian? Dan kenapa di sini begitu ketat penjagaannya?"
"Kami baik, Nyonya. Tapiiii Bos___" semua tertunduk.
Deg!
Zivanya tak bicara dia langsung berlari ke rumah.
Begitu tercengangnya dia ketika melihat rumah yang tampak berbeda dan ada gundukan barang yang telah hancur
"Bos sudah hampir 2 minggu mencari Nyonya sampai dia tak ingat makan."
Deg!
Zivanya kembali merasa sakit "di mana Fibra sekarang?" Zivanya membuat semua orang kaget.
"Nona? Tuan ada di kamar, dia masih tak mau makan. Padahal harus minum obat karena___"
"Sejak kapan dia sakit?" Kata Zivanya pada pelayan wanita yang baru dia lihat.
"Sudah 5 hari ini dan Tuan masih tak mau minum obat."
Zivanya kembali berlari menemui Fibra. Dan benar saja, orang yang selama ini selalu terlihat gagah dan jail padanya tengah berbaring lemas.
"Fibra, sayaaaang..." sakit, terasa sakit hati Zivanya ketika melihat Fibra seperti ini.
Dia menangis dan langsung memeluk Fibra
"Heeyyy, apa yang terjadi padamu hemmm..." Zivanya mengusap pipi Fibra dengan lembut, yang menjadikan sang empu sadar dan menatap lekat Zivanya
"Sayaaaaang...” Fibra langsung terbangun dan memeluk Zivanya erat.
Penjaga yang sejak tadi ada di depan pintu menutup pintu dengan rapat dan meninggalkan Bos dan istrinya.
"Kamu kenapa sampai kaya gini, dasar bayi besar yang rewel. Kenapa kamu sampai sakit hemmmm!" Kata Zivanya sambil memeluk yang tak kalah erat dan sekali-kali memukul punggung Fibra dengan terus terisak sedih.
Fibra tersenyum dan mengusap kepala Zivanya sayang.
"Aku tak apa, hanya kangen kamu saja. Karena kamu lama tak ada kabar."
"Dasar ceroboh! Walau pun begitu, kamu harusnya tetap makan. Jadi tidak akan sakit," Kata Zivanya sambil terus memukul Fibra.
Fibra mengurai pelukannya dan memegang bahu Zivanya sayang.
"Jangan menangis, aku tidak apa-apa. Dasar cengeng!" Fibra menangkup pipi Zivanya sambil mengusap pipi yang basah karena air mata.
"Aku tuh kangen kamu, karena kamu tidak ada kabar. Padahal aku sudah mencarimu dengan orang-orang terbaikku. Tapi kamu itu____"
Zivanya membungkam perkataan Fibra dengan memeluk, mencium dan melumat bibir Fibra.
Fibra melotot karena tidak terpikir olehnya, kalau Zivanya akan melakukan hal itu. Namun tak selang beberapa lama, Fibra mulai menikmati ciuman yang Zivanya mulai. Fibra tidak akan menyia-nyiakan kesempatan indah ini, malahan dia menarik tengkuk Zivanya supaya bisa memperdalam ciumannya dan tidak membiarkan Zivanya lepas dari ciuman dalamnya.
Setelah merasa saling berat karena pasokan oksigen yang mulai menipis, Fibra melepaskan ciuman dan menempelkan kening dengan kening Zivanya.
"Aku mencintaimu, sayaaaang. Jangan pernah menghilang lagi seperti ini, aku tak mau itu terjadi karena bisa membunuhku secara perlahan-lahan."
"Dasar gombal receh! Awas lepas, kamu harus makan dulu. Biar bisa minum obat." Zivanya menyingkirkan tangan Fibra dari pinggangnya.
"Kamu suapi saja sayang... jadi kamu tak usah turun." Kekeh Fibra sambil menelusuk ke leher Zivanya.
"Makanannya sudah dingin, aku akan buatkan bubur yang baru buat kamu. Ok!" Kata Zivanya sambil melepaskan pelukan Fibra yang makin mengerat
"Aku ikuuuut..." kata Fibra sambil ikut bangun dan mengekor dari belakang dan memeluk pinggang istrinya yang melangkah akan pergi ke dapur.
"Ya ampun, tapi kamu masih lemas sayang, jadi kamu tidur saja ya." Bujuk Zivanya sambil mengusap kepala Fibra
"Aku mau ikut." Kekeh Fibra.
Zivanya pun tak bisa berbuat apa-apa. Dia membiarkan Fibra bergelayut pada pinggangnya sambil sesekali mencium tengkuk Zivanya.
Walau sudah disuruh untuk berhenti, tapi tetap saja tak di gubris.
Tak berapa lama bubur buatan Zivanya pun telah selesai.
"Mau makan di sini apa di bawa ke kamar?"
"Di kamar saja makannya. Tara, bawakan buburnya ke kamar." Kata Fibra sambil menarik Zivanya untuk kembali ke kamar. Zivanya hanya bisa menggelengkan kepala karena tingkah Fibra. Dasar, orang berkuasa mah bebas.
"Ini buburnya Bos."
Tuh kan, bubur itu datang setelah kami masuk kamar. Padahal tadi langsung saja aku bawa.Hati Zivanya bergumam.
"Baik, simpan saja di sana. Terima kasih!"
Penjaga itu tertegun dengan kata terakhir Bosnya. "I... iya Bos." Katanya dengan gugup dan buru-buru pergi. Karena baru kali ini dia mendengar Bosnya berkata TERIMAKASIH pada bawahannya.
"Sekarang, ayo kamu makan dulu." Kata Zivanya mengambil mangkok bubur yang tadi di bawa Tori.
Fibra mengangguk dan membawa Zivanya duduk di pahanya.
"Kamu harus makan dulu, Fibraaaa. Jadi, biar kamu bisa makan aku duduk di pinggir saja yaaa..."
Zivanya menolak untuk duduk di pangkuan Fibra. Tapi karena Fibra bilang tidak akan makan kalau Zivanya tak menuruti keinginannya, dengan berat hati Zivanyapun membiarkan apa pun yang di lakukan Fibra asal dia mau makan.
Sekalipun dengan susah payah untuk menyuapinya karena Fibra banyak mau.
*********
Setelah sang istri atau Zivanya ada di sampingnya, kesehatan Fibra berangsur-angsur membaik. Dia tak pernah lagi menolak makanan yang di sediakan.
"Untung saja Nona cepat pulang, kalau tidak! Bakalan rusuh di dalam rumah ini." Kata salah seorang penjaga
"Bukan cuma rusuh lagi, tapi akan ada perang dunia ke 8.kalian ingat tidak waktu bos pernah sakit, ketika itu Tuan dan Nyonya besar tahu dan kita di hajar sampai babak belur. Andai saja bos tidak menolong kita, pasti kita mati saat itu juga oleh tuan besar."
Semua yang ada di sana mengangguk ketika ingat apa yang pernah terjadi pada mereka ketika bosnya sakit. Padahal hanya sakit flu ringan.
"Apa yang kalian bicarakan? Bukannya cepat mengantar Nona dan Tuan pergi, malah mengobrol di sini. Cepat, mereka sudah menunggu di mobil." Kata pelayan wanita yang bertolak pinggang kesal
Semua penjaga yang bertugas mengantar dan mengawal bos mereka langsung berlarian mendekati mobil masing-masing
"Maaf Bos saya__"
"Sudahlah. Kami tahu kamu sedang sarapan. Lagian kami baru masuk mobil." Kata Zivanya sabil tersenyum ramah.
Dia buru-buru menjawab karena tahu Fibra pasti akan meledak memarahi si penjaga.
Zivanya tak mau paginya di hiasi dengan kemarahan. Itu akan membuat moodnya jadi kacau.
"Aku sekolah dulu. Kamu jangan terlalu cape yaaa dan jangan lupa makan siang jangan sampai terlewatkan,” kata Zivanya sebelum dia turun untuk sekolah
"Aku mau ikut kamu sayaaaang" Fibra mulai dengan rengekannya. Sampai sopir dan salah satu bawahannya menahan tawa. Entah sejak kapan, Fibra jadi orang yang begitu tunduk pada Zivanya.
Pletak!
Zivanya menjitak kening Fibra
"Jangan ngaco kamu! Emangnya aku pengasuh bayi besar apa. Cepat lepas, sudah hampir kesiangan iniiii." Zivanya memukul tangan Fibra yang masih bertengger di pinggangnya.
"Ya, udaaaah! Tapi nanti pulang ke kantor yaaa... jangan dulu pulang ke rumah." Kata Fibra sambil menangkup pipi Zivanya dan mencium bibir Zivanya tanpa menghiraukan orang di depannya.
"Iiiih... kamu tuh, yah! Kalau sehat selaluuuu saja, bikin aku jengkel. Kalau sakit bikin aku capek karena banyak keinginan. Aku turun dulu ah!"
Fibra kembali mengangguk dan mencium bibir manis Zivanya.
"Hati-hati, sayang. Aku tunggu nanti siang. Jangan lupa." Kata Fibra yang terus berbicara mengulur waktu Zifanya untuk tidak cepat pergi.
"Iya iyaaa... aku turun dulu dan lepas ini tangan." Kata Zivanya yang kembali memukul tangan Fibra.
Dengan tak rela Fibra melepaskan Zivanya istrinya untuk jauh darinya.
"Dah sayang... hati-hati."
Zivanya tersenyum dan melambaikan tangan.
"Jalan!" Ucap Fibra berubah dengan sangat dingin menghilangkan senyumnya.
Tidak berapa lama Fibrapun sampai di kantor.
"Selamat pagi pak!" Sapa semua orang yang kebetulan berpapasan dengan Fibra di lobi kantor dengan membungkuk hormat
Fibra tak menjawab hanya mengangguk dan berlalu pergi.
Itulah sikap yang selalu dia berikan pada semua karyawan kantor.
"Dora, ambilkan semua pekerjaan yang harus saya selesaikan hari ini. Beserta yang waktu saya tidak masuk kantor." Kata Fibra sebelum masuk ruangan kebesarannya
"Selamat pagi pak! I_ iya pak akan saya serahkan nanti."
"Sekarang Dora!" Tegas Fibra
"Ta_ tapi pak, pekerjaan yang kemarin sangat banyak. Dan harus segera bapak periksa hari ini."
"Bukannya pekerjaan yang kemarin sudah kamu antarkan ke rumah?"
"Maaf pak, tapi itu sebagian... dan yang lainnya sudah ada di meja."
"Oh baiklah!" Fibra masuk ke ruangan kebesarannya.
Namun baru saja dia hendak masuk,
"DORAAAAAA!" Suara Fibra menggelegar
"I... iya, iya tuan." Dora terlonjak kaget sampai kursi yang dia duduki terjungkal ke belakang.
"SIAPA YANG MELAKUKAN INI! DAN KENAPA TIDAK KAMU SURUH OB UNTUK MENYINGKIRKAN INI SEMUA!" d**a Fibra turun naik mukanya merah, matanya menyiratkan ke tidak sukaan, malahan terlihat siap untuk membunuh dan tangannya pun ikut terkepal karena amarah yang sudah bergejolak ketika melihat apa yang terjadi di ruangannya.
Dora menunduk takut andai tidak malu mungkin dia akan kencing di celana akibat ketakutan.
"DORA!!" Fibra kembali membentak.
"I... iya, iya pak! I... itu, itu kemarin Nona Mesa yang melakukannya. Dan, dan dia menyuruh saya untuk tidak melakukan apa-apa. Kalau saya melawan, dia akan memecat saya tuan." Dengan menunduk dan menahan tangis, Dora sang sekretaris bicara pelan dan makin menunduk ketakutan.
"AAAAAH... DASAR CEWEK SIALAN!!" CEPAT PANGGILKAN OB! 5 MENIT HARUS SUDAH BERSIH. BUANG SEMUA SAMPAH-SAMPAH ITU! Dan untuk kamu!! Memangnya atasan kamu itu Mesa apa saya! Sampai kamu takut di pecat"
Fibra pergi ke ruangan tempat pribadinya untuk menenangkan pikiran yang barusan tersulut emosi sampai ingin meledak di sana karena tidak Fibra sangka, semua dinding kantornya terpajang foto Mesa berbagai gaya di tambah setiap sudut ruangan terdapat bunga yang menjadikan ruangan itu wangi bunga segar. Yang membuat dia merasa mual di buatnya.
Mungkin Fibra tidak akan meledak marah apa bila yang melakukan itu Zivanya istrinya. Walau sampai ruangannya di cat pun tidak apa asal itu kemauan Zivanya istrinya, bukannya orang lain yang Fibra tak suka.
Fibra mengambil handphonenya dan menekan nomor Zivanya.
Namun sampai 10× dia tak dapat menghubungi Zivanya. Hanya suara operator yang terdengar.
Fibra membanting handphonenya sampai hancur tak tersisa. Dia kesal karena tak dapat menghubungi Zivanya. Padahal saat ini dia sangat membutuhkan Zivanya istrinya untuk menenangkan hatinya.
Karena semakin kesal, dia merebahkan tubuh di kasur. Yang kebetulan di ruangan itu terdapat kasur untuk istirahat dikala Fibra merasakan cape yang tak terhingga. Sampai Fibra pun tertidur.
Kring kring
Suara deringan telepon membuat Fibra tersadar dari tidurnya.
"Maaf tuan, Nyonya Zivanya menelepon. Katanya Anda tidak bisa di hubungi." Kata Dora di balik telepon kantor dengan bergetar karena masih takut dengan kejadian tadi pagi.
Fibra mengusap wajah dan membuang napas kasar. Setelah menutup telepon tanpa bicara apa-apa.
Dia baru ingat handphonenya rusak karena dia lempar. Dengan buru-buru dia mengambil handphone cadangan dan menekan nomor Zivanya yang sudah di ingat di luar kepala karena itu nomor pribadinya dulu.
"Hallo, Fibraaaa ada apa?" Kata suara di seberang sana.
"Hallo, sayang... kamu telepon akukah?" Fibra duduk di atas kasur
"Iya... tadi aku lihat kamu telepon. Ketika handphonenya aku matikan. Terus aku telepon bali, tapi telepon kamu yang mati. Apa ada masalah?" Zivanya bertanya beruntun sampai Fibra tersenyum di buatnya.
"Aku hanya kangen kamu sayaaang... kapan kamu kesini?" Fibra bicara dengan nada yang menyedihkan.
"Heee... dasar bayi pemarah! Iya,iya. Sebentar lagi aku sampai di sana. Untung aku tidak ada pelajaran tambahan. Jadi bisa pulang cepat." Gerutu Zivanya dari seberang sambil menutup telepon.
Fibra merasa bahagia karena Zivanya akan segera datang.
Fibra melihat jam di pergelangan tangan. Dia tertegun ternyata sudah hampir siang berarti dia sudah lama beristirahat, dan kerjaannya pun kembali dia tinggalkan.
Tanpa Fibra ketahui, penjaganyalah yang telah menelepon Zivanya karena melihat kemarahan Fibra tadi pagi. Mereka takut Bosnya menghancurkan atau melakukan sesuatu yang bisa membahayakan kesehatannya. Karena Fibra tidak kunjung keluar dari tempat istirahat.
Mereka memberi tahu Zivanya, kalau Bosnya marah besar. Setelah Dora mengatakan semua kejadian dengan sangat sok. Sebab Dora baru kali pertama melihat kemarahan tuannya.
Ceklek!
Suara pintu terbuka dan memperlihatkan sesosok wanita yang masih berseragam sekolah.
Dia melihat sekeliling dan menggelengkan kepala karena di sana banyak OB yang hilir mudik membersihkan dan mengganti semua peralatan di ruangan itu
"Semua sudah beres Nona." Kata salah seorang OB
"Baiklah terima kasih. Kalian bisa istirahat sekarang."
"Sama-sama Nona. Kami pergi dulu." Kata semua OB dengan hormat.
Semua pegawai sudah tahu kalau Tuannya sudah menikah dengan seorang wanita muda.
"Di mana si bayi besar itu! Aku tak melihatnya," Kata Zivanya bergumam
"Kamu mencariku sayang?" Kata Fibra sambil melingkarkan tangan di pinggang Zivanya
"Tidak sama sekali. Dasar bayi besar pemarah!" Zivanya memukul tangan Fibra.
"Apa yang terjadi , sampai kamu mengganti semua barang yang ada di sini?" Tanya Zivanya seolah-olah tak tahu menahu
Fibra tak menjawab, Dia malah membawa Zivanya duduk dan dia merebahkan kepala di paha Zivanya
"Aku ingin tidur sayaang,” ucap Fibra sambil memeluk pinggang dan membiarkan pertanyaan Zivanya
******